Mohon tunggu...
Ben Subchan
Ben Subchan Mohon Tunggu... Penulis - Waktu dapat merubah apa saja, termasuk diri kita

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Mande dan Etika

2 Juli 2020   18:56 Diperbarui: 2 Juli 2020   18:47 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.romadecade.org/

Teringat Hikayat Malin Kundang, sebuah cerita rakyat yang sangat melegenda. Konon seorang anak lelaki yang dulunya dekil di kampung, sukses di rantau hingga memiliki kapal sangat megah, punya kekayaan dan puluhan anak buah serta istri yang sangat cantik.Semua itu membuat Malin Kundang tidak bersyukur, malah jumawa. 

Kedudukan sosialnya yang tinggi sampai menyentuh nadir kesombongannya mengangkangi etika moral masyarakat yang ada. Cerita berakhir dengan tragis, Malin Kundang menjadi "batu" akibat doa Mande Rubayah, ibu kandung yang tidak diakui sebagai ibunya hanya karena rasa malu. Padahal, Mande Rubayah sangat mencintai anak satu-satunya ini.

Cerita ini sangat terkenal dan tersebar ke seluruh nusantara, bahkan sampai ke Negeri Jiran, Malaysia. Kala kanak-kanak, cerita ini sering didengar, diceritakan oleh guru dan orang tua. Indah saat itu, kita disantuni oleh cerita moral yang cukup menarik. 

Jangankan durhaka, khilaf kepada ibu saja telah terasa menggerus nilai moral kepribadian kita, agama pun juga mengajarkan seperti itu. Setidaknya, dalam situasi apapun, pesan itulah yang selalu terngiang ketika sedang berhadapan dengan ibu.

Bukan hanya di Ranah Minang saja, cerita yang sama juga terdapat di beberapa wilayah nusantara seperti Hikayat Batu Menangis di Kalimantan Barat, Si Lancang di Riau, Batu Bangkai di Kalimantan Selatan, Dempu Awang di Bangka Belitung dan lainnya. 

Banyaknya cerita ini adalah bentuk kelincahan berimajinasi dari masyarakat kita, sembari menitipkan pesan moral pada generasi berikutnya untuk menjaga sikap dan etika di hadapan orang tua, khusus dihadapan ibu.

Terlepas dari itu hanya sebuah cerita, ada semacam disain yang bernuansa sama dan instuitif bahwa orang tua itu adalah contoh sosok yang bisa menempati apa saja, tetapi apa saja tidak bisa menempati sosoknya. 

Pesan moral ini harus dijaga, sebelum moral ini menjadi hal langka. Saat ini, Kita bisa saja mengintip dengan jelas kasus demi kasus yang terjadi antara anak dan orang tua. 

Tidak lama ini, Saya membaca sebuah kasus di salah satu media online, seorang anak berinisial M (40), yang ingin memenjarakan ibunya berinisial K (60) hanya karena permasalahan sepele. M keberatan karena sepeda motornya dipakai ibunya bersama dengan saudaranya yang lain. 

Ada juga kasus TH (17) menganiaya ibu kandungnya AH yang telah sering dilakukan, terungkap karena ada warga yang mengambil video dan memviralkan penganiayaan tersebut. 

Banyak lagi kejadian kasus lain yang korbannya adalah seorang ibu kandung. Terlepas dari justifikasi apapun, saya melihat ini sangat di luar batas dan sangat keterlaluan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun