Mohon tunggu...
Benny Wirawan
Benny Wirawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kedokteran dan blogger sosial-politik. Bisa Anda hubungi di https://www.instagram.com/bennywirawan/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Plesetkan Pancasila, Pernyataan Eggi Sudjana Berbahaya

11 Oktober 2017   20:00 Diperbarui: 11 Oktober 2017   21:41 3769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam tiga kesempatan itu, elemen-elemen fundamentalis Islam memperjuangkan perumusan Islam sebagai dasar negara, suatu masukan yang tidak dapat diterima oleh perwakilan agama-agama minoritas. Akhirnya, golongan nasionalis yang dipimpin Soekarno dan Moh. Hatta selalu menjadi menengahi suatu kompromi: inklusi ketuhanan sebagai dasar negara. Ketuhanan memuaskan golongan Islam, artinya Islam dapat berperan dalam panggung politik kenegaraan. Ia juga memuaskan minoritas agama karena Islam tidak secara eksplisit menjadi anak emas bangsa.

Ahistoris Kebangsaan

Jika kita melihat perkembangan Pancasila dari sudut kebangsaan yang lebih luas, maka kekeliruan sejarah pernyataan Eggi Sudjana semakin nyata. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang muncul dari kompromi. Tidak ada satu pun ideologi politik maupun agama yang dapat mengakui menjadi jiwa Bangsa Indonesia karena tiap-tiap elemen suku dan kedaerahan mengalami perkembangan berbeda. 

Di Aceh Islam fundamentalis berakar kuat karena hubungannya dengan Kekhilafahan Ottoman. Di Jawa terjadi sinkretisme Islam dan budaya Hindu-Buddha menjadi Islam abangan. Bali menjadi benteng terakhir bagi peradaban Hindu-Buddha yang mendominasi Indonesia pada Abad ke-7 hingga ke-15. Belanda berhasil menjadikan Kristen Protestan dominan di Sulawesi Utara dan Maluku sementara Portugal menjadikan Kristen Katolik dominan di Nusa Tenggara Timur. Satu-satunya yang mempersatukan elemen-elemen kedaerahan ini adalah perjuangan bersama untuk merdeka dari Belanda pada paro awal abad ke-20, menjadi pencetus Sumpah Pemuda sebagai tonggak lahirnya Bangsa Indonesia yang bersatu.

Ketika merumuskan Pancasila, perwakilan Islam yang mayoritas mengalah dengan tidak memaksakan Islam menjadi dasar negara. Di lain pihak, perwakilan Indonesia Timur yang didominasi agama minoritas bersedia untuk bergabung dengan Bangsa Indonesia. Ini pun suatu bentuk kompromi bagi Indonesia Timur. Walaupun penduduknya sedikit, secara geografis mereka menguasai setengah dari cita-cita teritorial Indonesia 'dari Sabang sampai Merauke.' Jika saat itu tidak terjadi kompromi, bukan suatu hal yang sulit untuk menjadi koloni otonom (dominion) Belanda dan kemudian hari merdeka seperti Suriname.

Dengan sudut pandang itu, maka jelaslah bahwa Pancasila tidak pernah dimaksudkan untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara. Justru sebaliknya, ia adalah hasil kompromi antara kubu Islamis dengan kubu sekuler. Pancasila tidak eksklusif bagi Islam, tidak juga ia mengesampingkan agama dari politik.

Krisis Eksistensial Bangsa

Pernyataan Eggi Sudjana yang memplesetkan sejarah, seolah-olah Pancasila memiliki maksud terselubung menjadikan Islam dasar negara sangat berbahaya. Pernyataan ahistoris ini seolah hendak membongkar kompromi kebangsaan yang mendirikan bangsa ini.

Konsekuensinya besar. Jika kubu Islamis modern memaksakan kehendak menjadikan Islam sebagai dasar negara, apakah tidak mungkin jika kubu sekuler dan agama minoritas kekinian juga mengingkari kompromi mereka? Tentu saja mungkin. Bahkan, riak-riak dari perdebatan lama ini sudah kembali muncul dalam bentuk isu Manado Merdeka beberapa waktu yang lalu. Di Bali pun sudah mulai muncul gerakan reaksioner serupa walaupun tidak sampai menuntut merdeka.

Jika pernyataan-pernyataan provokatif ini diulang-ulang, maka tenunan kebangsaan yang didasari kompromi ini dapat makin terurai. Inilah bahaya yang didatangkan ujaran Eggi Sudjana, suatu krisis eksistensial bagi Bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun