Mohon tunggu...
Benny Wirawan
Benny Wirawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kedokteran dan blogger sosial-politik. Bisa Anda hubungi di https://www.instagram.com/bennywirawan/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Plesetkan Pancasila, Pernyataan Eggi Sudjana Berbahaya

11 Oktober 2017   20:00 Diperbarui: 11 Oktober 2017   21:41 3769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Eggi Sudjana kembali menuai kontroversi. Pada sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 2 Oktober lalu, ia menyatakan pendapat yang menggegerkan. Menurutnya, Ketuhanan yang Maha Esa dalam Pancasila hanya merujuk pada konsep ketuhanan Islam. Sontak banyak pihak yang bereaksi. Bahkan, saat ini sudah ada pelaporan kepolisian terhadap Eggi oleh beberapa ormas, sebagian di antaranya ormas agama non-Islam.

Jika ingin dibahas, pernyataan pengacara Rizieq Shihab tersebut tentu saja salah. Pertama, ia tidak mengerti konsep ketuhanan agama-agama resmi lain di Indonesia. Dari tiga agama non-Islam yang ia 'bahas', ia salah mengidentifikasi konsep ketuhanan Hindu dan Buddha. Tuhan yang Esa dalam agama Hindu Dharma adalah Ida Sang Hyang Widhi dan dalam Buddha disebut Sang Hyang Adi Buddha. Kedua konsep ketuhanan ini merujuk pada Tuhan yang Esa, Universal, dan Maha Gaib, tidak dapat dimengerti manusia. Sementara itu, Trinitas Kristen (suatu konsep rumit yang bagi umat Kristen sendiri diimani, bukan dipahami) merujuk pada tiga pribadi dari Tuhan yang Esa, bukan tiga tuhan berbeda.

Sungguh ironis bahwa seorang pengacara dengan pendidikan S2 menyebarkan kesalahpahaman tentang topik yang jelas-jelas ia tidak mengerti dalam suatu forum persidangan. Yang lebih ironis, informasi konsep ketuhanan lintas agama adalah suatu yang sangat mudah diperoleh. Anda cukup mencari dalam pranala Google maka Anda akan temukan belasan artikel tentang ketuhanan dari sumber yang mengimaninya. Dari ujarannya, sangat jelas Eggi tidak pernah berusaha mencari tahu tentang topik yang ia bawa dalam persidangan, salah paham, dan menyebarkan kesalahpahaman.

Cukup sekian kita membahas implikasi teologi dan personal ujaran Eggi Sudjana. Biarlah dibahas lebih lanjut oleh teolog yang lebih kompeten. Saat ini, saya hendak membahas implikasi lain dari ucapan kontroversial ini, yaitu implikasi kebangsaannya.

Kesalahan Interpretasi Pancasila

Saat Eggi mengatakan Ketuhanan yang Maha Esa dalam Pancasila hanya merujuk pada ketuhanan dalam Islam, secara tidak langsung ia menyatakan bahwa dasar negara Indonesia adalah ketuhanan Islam. Jika Indonesia berdasarkan Pancasila, dan Pancasila berdasarkan Islam, maka Eggi Sudjana menyatakan bahwa Indonesia 'sebenarnya' adalah Negara Islam. Secara tidak langsung, ia menyatakan tatanan kebangsaan berdasar pluralisme dan kesetaraan yang telah dibangun selama ini adalah kekeliruan interpretasi Pancasila dan UUD 1945.

Jika kita menilik berbagai portal informasi di internet, baik media sosial, forum-forum online, blog pribadi, bahkan kolom opini media massa, Anda akan menemukan Eggi tidak sendiri dalam pandangannya. Sebagian besar pendukung 'plesetan' Pancasila ini berargumen bahwa Pancasila yang sejati tercantum dalam Piagam Jakarta dengan sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya.Akan tetapi, jika ditilik lebih jauh kita akan menemukan pernyataan ini salah dan ahistoris.

Kesalahan interpretasi Pancasila sebagai ideologi yang mengeksklusifkan Islam dapat ditilik dari asal-usul Pancasila dan sejarah perumusannya.

Pancasila yang kita kenal pertama kali dicetuskan oleh Soekarno dalam sidang umum BPUPKI. Sebagai pencetus Pancasila, Soekarno lah sumber paling definitif untuk menerjemahkannya. Dari permukaan saja, Soekarno terkenal sebagai tokoh nasionalis yang condong 'kiri': sebagai presiden ia mengedepankan NASAKOM (Nasionalisme, Agama, Komunisme) dan membawa Indonesia dalam poros Jakarta-Beijing-Moscow. Dalam korespondensi pribadinya dari Ende ia mengecam fundamentalisme dan puritanisme dalam Islam. Semasa muda, ia menulis mengenai reformasi Islam di majalah Panji Islam. Ia adalah pengagum Mustafa Kemal Ataturk, sang Bapak Bangsa Turki yang mensekulerkan Kesultanan Ottoman menjadi Republik Turki. Sebagai presiden, ia menjadi penengah politik dengan Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme). 

Apakah mungkin seorang ideolog dengan rekam jejak seperti ini kemudian mengajukan ideologi Pancasila dengan maksud menjadikan Islam sebagai dasar negara? Tentu saja tidak. Bahkan risalah sidang BPUPKI merekam perdebatan Soekarno dengan M. Natsir mengenai dasar negara: Soekarno memperjuangkan sekularisme yang mutlak memisahkan agama dari negara dan M. Natsir mengajukan Islam sebagai dasar negara.

Dalam perkembagannya pun, Pancasila sebagai hasil diskusi (dan debat) para Bapak Bangsa tetap tidak menganakemaskan Islam sebagai dasar negara. Dalam sejarah, Indonesia tiga kali memperdebatkan posisi Islam dalam sistem kenegaraan kita. Sekali dalam sidang BPUPKI, sekali dalam rapat PPKI, dan sekali lagi dalam sidang Konstituante. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun