Mengusung menu khas seperti buras nasu likku berarti juga menghidupkan ekonomi desa. Petani padi, pedagang ayam, nelayan, hingga UMKM pembuat buras dan susu kedelai semuanya ikut terlibat dalam rantai produksi MBG.
Setiap porsi makanan yang disantap anak sekolah, pada dasarnya adalah roda ekonomi kecil yang berputar di masyarakat. Program MBG di Bone nantinya mampu membuktikan bahwa program negara bisa menjadi lokomotif pemberdayaan lokal, bukan sekadar instruksi birokrasi.
Dari Bone untuk Indonesia
Program MBG adalah investasi jangka panjang bangsa. Jika ingin berhasil, menu yang dipilih harus bergizi, aman, praktis, dan sesuai budaya lokal. Dengan kreativitas dan keberanian, makanan tradisional seperti buras nasu likku dapat menjadi solusi cerdas.
Dari Bone, inspirasi ini bisa menyebar ke seluruh Nusantara. Setiap daerah punya pangan khas, setiap daerah punya potensi lokal. Tinggal bagaimana pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat bekerja sama meramu menu sehat yang sekaligus menjaga identitas.
Jika anak-anak kita bisa tumbuh sehat dengan makanan yang juga mengajarkan akar budaya, maka MBG tidak hanya sekadar program makan gratis, melainkan juga program membangun bangsa dari meja makan sekolah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI