Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

PB Djarum dan Misi Merawat Mimpi Sejak Dini Demi Garuda Juara Dunia

20 Agustus 2025   08:35 Diperbarui: 19 Agustus 2025   14:07 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganda putra Indonesia Kevin Sanjaya Sukamuljo (kiri) dan Marcus Fernaldi Gideon (kanan) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (11/6). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan 

Prestasi bulutangkis Indonesia bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit. Ia tumbuh dari proses panjang, dari kerja keras yang tidak selalu tampak di layar televisi, dan dari mimpi-mimpi yang dirawat sejak usia belia. Di balik nama-nama besar seperti Liem Swie King, Alan Budikusuma, hingga Kevin Sanjaya, terdapat satu benang merah: pembinaan sistematis yang lahir dari dedikasi klub-klub, salah satunya PB Djarum di Kudus.

GOR Jati di Kudus menjadi saksi bagaimana bibit muda digembleng, bukan hanya secara teknik, tetapi juga secara mental dan disiplin hidup. Dari situlah lahir Kevin Sanjaya Sukamuljo, yang awalnya ragu ketika diarahkan beralih dari tunggal ke ganda. Ia pulang ke Banyuwangi, berdiskusi dengan orang tua, lalu kembali dengan keputusan bulat. Dari pilihan kecil itu, sejarah besar dimulai: Kevin kemudian menjadi bagian dari ganda putra nomor satu dunia, bersama Marcus Gideon.

Cerita Kevin menggambarkan satu hal: bakat tanpa sistem pembinaan ibarat api tanpa oksigen---ia akan padam sebelum menyala terang. PB Djarum memastikan api itu tetap menyala.

Mental Juara yang Dibentuk, Bukan Dilahirkan

Pelatih PB Djarum menyadari betul bahwa talenta saja tidak cukup. Mental juara harus dibentuk sejak dini. Yoppy Rosimin pernah menyoroti fenomena atlet muda yang mudah puas: "Baru juara sekali saja sudah merasa hebat," ujarnya. Inilah tantangan zaman, di mana distraksi datang dari gawai dan media sosial.

Untuk itu, PB Djarum menerapkan aturan unik: ponsel atlet dikumpulkan selepas latihan dan baru boleh digunakan pada waktu terbatas, pukul 17.00 hingga 21.00 WIB. Selebihnya, waktu mereka difokuskan pada latihan, istirahat, dan interaksi tatap muka. Disiplin digital ini bukan sekadar pengendalian, tetapi pendidikan karakter agar atlet terbiasa menunda kesenangan demi tujuan jangka panjang.

Selain itu, pelatih juga dibekali keterampilan psikologi, sehingga mampu menjadi figur yang tidak hanya mengajarkan teknik, tetapi juga membentuk mental tangguh: berani kalah, tidak cepat menyerah, dan tetap rendah hati meski menang.

Jejak Panjang Prestasi: Dari All England ke Olimpiade

Sejak berdiri pada 1969, PB Djarum telah melahirkan ribuan atlet, dengan prestasi yang menembus panggung dunia. Liem Swie King membuka jalan lewat gelar All England 1978. Sejak itu, tercatat 21 gelar All England berhasil dibawa pulang oleh para alumnus PB Djarum.

Di panggung Olimpiade, jejak kejayaan juga terukir. Dari Alan Budikusuma yang mempersembahkan emas pertama bagi Indonesia di Barcelona 1992, hingga Tontowi Ahmad--Liliyana Natsir yang menyentuh puncak di Rio de Janeiro 2016. Prestasi ini menunjukkan bahwa pembinaan berjenjang mampu menghasilkan pemain yang bukan hanya bintang lokal, tetapi ikon dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun