Sejak digulirkannya kebijakan Dana Desa melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2015, desa-desa di Indonesia mengalami transformasi signifikan. Infrastruktur dasar semakin merata, akses pendidikan dan kesehatan membaik, serta program pemberdayaan masyarakat mulai menyentuh berbagai sektor. Namun, satu hal kini menjadi sorotan: bagaimana Dana Desa bisa mendorong lompatan produktivitas dan kesejahteraan jangka panjang?
Jawabannya ada pada digitalisasi sektor pertanian dan perikanan—dua penopang utama ekonomi desa. Di tengah disrupsi teknologi dan ketidakpastian iklim global, inovasi berbasis digital bukan sekadar pilihan, tetapi keniscayaan.
Prioritas Nasional: Dana Desa untuk Transformasi Digital
Permendesa PDTT No. 7 Tahun 2023 secara eksplisit menetapkan bahwa Dana Desa diprioritaskan untuk pencapaian SDGs Desa, termasuk pengembangan ekonomi lokal, penguatan kapasitas masyarakat, serta transformasi digital desa.
Pada 2025, alokasi Dana Desa ditetapkan sebesar Rp 71 triliun. Dari jumlah ini, sekurangnya 20 persen atau sekitar Rp 14–16 triliun diarahkan untuk program ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi produktif masyarakat desa. Artinya, ada ruang besar bagi desa-desa untuk mulai berinvestasi pada digitalisasi sektor pertanian dan perikanan secara terstruktur.
Mengapa Perlu Digitalisasi di Sektor Primer?
Kendala struktural di sektor pertanian dan perikanan desa sangat kompleks:
Informasi pasar terbatas
Produksi rentan terhadap perubahan cuaca
-
Ketergantungan pada tengkulak
Minim akses teknologi dan pelatihan