Di dunia sepak bola, sejarah bukan hanya ditulis oleh kemenangan, melainkan juga oleh kegagalan yang menggores luka mendalam. Musim 2024/2025 menjadi titik nadir yang tak terbayangkan bagi dua raksasa Eropa: AC Milan dan Manchester United. Klub-klub yang selama puluhan tahun menjadi langganan pentas Liga Champions kini harus menatap musim baru tanpa secuil pun tiket kompetisi Eropa. Sebuah kenyataan pahit yang tidak hanya mencederai harga diri, tetapi juga mengancam stabilitas finansial dan strategi jangka panjang mereka.
AC Milan: Terlalu Banyak Luka, Terlalu Sedikit Harapan
AC Milan mengawali musim dengan euforia setelah merebut Piala Super Italia. Sebuah pertanda awal yang menyiratkan mereka siap bersaing di semua kompetisi. Namun, setelah itu, performa inkonsisten menghantui. Hasil imbang, kekalahan menyakitkan, dan inkonsistensi strategi pelatih Sergio Conceicao membuat musim mereka perlahan membusuk. Kekalahan 1-3 dari AS Roma di pekan ke-37 Serie A menjadi klimaks pahit—hasil itu menempatkan Rossoneri di posisi kesembilan klasemen akhir, jauh dari jangkauan kompetisi Eropa.
Upaya terakhir untuk menyelamatkan musim datang melalui final Coppa Italia, di mana kemenangan akan membuka gerbang ke Liga Europa. Namun Bologna hadir dengan intensitas tinggi dan mengubur harapan itu lewat kemenangan tipis 1-0. Hanya dalam satu musim, Milan kehilangan semuanya—kompetisi, momentum, dan sebagian kepercayaan pendukungnya.
Dengan absennya AC Milan dari pentas Eropa, klub harus merespons cepat: perombakan skuad, evaluasi peran pelatih, dan manajemen anggaran yang ketat. Pendapatan dari hak siar dan sponsor akan menyusut drastis, memaksa manajemen untuk berpikir ulang tentang pengeluaran dan target musim depan.
Manchester United: Krisis Identitas di Theatre of DreamsÂ
Jika AC Milan mengalami tragedi, maka Manchester United sedang hidup dalam mimpi buruk yang tak kunjung usai. Musim ini menjadi salah satu yang terburuk dalam sejarah klub—mereka finis di posisi ke-16 Liga Inggris, capaian terburuk dalam lebih dari setengah abad terakhir. Satu-satunya harapan tersisa, yakni menjuarai Liga Europa, juga pupus setelah tumbang 0-1 dari Tottenham Hotspur di partai final.
Manajer Ruben Amorim berada dalam tekanan besar. Kabar beredar bahwa ia bersedia mengundurkan diri jika klub tak lagi mendukung penuh proyek jangka panjangnya. Namun pertanyaan mendasar tetap bergema di antara para penggemar: ke mana arah klub ini sebenarnya? Di tengah badai kritik, manajemen Setan Merah kini harus menimbang kembali filosofi permainan, model perekrutan pemain, serta bagaimana menghidupkan kembali roh kompetitif tim.
Lebih dari Sekadar Gagal, Ini Soal Masa Depan Klub