Petugas kereta berkeliling menawarkan snack dan menu makanan. Saya memesan nasi ayam, menu andalan dan kesukaan saat mudik Lebaran. Rasanya sederhana namun menghangatkan, seolah ada sentuhan rumah di tengah perjalanan.
Melaju Cepat Menembus Rindu
Kereta mulai bergerak pukul 09.30 WIB, meninggalkan Jakarta dengan peluit panjang. Saya menyandarkan punggung, membuka laptop, sambil sesekali menikmati pemandangan sawah dan rumah-rumah di pinggir rel.
Suasana di dalam gerbong tenang. Ada seorang ibu dengan dua anak yang duduk di seberang, sibuk menjelaskan kota-kota yang mereka lewati. Seorang bapak tua membawa oleh-oleh dalam kardus besar, sesekali membuka ponselnya, mungkin memberi kabar pada keluarga di kampung.
Di momen itu, saya tersadar: mudik bukan hanya soal berpindah tempat, tetapi perjalanan emosional yang menghubungkan manusia dengan asal-usulnya. Setiap kilometer yang ditempuh adalah langkah mendekat ke pelukan orang-orang tercinta.
Kereta melaju cepat, singgah di Cirebon, Semarang Tawang, Â dan langsung berhenti di Stasiun Pasar Turi Surabaya. Waktu tempuh sekitar 7 jam 45 menit terasa ringan, tanpa rasa bosan. Berbeda jauh dengan perjalanan darat yang bisa memakan waktu lebih dari 12 jam saat musim mudik belum lagi jika terjadi kemacetan di beberapa ruas tol atau jalan arteri.
Humanisme di Balik Teknologi
Yang membuat saya terkesan bukan hanya kemajuan fasilitas, tetapi juga interaksi manusia di dalamnya. Pramugari kereta tetap ramah meski sudah melayani banyak penumpang. Seorang petugas kebersihan terlihat sigap membersihkan lorong setiap kali ada tumpahan makanan.
Di gerbong restorasi, saya sempat berbincang dengan penumpang lain. Ada yang mudik setelah tiga tahun tak pulang karena pandemi, ada yang sengaja memilih kereta karena takut macet, ada pula yang membawa serta anggota keluarga lanjut usia karena merasa kereta lebih aman. Cerita-cerita itu menambah kehangatan dalam perjalanan.
Tiba di Surabaya: Rindu yang Tuntas
Sekitar Pukul 17.15 WIB, kereta tiba di Stasiun Surabaya Pasar Turi. Stasiun dipenuhi suara riang, pelukan keluarga, dan senyum bahagia. Saya turun dengan langkah ringan, membawa oleh-oleh cerita dan rindu yang sudah tertunaikan.