Kedua, literasi integritas harus ditanamkan sejak dini, bahkan sebelum siswa mencapai bangku SMA. Pendidikan karakter bukan pelengkap kurikulum, tapi fondasi utama.
Ketiga, perlu tindakan tegas dan terbuka terhadap para pelaku. Menahan, memeriksa, dan melaporkan ke polisi seperti yang dilakukan USU adalah langkah berani yang layak diapresiasi. Namun, proses hukum harus dilanjutkan secara transparan agar menimbulkan efek jera yang nyata.
Yang paling penting, masyarakat juga harus mengubah cara pandangnya. Anak yang gagal UTBK bukanlah aib. Sebaliknya, anak yang curang---namun berhasil---adalah kegagalan kita semua sebagai bangsa.
Tahun 2025, USU mencatatkan peningkatan peserta menjadi 38.133 orang, naik dari 37.169 tahun sebelumnya. Satu peserta tunanetra ikut dalam ujian, menunjukkan bahwa akses inklusif sudah mulai terwujud. Namun, akses yang luas harus dibarengi dengan keadilan yang dijaga.
Di era di mana teknologi bisa digunakan untuk mempercepat kemajuan, jangan biarkan ia digunakan untuk mempercepat kehancuran moral.
Karena pintu masuk ke dunia pendidikan tinggi bukan hanya tentang siapa yang pintar, tapi siapa yang jujur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI