Starbucks baru saja mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.100 karyawannya. Keputusan ini disampaikan oleh CEO Brian Niccol sebagai bagian dari upaya untuk menyelamatkan perusahaan dari penurunan penjualan yang terus berlanjut. Langkah ini memicu banyak pertanyaan: Apakah ini strategi bertahan, atau justru tanda bahwa Starbucks sedang menghadapi krisis besar?
Niccol, yang baru menjabat sebagai CEO sejak tahun lalu, menjelaskan bahwa perusahaan sedang melakukan restrukturisasi dengan menyederhanakan struktur organisasi dan menghilangkan duplikasi kerja. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional serta mempercepat proses pengambilan keputusan.
Namun, kondisi yang melatarbelakangi keputusan ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Saham Starbucks telah kehilangan 40 persen nilainya sejak mencapai puncaknya pada tahun 2021. Penyebab utama dari kemerosotan ini adalah melemahnya permintaan di dua pasar utamanya, Amerika Serikat dan China.
Meskipun PHK ini cukup besar, Starbucks menegaskan bahwa keputusan ini tidak akan berdampak pada pegawai yang bekerja di dalam toko maupun pada investasi jam operasional gerai. Mereka juga tetap akan merekrut untuk posisi yang dianggap prioritas sesuai dengan kebutuhan bisnis yang baru.
Langkah ini mengingatkan pada PHK besar terakhir yang dilakukan pada tahun 2018, ketika 350 karyawan diberhentikan sebagai bagian dari strategi restrukturisasi di bawah kepemimpinan CEO saat itu, Kevin Johnson. Perbedaannya, kali ini jumlah PHK jauh lebih besar, yang menunjukkan bahwa Starbucks tengah menghadapi tantangan bisnis yang lebih kompleks.
Analis NorthCoast Research, Jim Sanderson, menyoroti bahwa penting untuk memahami divisi mana yang terdampak oleh PHK ini dan bagaimana hal tersebut selaras dengan strategi pemulihan jangka panjang Starbucks. Apakah ini hanya langkah sementara untuk menyelamatkan keuangan perusahaan, atau justru awal dari perubahan besar dalam model bisnis mereka?
Dalam lanskap bisnis yang terus berubah, restrukturisasi sering kali menjadi strategi yang tidak terhindarkan. Namun, bagaimana Starbucks mengeksekusi langkah ini akan sangat menentukan apakah mereka dapat bangkit kembali atau justru semakin terpuruk dalam persaingan industri kopi global.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI