Sebelum menempati rumah sendiri saat ini, kami sekeluarga pernah tinggal di rumah milik kakak ipar yang kosong. Â Rumah itu terletak di sebuah komplek yang asri, dengan rumah-rumah besar, penghuninya memiliki minimal satu mobil, dan kebanyakan sudah memasuki usia pensiun.
Hanya ada satu rumah yang berbeda dengan lainnya. Tampak belum direnovasi, tidak punya mobil  pribadi, dan begitu berantakan di bagian luarnya. Rumah itu milik Pak Rendi, katanya pensiunan awak kapal laut.
Belakangan saya mendengar sendiri dari Pak Rendi, dulunya dia adalah bandar angkot.  Tapi menurut isterinya, semua bangkrut  gara-gara wanita, hingga tak tersisa satu pun angkot mereka. Anak-anak Pak Rendy hanya tamat SMA, kecuali anak sulungnya yang sampai sarjana dan kemudian menikah dengan seorang polisi. Lima anak lelakinya yang lain kadang menganggur, kadang bekerja. Satu yang jadi polisi akhirnya dikeluarkan.
Sungguh saya hampir tak percaya mendengar cerita tentang kejayaan yang ada digenggamannya dulu. Nyaris tak nampak. Cerita dari tetangga lainnya yang membuat saya akhirnya percaya bahwa Pak Rendy pernah berlimpah harta. Banyak yang bilang, Pak Rendy tak pernah menabung maupun investasi lain, sehingga kondisinya memprihatinkan di masa pensiun. Ya, bagaimana dia bisa memetik panen, jika tak pernah menanam?
Pak Rendy menyebut kebangkrutannya karena ada orang yang mengguna-gunai kehidupan keluarganya. Dia menceritakan semua hal seperti yang ada di sinetron mistik Indonesia. Anehnya, belakangan Pak Rendy mengaku dirinya juga paranormal dan bisa menyembuhkan bermacam penyakit. Maka, diceritakanlah beberapa pasiennya dari luar kota.Â
Seperti halnya para tetangga lain, saya pun tak percaya Pak Rendy memiliki kesaktian menyembuhkan penyakit. Malah ada tetangga yang menyebut Pak Rendy sebagai dukun palsu.
Biar bagaimanapun, saya menghormati Pak Rendy karena tetap merupakan tetangga yang baik. Selain itu saya setidaknya mendapat pelajaran berharga dari perkenalan ini, antara lain; Â aturlah keuangan keluarga dengan baik, berikan pendidikan yang terbaik untuk anak, dan jangan sampai hidup saya berakhir sebagai dukun palsu. Â
Pengelolaan Keuangan Versi Kami
Dari awal pernikahan, saya sudah berkomitmen untuk menyerahkan sepenuhnya gaji saya kepada isteri. Alasannya, isteri saya lebih pintar mengelola keuangan kami. Dia bisa belajar juga dari saudara-saudaranya yang banyak serta ibu mertua saya yang selalu mengelola dengan baik keuangan keluarga, tapi juga keuangan koperasi.
Pertama yang kami diskusikan untuk mengelola keuangan dimulai dengan memilih kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan sebuah keluarga yang harus kami penuhi pertama kali adalah membeli secara kredit rumah tinggal, setelah itu kendaraan agar kami bisa tenang dengan urusan transportasi jika dalam keadaan genting. Setelah itu kami anggarkan pula untuk kebutuhan pendidikan putra kami satu-satunya. Karena tidak banyak uang kami, saya masukkan putra saya ke sekolah dasar negeri, tapi tetap yang terbaik di kota Bandung. Kami memang berusaha menyekolahkan putra kami selamanya berlabel ‘negeri’. Mungkin saat gelar master nanti baru bisa ke luar negeri.

Pendidikan anak  menjadi prioritas kami. Sehingga kami pun membuka rekening tabungan pendidikan untuk mengantisipasi mahalnya biaya pendidikan ke jenjang universitas nanti. Untuk sementara, inilah antsipasi yang bsia kami lakukan demi pendidikan anak di masa depan.
Hal lain yang juga disiapkan adalah dana pensiun nanti. Saat ini jujur saja kami hanya mengandalkan tabungan koperasi karyawan serta tabungan pensiun dari kantor dengan instansi pemerintah. Kami belum sampai melakukan investasi  seperti membeli emas, reksa dana, obligasi  dan sejenisnya. Alasan kami adalah karena uang kami tidak bersisa sampai ke sana.
Di luar gaji, saya sendiri memiliki penghasilan dari ngeblog, menulis, Â maupun undangan mengisi pelatihan. Uang ini, biasanya saya belikan untuk barang-barang produksi. Bagi saya inilah cara yang paling pas untuk investasi. Misalya membeli gadget agar saya semakin produktif menulis, penyimpan data, sampai kelengkapan kamera.
Puaskah saya? Tentu saja belum. Saya masih belum nyaman dengan ketidakpastian keuangan di masa pensiun nanti. Apalagi saya karyawan swasta yang tidak memiliki tunjangan pensiun. Sejujurnya, jika memang ada uang lebih dari pemasukkan, saya ingin mengikuti program investasi aman, setidaknya tahun ini kami harus bisa melaksanakannya. Â Beberapa program sudah saya tandai untuk jadi opsi utama.
Bikin Nyaman
Salah satu opsi yang bisa menghalau kegelisahan di masa depan saya adalah INVESTRA Titanium. Apakaha itu? Investra Titanium  merupakan program asuransi jiwa menarik yang memadukan Asuransi Jiwa dan pertumbuhan investasi yang optimal dan juga memberikan berbagai pilihan perlindungan bagi Nasabahnya dan Keluarga.
Nasabah dapat merencanakan tujuan masa depan yang masih belum pasti dengan program ini, yakni  berupa persiapan dana pendidikan bagi putra-putri, persiapan dana di hari tua, atau sebagai akumulasi pertumbuhan dan sekaligus melindungi kekayaan nasabahnya.
Produk persembahan Commonwealth Life ini menyediakan manfaat lebih dengan memberikan alokasi investasi yang lebih besar sejak polis mulai berlaku. Hal lainnya, apabila Tertanggung menderita penyakit yang tidak tersembuhkan (Terminal Ilness) maka 50% dari Uang Pertanggungan akan dibayarkan lebih awal.
Di websitenya, bahkan dijelaskan calon nasabah bisa konsultasi terlebih dahulu untuk mengetahui ihwal INVESTRA Titanium ini. Saya sih, ingin tahu seberapa ringan proses dan pembayarannya. Karena itulah yang biasanya mengganjal kami memilih asuransi sekaligus investasi. Semoga saja cocok sih.

Saya iba melihat kondisi Pak Rendy yang dulunya hidup sejahtera. Pak Rendy yang pernah jadi pelaut, bandar angkot dan terakhir dukun plasu.
Salah satu doa saya hari itu, agar dijauhi masa tua nanti dengan kondisi yang memprihatinkan. Saya ingin masa tua yang tetap sejahtera dan melihat putra saya berhasil menyelesaikan pendidikan setinggi-tingginya. Amin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI