Mohon tunggu...
Benediktus Juliyan
Benediktus Juliyan Mohon Tunggu... Mahasiswa D3

Hanya mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Pemanfaatan Big Data dan Machine Learning dalam Meramalkan Tingkat Pelanggan Berhenti Berlangganan (Churn) sebagai Strategi Pertahanan Pasar

12 Oktober 2025   12:30 Diperbarui: 12 Oktober 2025   12:17 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Machine Learning memfasilitasi transisi dari deskriptif ke prediktif dan preskriptif. Model ML adalah algoritma yang belajar dari data untuk membuat prediksi tanpa diprogram secara eksplisit (Samuel, 1959). Model ML yang paling umum digunakan dalam prediksi churn meliputi:

  • Regresi Logistik dan Pohon Keputusan (Decision Trees): Model yang sederhana dan mudah diinterpretasikan, seringkali digunakan sebagai baseline (Ngai et al., 2009).
  • Ensemble Methods (Random Forest, Gradient Boosting): Menggabungkan banyak model lemah untuk menghasilkan prediksi yang lebih akurat dan mengurangi overfitting.
  • Deep Learning (RNN, LSTM): Model canggih yang ideal untuk menganalisis data deret waktu yang kompleks, seperti pola penggunaan layanan pelanggan yang berurutan, karena mampu menangkap dependensi temporal (Geng et al., 2015).

C. Tantangan Metodologis Kunci

Literatur menyoroti dua tantangan metodologis utama saat menerapkan ML pada data churn:

  1. Imbalanced Data Set: Jumlah pelanggan yang churn (kelas minoritas) jauh lebih sedikit daripada yang retensi (kelas mayoritas). Jika tidak diatasi, model ML cenderung bias dan memiliki akurasi tinggi tetapi recall (kemampuan mendeteksi churners) yang rendah. Solusi meliputi oversampling (SMOTE) atau undersampling (He & Garcia, 2009).
  2. Feature Engineering: Proses mengubah data mentah (Big Data) menjadi variabel prediktif (fitur) yang berarti. Contoh klasik adalah Recency, Frequency, Monetary (RFM), tetapi dalam konteks Big Data, ini mencakup feature yang lebih kompleks, seperti volatilitas penggunaan, rasio permintaan layanan, atau skor sentimen (Hossin & Sulaiman, 2015). Kualitas feature engineering seringkali lebih menentukan hasil daripada algoritma ML itu sendiri.

III. Kerangka Konseptual Integrasi Data dan Pemodelan ML

Kerangka konseptual untuk prediksi churn yang berhasil memerlukan proses multi-tahap yang canggih, menggabungkan penanganan Big Data dengan teknik ML prediktif dan interpretatif.

A. Tahap Akuisisi dan Pra-Pemrosesan Data Berbasis Big Data

Tahap awal adalah konsolidasi sumber Big Data ke dalam satu platform, seperti data lake atau data warehouse. Proses ini melibatkan:

  1. Integrasi Data Heterogen: Menggabungkan data transaksional (terstruktur) dari CRM, log aktivitas (semi-terstruktur) dari server aplikasi, dan ulasan pelanggan (tidak terstruktur) dari media sosial.
  2. Cleaning dan Normalisasi: Penanganan nilai yang hilang, standardisasi format, dan penghapusan noise atau outliers.
  3. Feature Engineering Lanjutan: Ini adalah inti dari integrasi Big Data. Contoh fitur yang di-engineer dari data mentah meliputi:

    • Fitur Temporal: Waktu rata-rata antara dua pembelian berturut-turut, atau tren penurunan login selama 30 hari terakhir.
    • Fitur Sentimen: Skor sentimen yang diekstrak dari teks ulasan menggunakan Natural Language Processing (NLP).
    • Fitur Kualitas Layanan: Jumlah keluhan yang belum terselesaikan dalam interval waktu tertentu (Hasan et al., 2006).

B. Pemilihan Model Machine Learning yang Optimal

Pemilihan model ML harus didorong oleh tujuan bisnis, yaitu meminimalkan false negatives (gagal mendeteksi pelanggan yang akan churn), karena kerugian dari false negatives jauh lebih besar daripada false positives (salah memprediksi pelanggan loyal akan churn). Oleh karena itu, metrik seperti Recall dan F1-score harus diprioritaskan di atas akurasi murni.

Studi kasus industri sering menunjukkan bahwa ensemble methods seperti XGBoost atau LightGBM secara konsisten mengungguli model tunggal karena kemampuan mereka menangani hubungan non-linear yang kompleks dan menangani data yang imbalanced dengan baik (Chen & Guestrin, 2016). Untuk perusahaan dengan data deret waktu yang sangat rinci (misalnya, perusahaan streaming yang melacak urutan tontonan), model Long Short-Term Memory (LSTM) dapat memberikan keunggulan prediktif yang signifikan (Hochreiter & Schmidhuber, 1997).

C. Validasi Model dan Interpretasi (Explainable AI - XAI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun