Di tengah sorotan global terhadap transisi energi, PT Titan Infra Sejahtera (TIS) hadir sebagai contoh nyata perusahaan yang berhasil memadukan warisan industri batubara dengan inovasi energi bersih. Berdiri sejak 2017, perusahaan ini tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga membingkai ulang peran sektor energi tradisional dalam peta keberlanjutan Indonesia.
Jalan Panjang dari Jantung Batubara
Awal mula TIS tak lepas dari kisah batubara sebagai primadona energi Indonesia. Dengan mendirikan PT Servo Lintas Raya (SLR), perusahaan membangun jalan khusus sepanjang 118 km di Sumatera Selatan yang menjadi urat nadi distribusi batubara ke pelabuhan. Namun, langkah ini bukan sekadar bisnis biasa. Jalan yang dirancang tahan banjir dan cuaca ekstrem itu justru menjadi cermin visi jangka panjang: infrastruktur andal yang bisa bertahan di tengah ketidakpastian.
"Kami mulai dengan batubara karena itu kebutuhan nyata Indonesia. Tapi sejak awal, kami sudah menyiapkan peta menuju energi bersih," ungkap Handoko A. Tanuadji, Komisaris Utama TIS, dalam wawancara eksklusif dengan EnergiNusantara.
Visi tersebut mulai terwujud ketika TIS merambah manajemen pelabuhan. Di Sungai Musi, Sumatera Selatan, pelabuhan milik PT Swarnadwipa Dermaga Jaya (SDJ) tak hanya jadi gerbang ekspor, tetapi juga laboratorium inovasi. Dengan teknologi ship loader berkecepatan tinggi, mereka memangkas waktu bongkar muat hingga 30%, menghemat biaya operasional dan emisi karbon.
Ketika Batubara Bertemu Surya: Dualisme yang Harmonis
Tahun 2022 menjadi titik balik. TIS meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 50 MW di Nusa Tenggara, proyek yang disebut banyak pihak sebagai "loncatan imajinatif" bagi perusahaan berlatar belakang batubara. PLTS ini bukan sekadar instalasi panel surya biasa. Dirancang dengan sistem hybrid microgrid, pembangkit ini bisa menyimpan energi berlebih untuk digunakan saat malam hari, menjawab tantangan intermiten energi matahari.
"Ini bukti bahwa energi fosil dan terbarukan bisa berjalan beriringan. Keahlian kami di logistik dan manajemen proyek menjadi nilai tambah saat masuk ke sektor hijau," papar Victor Budi Tanuadji, Komisaris TIS.
Kolaborasi dengan PLN dalam proyek PLTU skala kecil di Kalimantan semakin mempertegas pendekatan ini. PLTU tersebut menggunakan teknologi ultra-supercritical yang mampu mengurangi emisi hingga 20% dibanding pembangkit konvensional.
Masyarakat sebagai Mitra, Bukan Pihak Ketiga
Di Desa Pulau Gading, Sumatera Selatan, TIS menulis kisah berbeda tentang hubungan perusahaan dengan komunitas. Melalui program pemberdayaan petani, mereka menghidupkan kembali lahan marginal dengan teknik pertanian presisi. Sensor kelembaban tanah dan drone pemantau tanaman menjadi alat sehari-hari bagi kelompok tani binaan.
"Dulu kami hanya bisa panen 2 kali setahun. Sekarang, dengan irigasi otomatis dan bibit unggul, hasilnya meningkat 3 kali lipat," tutur Jumardi, ketua kelompok tani Desa Pulau Gading.
Di bidang pendidikan, TIS tidak hanya memberikan beasiswa, tetapi juga membangun hub pelatihan vokasi dekat wilayah operasional. "Kami ingin lulusan sini tidak hanya jadi pekerja, tapi penggerak inovasi energi di daerahnya," jelas Rina Permata, Kepala Divisi CSR TIS.