Mohon tunggu...
Benjamin Simatupang
Benjamin Simatupang Mohon Tunggu... Lainnya - Ayah, suami dan anak

Just keep swimming!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Umat Kristen Indonesia dan Politik

14 Februari 2024   06:37 Diperbarui: 14 Februari 2024   06:48 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TB Simatupang https://www.tiktok.com/@faizal.editor_3/video/7268872781155093766?lang=enInput sumber gambar

Yang ketiga, adalah doa.  Jika calon yang anda dukung kalah, doakan calon yang menang.  Setelah kontestasi selesai, kita disadarkan bahwa semua pihak berada dalam suatu jaringan timbal balik yang tak dapat dielakkan, terkait dalam satu tenunan takdir.  Apapun yang secara langsung mengena pada seseorang, akan berpengaruh terhadap semua secara tidak langsung.  Sikap mempertahankan keterbelahan justru akan kontra produktif.  Pemilu hanyalah peristiwa rutin, sementara urusan merawat Indonesia adalah kepentingan jangka panjang yang jauh lebih penting.   Inilah yang menurut Gus Mus (Ahmad Mustofa Bisri) dalam tulisan di harian Kompas tanggal 28 Januari 2024, disebut sebagai "kewarasan dalam berpolitik".                

 

Golput, atau tidak menggunakan hak suara?

Pada era Orde Baru, fungsi Pemilu hanya sebagai "tukang stempel politik" bagi kekuasaan Soeharto.  Kita tidak boleh lupa, bahwa saat ini kita hidup dalam kondisi yang berbeda.  Indonesia saat ini adalah negeri yang relatif demokratis.  Golput ataupun tidak menggunakan hak suara, bukanlah hal yang tabu.  Namun bagi penulis sendiri, kondisi demokrasi saat ini, dengan segala kekurangannya, perlu kita syukuri.  Karena perjalanan kita sebagai bangsa untuk sampai di titik demokrasi saat ini telah memakan korban nyawa yang tidak sedikit.  Demokrasi yang kita nikmati saat ini dibayar dengan harga yang mahal.         

Yang saya maksud adalah korban yang berjatuhan saat era Orde Baru, karena dianggap komunis, dan juga korban saat era Reformasi (1998 / 1999).  Kebebasan dan demokrasi yang kita jalani sampai saat ini tidaklah jatuh dari langit, tapi diperjuangkan dan melewati rezim Orde Baru.  Barangkali ada yang kurang setuju untuk memasukkan tragedi 1965/1966 sebagai bagian dari perjuangan untuk demokrasi,  Bukankah korban berjatuhan karena kondisi politik yang chaos?   Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa sejak itulah Orde Baru berkuasa dan demokrasi dikendalikan Soeharto.  Sehingga, para korban 1965/1966 juga bagian dari long march bangsa Indonesia menuju demokrasi.     

https://prada.substack.com/p/forgotten-may-12nd-1998-riot-in-indonesia
https://prada.substack.com/p/forgotten-may-12nd-1998-riot-in-indonesia

https://ypkp1965.org/blog/2022/01/06/genosida-1965-1966-kuburan-massal-ditemukan-di-cirebon/
https://ypkp1965.org/blog/2022/01/06/genosida-1965-1966-kuburan-massal-ditemukan-di-cirebon/

Atas dasar itu, saya berpendapat kita harus memanfaatkan hak suara yang ada pada kita.  Bukan semata karena hak kita.  Tapi juga sebagai ungkapan rasa syukur, dan menghargai para korban yang telah membayar mahal demokrasi yang kita nikmati saat ini. 

                                                                                                                         ****************

Umat Kristen Indonesia, bersama dengan umat agama lain, memiliki pandangan atau sikap terhadap politik.  Ada yang berbeda, tapi bisa jadi ada yang sama.  Dan semua agama mendasarkan pada kebenaran yang diyakininya.  Kembali saya teringat Gandhi.  Di bagian pengantar otobiografinya, Gandhi menulis, "Ratusan orang seperti saya boleh enyah, tetapi biarlah kebenaran bertahta."  Barangkali kita tidak akan pernah sampai pada 'kebenaran yang bertahta' sebagaimana dicita-citakan Gandhi, di tengah dunia yang terpolusi dosa.  Tapi kita semua terpanggil untuk mencapainya, dengan apa yang masing-masing ada pada kita.  Termasuk dalam politik.     

Jakarta, 14 Februari 2024

Subuh menjelang Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun