Petani Kelapa Sawit Malaysia menghadapi krisis Pekerja Migran Indonesia (PMI), Masa Panen yang Pahit
Negara Malaysia adalah Negara tropis adalah penghasil minyak nabati terbesar kedua di dunia, setelah Indonesia, yang digunakan di banyak barang sehari-hari mulai dari cokelat hingga kosmetik. Sektor ini telah lama bergantung pada migran dari negara tetangga Indonesia untuk pekerjaan perkebunan yang merusak, yang dijauhi oleh sebagian besar di Malaysia yang lebih makmur dan agak pemalas.
Penutupan perbatasan akibat Pandemi Covid-19 Â yang panjang telah mengurangi tenaga kerja asing, tetapi sekarang hambatan birokrasi dan larangan oleh Indonesia untuk mengirim pekerja baru telah secara dramatis memperburuk masalah akibat pelanggaran Memorandum of Understanding (MoU) yang telah ditandatangani anara Menteri Tenaga Kerja Indonesia dan Menteri Sumber Daya Malaysia disaksikan kedua Kepala Negara tanggal 1 April 2022 di Jakarta, Indonesia .
Pembekuan Pekerja Migran Indonesia (PMI) mengakibatkan banyak tandan buah yang membusuk di pohon. Panen biasanya dilakukan sebanyak dua kali sebulan, tetapi sekarang karena kekurangan tenaga kerja, hanya dapat dilakkan sebulan sekali.Â
Pendapatan pengusaha turun dratis dan dan penduduk lokal marah. Dengan hanya empat pekerja asing -- dua lebih sedikit dari jumlah yang dia butuhkan – para pemilik kelapa sawit sekarang harus berkendara ke perkebunannya dan memuat sendiri buah itu ke dalam truk.
Minyak kelapa sawit adalah komoditas kontroversial, yang dipersalahkan oleh para pemerhati lingkungan karena memicu perusakan hutan hujan baik di Malaysia maupun di Indonesia, yang bersama-sama menghasilkan 85 persen dari produksi CPO global.Â
Kelompok-kelompok pro lingkungan hijau mengatakan ekspansi perkebunan yang cepat telah menghancurkan habitat hewan langka, sementara itu pula tuduhan pekerja asing disalahgunakan dan dianiaya di beberapa perkebunan di Malaysia.
Namun sektor ini tetap menjadi kontributor utama bagi perekonomian Malaysia, dan terus menarik pekerja asing yang dapat memperoleh upah lebih tinggi daripada di Indonesia. Banyak perusahaan pertanian menjalankan perkebunan besar, namun ada juga banyak petani skala kecil.
Kegelapan di Sektor Industri Malaysia
Industri Malaysia lainnya, termasuk konstruksi dan manufaktur, juga sangat bergantung pada pekerja migran dari seluruh Asia, terutama dari Indonesia.  Sementara penduduk local enggan untuk melakukan pekerjaan tersebut karena dinilai kotor dan mendapat upah rendah. Sektor industry dan pertanian juga  menderita akibat penutupan perbatasan akibat pandemi yang berkepanjangan.
Sementara pihak berwenang mengakhiri pembekuan perekrutan orang asing pada bulan Februari, para pekerja masih lambat untuk kembali karena birokrasi dan negosiasi yang sulit dengan negara asal. Namun, masalah di sektor perkebunan tergolong sangat akut, dan tampaknya akan bertambah buruk setelah Indonesia melarang dan membekukan pengiriman pekerja baru ke Malaysia awal Juli ini.