Mohon tunggu...
Benito Rio AviantoMr.
Benito Rio AviantoMr. Mohon Tunggu... Dosen MK Statistika, Ekonomi indonesia, Metodologi Penelitian, & Metode Penelitian Kuantitatif, dan Sesundaan

Ayo capai Indonesia Emas 2045

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menjaga Stabiloitas Keuangan Global di Tengah Fragmentasi Dunia

16 Oktober 2025   15:50 Diperbarui: 16 Oktober 2025   15:34 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menjaga Stabilitas Keuangan Global di Tengah Fragmentasi Dunia

Oleh: Benito Rio Avianto

Ketika para pembuat kebijakan dan pemimpin keuangan dunia berkumpul di Washington D.C. untuk menghadiri IMF--World Bank Annual Meetings dan High-Level Regional Financing Arrangements (RFAs) Dialogue bulan ini, satu pertanyaan besar mencuat: bagaimana menjaga stabilitas keuangan global di tengah meningkatnya volatilitas dan fragmentasi ekonomi dunia?

Menutup diri bukanlah jawabannya. Arus modal dan guncangan finansial tak mengenal batas negara. Dalam beberapa tahun terakhir, siklus keuangan global semakin terasa, terutama akibat perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat, fluktuasi nilai tukar, dan pergerakan modal yang cepat menyebar ke seluruh dunia. Bagi kawasan Asia yang perekonomiannya terbuka dan saling terhubung, efek rambat (spillover effects) ini sangat nyata.

Ketidakpastian Baru Dunia

Tantangan yang dihadapi tidak hanya bersumber dari sektor keuangan. Fragmentasi geoekonomi, percepatan transformasi digital, dan guncangan iklim yang semakin sering memperlemah daya tahan ekonomi negara-negara berkembang. Dunia kini menghadapi risiko yang lebih kompleks dan saling terkait---mulai dari krisis likuiditas, ketegangan geopolitik, hingga ketimpangan akses pembiayaan global.

Dalam konteks inilah, peran Global Financial Safety Net (GFSN) menjadi kian vital. Jaring pengaman global ini terdiri atas tiga lapisan utama: Dana Moneter Internasional (IMF), mekanisme pembiayaan regional (RFAs), dan jalur pertukaran mata uang antarbank sentral (bilateral swap lines). Di Asia Timur, Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) berfungsi sebagai RFA kawasan ASEAN+3---penyangga krisis sekaligus instrumen kepercayaan pasar. Melalui kerja sama erat dengan ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO), CMIM menyediakan akses likuiditas darurat dan memperkuat koordinasi kebijakan.

Namun, tidak ada mekanisme regional yang bisa berdiri sendiri. Ekosistem keuangan global hanya dapat berfungsi efektif bila lapisan global dan regional bekerja selaras. Secara kolektif, ekonomi ASEAN+3 kini memiliki potensi daya tangkal krisis lebih dari US$8,6 triliun, termasuk US$240 miliar melalui CMIM---menegaskan komitmen kawasan terhadap ketahanan finansial bersama.

Reformasi Regional: Dari CMIM hingga AMRO

Kawasan ASEAN+3 tidak tinggal diam. Berbagai langkah reformasi telah diambil untuk memperkuat daya tanggap dan kredibilitas CMIM. Pengenalan Rapid Financing Facility (RFF), misalnya, menjadi terobosan penting yang memungkinkan pencairan dana lebih cepat dalam situasi darurat. Selain itu, pengakuan terhadap mata uang bebas pakai selain dolar AS (freely usable currencies) memperluas opsi kebijakan moneter kawasan dan menandai meningkatnya kemandirian finansial Asia.

Diskusi untuk membentuk struktur paid-in capital juga tengah digodok guna memperkuat kapasitas keuangan CMIM. Semua ini bukan sekadar penyesuaian teknis, tetapi wujud nyata kesadaran bahwa pencegahan dan penanganan krisis membutuhkan tiga hal: kecepatan, kredibilitas, dan kolaborasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun