Aktif 2024
5. Implikasi bagi Indonesia
Bagi Indonesia, keberadaan pajak OTT bukan sekadar instrumen fiskal, melainkan strategi kedaulatan ekonomi digital. Tantangannya ada dua: Kapasitas pengawasan dan kepatuhan: belum semua platform asing memiliki entitas tetap di Indonesia, sehingga pengawasan transaksi digital lintas negara menjadi sulit. Keseimbangan investasi dan kedaulatan fiskal: pajak digital yang terlalu agresif bisa menurunkan minat investasi di sektor teknologi, terutama startup dan konten kreator lokal yang bergantung pada platform global.
Namun, jika dikelola secara hati-hati, kebijakan ini bisa memperkuat basis pajak nasional, menciptakan level playing field antara pemain lokal dan global, serta mendorong transparansi data ekonomi digital.
6. Arah ke Depan
Di tengah tarik-menarik antara kepentingan nasional dan konsensus global, arah kebijakan ideal bagi Indonesia adalah: Mengadopsi pendekatan hybrid: mengombinasikan digital PE (basis BEPS) dengan mekanisme VAT digital dan pelaporan transaksi lintas batas. Memperkuat kerja sama ASEAN agar kawasan memiliki keseragaman tarif dan aturan pelaporan, sehingga tidak menjadi surga arbitrase pajak. Menyiapkan kapasitas administrasi digital (AI-driven tax compliance system) untuk mengawasi transaksi lintas platform secara real-time.
Pajak digital bukan sekadar pungutan atas keuntungan platform OTT, tetapi simbol kedaulatan fiskal di era tanpa batas. Dunia sedang berlari menuju sistem perpajakan baru yang menempatkan nilai data, interaksi, dan perhatian manusia sebagai sumber ekonomi. Bagi Indonesia, momentum ini adalah peluang untuk memastikan bahwa setiap klik, tonton, dan transaksi digital ikut menyumbang bagi pembangunan negeri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI