Letak Kota Kalibaru
Sebagai warga Kalibaru, saya selalu merasakan kebanggaan mendalam terhadap kampung halaman saya ini. Kami berlokasi di bagian paling barat Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, langsung berbatasan dengan Jember. Ciri khas daerah kami adalah bentang alam perbukitan yang hijau dan udara yang selalu sejuk menyelimuti. Saya bisa merasakan semilir angin dari lereng Gunung Raung, dan aliran sungai-sungai seperti Kalibaru Manis menambah keasrian pemandangan yang terhampar di sekitar kami. Ketinggian Kalibaru sekitar 428 meter di atas permukaan laut ini benar-benar menciptakan suasana yang damai dan menyejukkan. Di tengah anugerah alam yang begitu indah ini, ada satu warisan budaya yang tak pernah kami lupakan, justru kami jaga erat: seni pertunjukan Jaranan.
Bagi kami, Jaranan---yang mungkin Anda kenal dengan sebutan Kuda Lumping---bukanlah sekadar tarian biasa. Ia adalah sebuah tarian dinamis yang melibatkan penari di atas replika kuda yang terbuat dari anyaman bambu atau kulit. Di Kalibaru, Jaranan telah menjadi bagian integral dari jalinan kehidupan sosial dan spiritual kami. Lebih dari sekadar hiburan, ia adalah sebuah tradisi yang mendarah daging dalam keseharian.
Menyelami Akar Sejarah dan Makna Filosofis Jaranan Kalibaru
Saya percaya, sejarah Jaranan di Kalibaru tak bisa dilepaskan dari sentuhan budaya Jawa dan nuansa mistis yang sangat kental, sebuah warisan abadi dari para leluhur kami. Kami sering mendengar kisah bahwa Jaranan dulunya adalah cerminan dari semangat kepahlawanan dan perjuangan, dengan kuda sebagai lambang kegagahan dan kekuatan. Setiap gerakan dalam tarian ini sering kali menggambarkan adegan pertempuran heroik atau ritual sakral yang bertujuan memohon kesuburan serta keselamatan bagi seluruh wilayah Kalibaru.
Lebih dari sekadar memukau pandangan, Jaranan juga menyimpan filosofi mendalam yang senantiasa kami pahami. Kuda lumping itu sendiri diibaratkan sebagai simbol nafsu duniawi yang harus selalu kami kendalikan. Melalui setiap ritual dan pementasannya, kami berharap---dan juga para penonton---dapat merenung, belajar menundukkan keinginan duniawi, dan akhirnya menemukan kedamaian batin. Ini adalah pengingat berharga yang selalu menyertai langkah kami dalam menjalani hidup di Kalibaru.
Keunikan dan Atraksi Jaranan Kalibaru
Setiap kali ada pementasan Jaranan di desa kami, saya selalu menyaksikan bahwa semua diawali dengan prosesi sesaji dan ritual khusus untuk memohon kelancaran dan perlindungan. Para penari, yang sebagian besar adalah kaum pria, tampil dengan balutan kostum tradisional khas, riasan wajah yang mencolok, dan aksesori gemerlap---persiapan mereka selalu terlihat penuh dedikasi.
Bagi saya, musik pengiring adalah denyut nadi dari Jaranan. Alunan gamelan yang energik---mulai dari gong, saron, hingga kendang---kadang diperkaya dengan suara terompet atau suling, menciptakan atmosfer yang begitu magis. Irama musik yang menghentak ini sering membawa para penari ke dalam kondisi trans atau kerasukan. Momen inilah yang paling dinanti dan sekaligus paling membuat kami terpukau.
Puncaknya, para penari yang sedang kerasukan akan menunjukkan atraksi-atraksi yang terkadang membuat kami sulit memercayainya:
- Mengunyah Kaca: Saya sendiri pernah melihat mereka mengunyah pecahan kaca tanpa sedikit pun terluka.
- Kekebalan Tubuh: Mereka memperlihatkan ketahanan fisik luar biasa terhadap benda-benda tajam.
- Mengupas Kelapa dengan Gigi: Atau aksi-aksi lain yang melampaui kemampuan manusia biasa.
Bagi kami, atraksi-atraksi ini bukan sekadar unjuk kekuatan. Kami sangat meyakini bahwa ini adalah manifestasi energi spiritual yang merasuki raga penari. Setelah semua aksi selesai, seorang pawang atau 'dhukun' akan membantu para penari untuk "kembali" ke kesadaran normal mereka, dan kami pun merasa lega melihat mereka kembali pulih.
Jaranan dalam Detak Kehidupan Masyarakat Kalibaru
Di Kalibaru, Jaranan bukan hanya sekadar seni panggung. Ia sudah menyatu dalam setiap sendi kehidupan sosial dan budaya kami. Saya seringkali melihat Jaranan tampil dalam berbagai hajatan penting:
- Pernikahan: Selalu menjadi daya tarik utama untuk memeriahkan suasana pesta.
- Khitanan: Acara sunatan anak-anak terasa lebih meriah dengan kehadiran Jaranan.
- Bersih Desa: Ini adalah upacara adat tahunan yang krusial bagi kami, termasuk di dusun saya, Kalibaru Kulon, untuk syukuran dan memohon keselamatan. Jaranan selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual ini.
- Perayaan Hari Kemerdekaan: Suasana peringatan di tingkat desa maupun kecamatan selalu dimeriahkan oleh pertunjukan Jaranan yang membanggakan.
- Festival Lokal: Bahkan, saat kami mengadakan festival untuk menarik kunjungan wisatawan ke Kalibaru, Jaranan selalu menjadi atraksi bintangnya.
Saya sangat bangga melihat bagaimana sanggar-sanggar Jaranan terus berkembang di berbagai desa di Kalibaru, termasuk di tempat saya tinggal. Ini bukti nyata bahwa seni ini tak pernah mati. Justru, generasi muda kami sangat bersemangat mempelajarinya, mendalami filosofinya, dan bertekad kuat untuk meneruskan tradisi ini agar tak lekang oleh waktu, serta terus menjadi identitas dan kebanggaan budaya kami di Kalibaru.
Jaranan bagi kami di Kalibaru adalah potret nyata dari kekayaan budaya yang begitu dinamis, perpaduan harmonis antara seni tari, musik, ritual spiritual, dan kepercayaan lokal yang kami junjung tinggi. Sebagai salah satu warisan budaya tak benda yang tak ternilai, Jaranan akan selalu menjadi kebanggaan kami di Kalibaru dan daya tarik yang kuat bagi siapa pun yang ingin menyelami keunikan budaya kami.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI