Mohon tunggu...
Beni Guntarman
Beni Guntarman Mohon Tunggu... Swasta -

Sekedar belajar membuka mata, hati, dan pikiran tentang apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ngopi di Kafe Kenthirer Dodol #2

4 Februari 2016   07:21 Diperbarui: 4 Februari 2016   07:30 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Nggak ada mbak,” sahut Heni. “Nomor telepon suaminya?” tanya CintaWP kemudian. “Oh ya ada,” jawab Heni. Sesaat kemudian Heni menghubungi suami Murni.

“Mas Arkes cepat ke klinik. Murni pingsan, tubuhnya kejang dan mulutnya berbuih,” uajr Heni, kemudian mematikan Hp-nya. Matanya terus menatap ke arah Murni yang terlihat pucat membiru.

Tak lama kemudian Arkes, suami Murni, sampai di klinik. Melihat kondisi Murni yang terlihat gawat, Arkes berkata: “ Dok, gimana? Bisa segera dibawa ke rumah sakit nggak?” Dokter mengijinkan Murni dibawa ke rumah sakit.  Heni, Cika, dan Arkes membawa Murni ke rumah sakit terdekat. CintaWP, Narti, dan Parto kembali ke kafe.

“Temannya yang satu itu kok kelihatannya aneh ya mas, “ ujar Narti kepada Parto. “Aneh kenapa?” tanya Parto dan CintaWP bersamaan.

“Orang sibuk menggotong yang sakit, eh tangannya kok malah pegang-pegang payudara temannya yang sakit. Jangan-jangan lesbo,” ujar Narti.

“Aku nggak meratiin,” jawab Parto. “Nggak meratiian atau ngintiip?” sahut Narti.  Parto ketawa, ketiganya lalu ketawa pelan, takut didengar para pengunjung kafe yang terlihat memperhatikan ke arah mereka.

“Temannya yang satu lagi juga aneh, tadi kutanya ada nomor telepon keluarganya nggak? Jawabnya nggak ada. Giliran ditanya ada nomor telepon suaminya nggak, terus dijawabnya ada,” ujar CintaWP.

Suasana kafe “Kenthirer Dodol” kembali tenang. Tiba-tiba CintaWp ingat sesuatu.  Segera menuju ke meja nomor 54. “Ada nggak barang-barang mereka tadi yang tertinggal di sini?” teriaknya, kepada anak buahnya.

“Ada mbak, tuh tiga kantong kertas,” jawab Yanti, yang duduk di meja kasir. CintaWP memeriksa isi kantong kertas itu satu per satu.  Kaget, ternyata salah satu kantong itu berisi celana panjang yang robek.  CintaWP tidak memeriksanya lebih jauh, matanya justru tertuju ke salah satu tas yang kosong namun di dasarnya terlihat ada serbuk putih, seperti gula halus. Diambilnya serbuk itu dengan ujung jari kelingkingnya, dan kemudian diperhatikannya dengan seksama. “Bening seperti gula. Jangan jangan racun sianida,” ujar CintaWP dalam hati. 

Diambilnya serbuk itu kemudian disimpannya. CintaWP masuk ke ruang kerjanya, dan mencatat semua apa yang diketahuinya tentang kejadian  yang baru saja terjadi di Kafe “Kentihirer Dodol”. CintaWP menyuruh anak buahnya segera membereskan meja nomor 54, dan menyimpan sisa kopi Aceh yang tadi diminum oleh Murni. Nalurinya berkata bahwa sebentar lagi Polisi akan datang menanyakan perihal kejadian yang menimpa Murni. Dugaannya benar, sekitar jam 19.15 WIB datang serombongan Polisi. CintaWP menemuinya dan memberikan segala keterangan apa yang diminta oleh Polisi.  Barang bukti sisa kopi dalam gelas, beberapa barang yang tertingal di kursi dan meja tempat kejadian semuanya diambil oleh Polisi. CintaWP mendengar cerita dari polisi yang datang bahwa Murni meninggal, diduga disebabkan oleh keracunan.

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun