Mohon tunggu...
BEN HUANG
BEN HUANG Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Im Rich Dad

Open minded Dad.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belantara Beton

19 Juni 2021   05:33 Diperbarui: 19 Juni 2021   05:29 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menempuh perjalanan darat selama delapan jam, akhirnya rombongan Kuliah Kerja Lapangan Mahasiswa itu tiba di Ibu Kota. Gemerlap lampu metropolitan, menyapaku, menuntunku berkhayal, apakah kelak kehidupan seperti ini yang ku inginkan?.

Perkenalkan, namaku Beni, aku mahasiswa semester 6. Aku seorang introvert, karenanya aku lebih sering habiskan waktuku di perpustakaan. Aku berasal dari keluarga sederhana, Ayahku hanya seorang pegawai negeri, sedang ibuku adalah ibu rumah tangga. Setiap hari, ayahku selalu berkata, kuliahlah yang pintar, agar kelak merantau ke ibukota, lalu menjadi pegawai negeri. Tanpa disadari, perkataan itu sudah masuk dalam alam bawah sadarku.

Setibanya di kamar hotel, aku bersama tiga kawanku lainnya, ada reza, dika dan rizka. Aku bergegas mendekati jendela, membuka tirai, hatiku berdecak kagum melihat deretan pencakar langit dengan kelap-kelip lampunya. Tak lama kemudian, aku menelepon sahabatku, Nadia namanya. 

Aku pikir, ini saat yang tepat, untuk menghabiskan waktu, melihat pemandangan yang jarang kami lihat. Tak lama, pintu berbunyi ketukan dan Nadia pun bergabung bersama kami.

Di dekat jendela, kami berdua menghabiskan waktu sambil melihat pemandangan belantara beton berwarna warni. Membicarakan banyak hal, masa depan, masa lalu, hingga saat ini. Entah berapa banyak batang rokok yang ku habiskan malam itu, kantuk makin terasa berat, teman-teman yang lain pun sudah mulai untuk beristirahat.

Seolah Nadia tak punya letih, tak terasa sepertiga malam telah tiba, padahal esok hari jadwal kegiatan telah menanti. Kami berdua saling memandang satu sama lain, ia menatap mataku dengan tajam, aku pun demikian. Seakan, tak ingin lepas, kami semakin mendekat. Entah apa yang menyihir Nadia dan aku di fajar itu.

Ia tak mengatakan sepatah kata pun, tentang rasa dihatinya, akupun beranikan diri untuk mengatakan kembali seperti yang ku katakan seperti dibawah pohon beberapa waktu lalu. "Nadia, I Love U So Much". Kataku dengan pelan, namun, ia sama sekali tak pernah mengutarakan isi hatinya kepadaku. Ia benar-benar mahluk paling misterius yang ku kenal. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun