Mohon tunggu...
Imam Rahmad
Imam Rahmad Mohon Tunggu...

Ketika yang lain apa adanya, biarkanlah aku bersandiwara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Eksistensi Mahasiswa Sebagai Agent of Change, Agent of Social Control dan Agent of Intellectual

28 Juni 2013   10:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:18 3849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa, sebuah gelar baru yang hingga kini “dibanggakanoleh sebagian besar masyarakat.Mahasiswa konon adalah para generasi harapan yang kelak mampu membawa perubahan bagi negara Indonesia untuk bisa bersaing dengan negara-negara di dunia. Sebutan itu hendaknya bisa menjadi cambuk bagi mahasiswa itu sendiri yang dipandang sebagaiAgent of changeagenperubahan. Mahasiswa dituntut mampu untuk mengontrol keadaan negara; bukan untuk sekedar mengkritik, tetapi juga memberikan kontribusi yang riil untuk perubahan yang lebih baik (agent of social control). Sebagai kaum intelektual mahasiswa harus bersikap berani dan kritis, berani untuk mendobrak zaman ke arah kemajuan dan kritis terhadap kebijakan para pemegang roda pemerintahan.

Mahasiswa berperan sebagai transportasi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Beban dan tanggung jawab menjadi mahasiswa sangatlah besar. Mahasiswa harus berani menyampaikan kebenaran tanpa menutupi kebohongan, selalu meneriakkan keadilan, sehingga semua harapan rakyat dan juga janji manis para politisi yang selalu berkoar dengan dalih demi kesejahteraan atas nama rakyat bisa terealisasikan, bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Namun, itu semua hanya akan menjadi label yang hampa tanpa makna jika mahasiswa tidak mampu memberikan perubahan yang signifikan bagi masyarakat dan negara.

Sekian persen dari mahasiwa beberapa tahun belakangan ini sudah kehilangan jati dirinya sebagai mahasiswa sejati. Mahasiswa bangga akan gelarnya namun lupa akan tanggung jawabnya, ketika mahasiswa diming-iming beasiswa yang memang menggiurkan, dengan antusias para hamba ilmu yang numpang belajar di perguruan tinggi itu akan hanya melaksanakan tanggung jawab akademis saja sekedar untuk mendapatkan IP yang tinggi. Pulang-pergi kampus, menyelami seluruh isi perpustakaan dan mengisi penuh otak mahasiswa dengan berbagai macam teori, baik dari ceramah dosen di kelas maupun dari bertumpuk-tumpuk buku dan lembaran makalah yang menemaninya setiap waktu. Tapi mahasiswa lupa bahwa tanggung jawab sebagai mahasiswa tidak hanya tanggung jawab akademis saja. Mahasiswa mengacuhkan realita yang ada di tempatnya mencari ilmu.

Pada dasarnya sah-sah saja dan bahkan akan menjadi suatu nilai plus jika para kaum terpelajar yang bernama mahasiswa dan dipandang berkedudukan tinggi tersebut mampu menunjukkan bahwa ranah kognitif mahasiswa yakni dari segi akademisijuga tinggi dan pantas untuk dibanggakan (agent of intellectual). Tetapi itu semua tidak berarti apa-apa, jika untuk kedepan, implementasinya untuk lingkungan sekitar adalah kosong alias “nol besar”. Akan jauh lebih baik jika mahasiswa itu belajar untuk aktif, kritis dan tanggap sejak dini, yakni dimulai dari lingkungan kampus mahasiswa sendiri. Kampus adalah miniatur negara dan warga kampus yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan karyawan adalah masyarakat negara tersebut, mahasiswa hendaknya tidak lupa akan perannya sebagai generasi harapan. Ketika mahasiswa berikrar dalam sumpah mahasiswa “bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan”, maka kewajiban untuk membela dan memperjuangkan bangsa yang selalu gandrung akan keadilan ini adalah hukum wajib. Sejak pelajar tercatat sebagai mahasiswa, mahasiswa harus belajar peduli dengan kampusnya sendiri dan itu semua tidak cukup hanya dengan kata-kata di lisan saja tetapi perlu implementasi atau tindakan riil. Atribut dan status sebagai mahasiswa sudah disandang, maka wajib hukumnya meninggalkan atribut dari pelajar SMA yang masih mengutamakan dunia hedonisme dan manja, menjadi mahasiswa yang mengutamakan kepentingan sosial, demokratis, kritis dan progresif.

Masa awal mahasiswa adalah masa transisi dari huru-hara masa remaja menuju ke arah dewasa yang dituntutuntuk bertanggungjawab sebagai tulang punggung perubahan bangsa. Mahasiswa dituntut untuk bangun dari buaian tidur panjang mahasiswa yang hanya bermimpi manis dengan cita-cita yang diimpikan tanpa ada tindakan yang jelas dan terarah. Mahasiswa harus mulai meniti langkah dengan arah dan tujuan yang pasti. Sejak ia memutuskan untuk menyambangi bangku perkuliahan, para mahasiswa harus punya dasar dan alasan atau kelak ia akan menjadi apa setelah dikukuhkan menjadi sarjana. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan bahwa setiap kali sebuah perguruan tinggi ataupun universitas melaksanakan acara wisuda maka itu akan menambah sepersekian persen dari jumlah pengangguran yang ada di Indonesia. Sungguh ironis, padahal jika kita menilik akan definisi mahasiswa adalah sebagai kaum intelektual yang akan membawa perubahanke arah progresif, seharusnya mahasiswa mampu memberi solusi bagi negara untuk mengurangi angka pengangguran yang kian tahun kian bertambah besar. Namun harapan hanyalah tinggal harapan belaka jika keadaan mahasiswa sekarang hanya mengandalkan gelar belaka tanpa ada skill yang mumpuni.

Perubahan, adalah satu kata yang sangat didambakan untuk membawa kemajuan bagi bangsa, dan mahasiswa dituntut untuk memulai perubahan itu. Merubah iklim hedonisme di kampus menjadi iklim yang penuh dengan hawa intelektualitas dan progresifitas. Mahasiswa seharusnya bisa mengimplementasikan kemampuannya di kampus dan juga lingkungan tempat tinggalnya sehingga keberadaannyasebagai mahasiswa akan sangat berpengaruh positif. Mahasiswa bisa menggunakan kampus yang merupakan miniatur negara sebagai tempat belajar sekaligus praktek berbirokrasi yang positif melalui organisasi-organisasi yang ada sehingga mahasiswa tidak menjadi mahasiswa yang vakum dan pasif.

Kampus, ketika kaum elit intelektual yang tidak lain adalah mahasiswa memasuki dunia ini sebenarnya banyak sekali sarana dan fasilitas yang bisa mahasiswa fungsikan untuk belajar menjadi manusia sejati, mahasiswa dengan peran dan tanggung jawabnya, asal mahasiswa tidak buta dan tuli dengan berbagai realita sekitarnya. Di kelas mahasiswa dengan mudah bisa mengusung berbagai macam ilmu dan teori yang akan menambah jiwa keintelektualannya, sedangkan di luar kelas terdapat kegiatan ekstra maupun intra kampus UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) dan SMJ (Senat Mahasiswa Jurusan) yang dinaungi DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa). Mahasiswa bisa berbaur dalam berbagai bentuk organisasi yang akan menambah intelektual skill mahasiswa. Jika para mahasiswa itu mampu memprogandakan antara prestasi akademik dan skill niscaya mahasiswa akan menjadi mahasiswa yang sesungguhnya, memiliki jiwa aktifis yang tidak anarkis. Menjadi mahasiswa sesungguhnya yang kelak bisa mambawa perubahan bagi dirinya, masyarakat dan negaranya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun