Giman hanya termangu, ditengah terik matahari yang menyengat, namun diujung jauh pandangan mata terlihat mendung mulai merangkak.Satu bulan terakhir hasil memulung tak mencukupi makan sekeluarga, entah orang-orang lagi susah atau memang lagi irit membuang sampahBiasanya ditempat sampah rumah-rumah banyak botol kemasan plastik hingga kardus usang, yang sangat berharga bagi Giman untuk bisa mendapatkan penghasilan, meski harus dibagi untuk makan dan keperluan sekolah Yati, anak gadis semata wayang yang duduk di kelas 5 SD
Seperti hari kemarin, Giman berjalan memutari beberapa komplek perumahan, sesekali duduk termenung sembari membasahi kerongkongannya yang kering, bekal air putih yang dia bawa
Gerobak masih kosong, hanya terlihat beberapa botol kemasan dan kardus serta plastik
Teringat masa lalunya yang masih dia rasakan nikmat dan nyamannya hidup, kala aktif menjadi buruh pabrik kecap. Hampir tiap hari hingga larut malam bekerja, masih bisa menyisakan uang untuk membeli makanan kesukaan istri dan anaknya.
Dan setiap Idul Fitri selalu pulang kampung, ditengah hiruk pikuknya jalanan dengan sepeda motor.
Ada kebanggaan di kampung, berkumpul orangtua dan mertua serta kerabat, saling berbagi cerita dan pengalaman, masih bisa dipandang hidup yang layak mempunyai sepeda motor serta bisa berbagi rejeki
Lima tahun sudah dia di PHK perusahaan, yang katanya akan bangkrut.
Kehidupan ibukota semakin keras, setelah mencoba berbagai macam pekerjaan, akhirnya Giman harus mengakui kekalahannya.
Satu persatu barang dia jual hingga sepeda motor kebanggaannya demi kehidupan anak istrinya
Dan dua tahun dia memutuskan untuk menjadi pemulung, daripada merepotkan sanak saudaranya
Mendung kian menggelayut dengan cepat, Giman tergopoh-gopoh mencari tempat berteduh. Dan hujanpun menghantam dengan deras.
Giman duduk berlindung gerobak dari hempasan angin kencang, menahan dingin dan lapar
Tak terasa waktu bergulir malam, sesaat rintik masih menetes, Giman memutuskan pulang
Derap langkahnya berat, seberat pikirannya berkecamuk teringat wajah-wajah tercinta mengharapkan hasil memulungnya
Giman berjalan pelan memasuki belakang rumahnya, menyandarkan gerobaknya dan mandi.
Dan Giman melihat diatas meja makan sederhana hanya sepotong ikan asin dan sedikit nasi, perutnya terasa lapar, namun dia memutuskan untuk bertahan, mengingat esok untuk sarapan Yati ke sekolah
Dalam kamar, istri dan anaknya telah tertidur pulas. Giman memandang mereka dalam-dalam, hingga terasa nyeri di ulu hatinya dan tak terasa airmatanya menetes
Diambilnya wudhu, digelarnya sajadah usang, dengan khusyuk sholat.
Dengan bibir bergetar dan kepiluan menusuk kalbu, Giman mencurahkannya pada Yang Maha Kuasa.
Beberapa saat, tersengguk tangis yang dia tahan, Giman menunduk.
Dan Giman pun menarik nafas dalam dalam iringan sebait doa :
" Hanya padaMu aku berserah diri akan perjalanan kehidupanku, berilah kekuatan.
Meski aku harus menahan lapar dan haus, meski aku turut menyengsarakan anak istriku, namun setidaknya aku masih mampu untuk berdoa "