Mohon tunggu...
Bella Zoditama
Bella Zoditama Mohon Tunggu... -

Seorang perempuan yang menulis serta membaca. Lulusan Manajemen Bisnis yang tertarik pada bidang kepenulisan, pendidikan, marketing, dan kesenian. Blog personal: bellazoditama.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

#PekanASI Mengapa Belajar ASI Penting bagi yang Belum Menikah?

6 Agustus 2016   16:10 Diperbarui: 6 Agustus 2016   22:37 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Breastfeeding is not only the cornerstone of a child’s healthy development; it is also the foundation of a country’s development." - worldbreastfeedingweek.org

Awal minggu di bulan Agustus (tanggal 1 – 7 Agusus) ini rupanya dijadikan sebagai Pekan Asi Sedunia atau

World Breastfeeding Week. 

Tujuannya

 

sendiri ternyata untuk mengingatkan kepada masyarakat dunia tentang betapa pentingnya Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi. Dikutip


dari laman WHO, tema yang diangkat di tahun ini adalah “Breastfeeding A Key to Sustainable Development”.

Sumber gambar: worldbreastfeedingweek.org
Sumber gambar: worldbreastfeedingweek.org
Namun, saya tidak akan membahas tentang manfaat atau seluk-beluk ASI yang mungkin dengan mudah kita dapatkan di internet. Bukan ranah saya pula untuk mengingatkan para ibu menyusui bayi mereka secara eksklusif minimal 6 bulan. Saya hanya ingin sekadar bercerita sebagai seorang perempuan muda, yang masih single, belum menikah, apalagi punya anak, tentang kaitan antara perempuan dan kesiapan mereka dalam menjadi seorang ibu, terlebih untuk menyusui anak mereka. Rasanya momennya sangat pas untuk dibahas saat ini.

www.huffingtonpost.ca

Cerita pertama, dari seorang perempuan yang saya kenal dekat.

Kami saling mengenal sejak masih belum fasih berjalan hingga saat ini. Selisih umur kami hanya terpaut 1 tahun dan garis nasib membawa kami pada kisah hidup yang berbeda. Dia sudah menikah dan saat berperan menjadi seorang ibu sekaligus wanita karier. Setahun yang lalu, saya sempat bertemu dengannya di masa 40 hari setelah dia melahirkan.

Rasanya agak sedikit canggung ketika kami berada di kamar, saling mengobrol, dan dia sedang menyusui bayinya. Ya, mungkin saya saja yang belum terbiasa dengan kondisi begitu. Lalu, dia bercerita tentang persalinannya dan bagaimana dia tidak menyangka akan menjadi ibu baru. Ibu muda.

Satu hal yang saya sayangkan dari ceritanya adalah pengetahuannya terkait dunia parenting dan anak-anak rasanya sangat minim, bila dibandingkan dengan saya yang notabene belum punya anak. Terlebih ketika saya tahu rumah sakit tempatnya bersalin sempat memberikan anaknya susu formula karena dia tidak langsung mengeluarkan ASI dan melakukan IMD. Rasanya saya ingin menggeram marah.

Kemudian dia berkata kalau dia akan menyusui bayinya secara eksklusif. Tentu saya sempat tertegun dulu. Bagaimana bisa dia menyusui bayinya secara eksklusif sementara ketika lahir bayinya sudah dicekoki susu formula? Namun, saya diam saja dan tidak berani menge-judge-nya walaupun pernyataannya agak blunder. Toh, semua orang punya pilihan bukan?

Sudah begitu, dia bingung karena anaknya sering gumoh saat menyusui. Ketika saya perhatikan, ternyata posisi menyusuinya salah sehingga anak tidak nyaman dan akan memuntahkan apa yang dia minum. Saya pun memberitahukannya tentang posisi menyusui yang sempat saya lihat di internet.

Lalu komentarnya, “Lho, kok kamu lebih tahu daripada aku sih, Dek? Hahaha...”

Saya cuma ikut tertawa walaupun dalam hati miris juga sebenarnya.

Cerita kedua, dari seorang penulis muda yang memenangkan sayembara menulis.

Beberapa hari yang lalu, saya bersama seorang teman mendatangi sebuah diskusi puisi dengan pembicara tiga orang pemenang lomba sayembara yang diadakan oleh salah satu instansi bergengsi. Di antara ketiga orang tersebut, sang juara ketiga begitu menarik perhatian saya. Lantaran tema yang diambil dalam puisinya terasa berbeda dibandingkan yang lain.

Dia mengangkat tema tentang menjadi ibu baru. Ternyata itu pun juga diambil dari pengalamannya sendiri ketika menjadi seorang ibu. Salah satu puisinya yang menurut saya sukai dan tampak sangat jujur berjudul Payudara.

Buah ini suka bibir, tangan dan matamu/ kecuali pompa susu

Di saat itu dia menjelaskan tentang makna dari tulisannya kira-kira seperti ini:

“Semua orang mengatakan kalau perempuan itu harus menyusui anaknya seperti pompa susu. Padahal perempuan juga punya hak untuk tidak melakukan itu.”

Maaf kalau ada kutipan tersebut salah, maupun saya salah menafsirkannya. Begitulah gebrakannya dalam dunia ibu. 

Cerita ketiga, dari seorang ibu muda yang anaknya sekarang sudah berumur 1 tahun

Dari kedua orang yang sudah diceritakan sebelumnya, teman saya ini adalah orang yang paling siap menjadi seorang ibu. Dalam ceritanya, dia memilih untuk resign dari pekerjaannya dan mengurusi kehamilannya sendiri. Dia pun ikut kelas laktasi dan belajar-belajar tentang seluk-beluk menjadi orangtua.

Dia adalah potret ibu muda masa kini. Di mana tidak mau terjebak dalam pendidikan dan pola asuh di masa lalu. Kemudian mencari tahu dan membuat perubahan sendiri.

"Motherhood instinct memang nyata tapi insting itu nggak semerta-merta bikin kita jadi lihai gendong bayi atau menyusui. Kalau saja dari dulu aku tahu bahwa menjadi ibu itu perlu pengetahuan luas tanpa batas, aku akan belajar banyak sejak dari zaman kuliah. Pengetahuan bagi para ibu itu penting sekali, salah satu manfaatnya adalah mempermudah proses merawat bayi," katanya.

Tulisannya yang lain bisa dibaca di blognya. Saya sendiri sering berdiskusi banyak soal parenting kepadanya. Ya, karena saya begitu penasaran dan hitung-hitung menyiapkan bekal selagi menunggu waktu. 

*

Berdasarkan dari cerita di atas, saya sendiri merasa bahwa rupanya banyak dari kita, terutama perempuan yang nantinya akan menjadi calon ibu belum paham betul tentang menjadi seorang ibu. Ini bukan hanya sekadar motherhood instict saja tapi bagaimana cara menyiapkan bekal yang baik untuk calon buah hati kita kelak. Terlebih terkait masalah ASI.

Padahal, menyusui pun butuh persiapan. Banyak hal yang harus diurus, terlebih ketika seorang perempuan sudah dinyatakan hamil.

Oh, ya, buat yang sedang hamil, ternyata WHO mencanangkan program 7 kontak plus menyusui. Dikutip dari The Urban Mama, begini isinya:

  1. Kontak 1, pada ibu dengan usia kehamilan 28 minggu, di sini akan dibahas mengenai anatomi payudara dan fisiologi menyusui (mekanisme produksi ASI, cara kerja menyusui), keuntungan menyusui, Manfaat ASI vs Dampak susu formula, perawatan payudara selama hamil, seputar Inisiasi Menyusu Dini dan teori mengenai posisi dan perlekatan bayi menyusu (praktiknya akan langsung pada bayi setelah lahir). Urban Mama Papa boleh saja mencatat, untuk dibaca-baca di waktu senggang menjelang kelahiran bayi.
  2. Kontak 2, pada ibu dengan usia kehamilan 36 minggu, di sini refreshpembahasan di kontak pertama dan lebih menekankan mengenai seputar Inisiasi Menyusu Dini (IMD), agar Mama siap dan dari awal diskusikan dengan DSOG mengenai kebutuhan IMD. Selain itu urban Mama Papa juga diberikan informasi mengenai fisiologi pembentukan ASI (laktogenesis 2) di 3 hari pertama pasca kelahiran, perlunya rawat gabung jika Mama dan bayi stabil. IMD dan rawat gabung merupakan salah satu kunci keberhasilan menyusui.
  3. Kontak 3, pada saat persalinan di ruang bersalin saat dilakukan Inisiasi Menyusu Dini. IMD adalah proses menyusu dimulai segera oleh bayi ketika lahir (syarat bayi bugar setelah dinilai oleh DSA dan ibu stabil), bayi ditaruh di dada atau perut ibu dengan posisi tengkurap, minimal selama 1 jam, tidak diinterupsi. Di sini tenaga kesehatan cukup memantau, tidak perlu mengarahkan bayi ke puting, biarkan bayi yang mencari sendiri (prinsip IMD, proses menyusu dimulai segera bukan keberhasilan menemukan puting). Ini momen sangat berharga antara bayi-ibu dan ayah yang tidak akan terlupakan seumur hidup. Setelah IMD, pentingnya rawat gabung dan bedding in. Bedding inartinya ibu dan bayi 1 tempat tidur, bayi tidak tidur di tempat tidur bayi. Dimulai rangsangan skin to skin contact untuk menstimulasi bonding antara ibu dan bayi, ini penting untuk keluarnya kolostrum di hari-hari awal pasca melahirkan.
  4. Kontak 4, pada saat hari-hari awal pasca melahirkan, ibu masih dirawat di RS atau RB. Di sini konselor menyusui akan visit ibu untuk membimbing cara memosisikan bayi dan membantu bayi menyusu dengan perlekatan yang baik, diberikan informasi mengenai perkembangan BB bayi ASI eksklusif, keuntungan rawat gabung dan skin to skin contact, gizi ibu menyusui, dan tentang pembentukan ASI tahap 2 (laktogenesis 2) yang akan baik dirangsang sesuai frekuensi bayi menyusu, bonding dan kapasitas lambung bayi, sehingga tidak perlu diberikan cairan tambahan lain.
  5. Kontak 5, saat ibu dan bayi sudah keluar dari RS yaitu pada Hari ke-7 pasca persalinan, di sini akan dibahas masalah-masalah menyusui yang mungkin sudah muncul dan dicari solusinya untuk itu. Urban Mama dapat menanyakan informasi apapun yang dikiranya kurang jelas kepada konselor seperti misalnya manajemen ASI Perah.
  6. Kontak 6, saat hari ke-14 pasca bersalin, dari permasalahan atau kendala yang sudah ada pada kontak sebelumnya dan sudah diberikan solusi akan dipantau pada kontak ini.
  7. Kontak 7, saat hari ke-40 pasca bersalin, di sini dapat diberikan informasi mengenai manajemen ASI perah untuk persiapan ibu bekerja, 1 bulan sebelumnya sudah mempersiapkan “menabung” ASI Perah untuk keperluan bayi nanti.
  8. Kontak plus, diluar waktu-waktu khusus tadi apabila ditemukan masalah dan urban Mama ingin konsultasi segera dengan konselor.

*

Belajar dan mencari informasi sebanyak-banyaknya adalah salah satu bentuk proses yang tidak boleh dilewatkan. Memiliki informasi dapat membantu para calon orangtua menghadapi masalah-masalah yang mungkin terjadi pada saat menyusui nantinya.

Apalagi pemberian ASI eksklusif rupanya sudah tertera pada PPRI No. 33 tahun 2012 sebagaimana dikutip pada pasal 6 yang isinya:

Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi yang dilahirkannya.

Sementara bila ibu tidak dapat menyusui bayinya, dia berhak mencari seorang pendonor bayi yang dalam hal ini dikenal sebagai ASIP (Air Susu Ibu Perah). Ada banyak jalan yang bisa dilakukan tanpa harus mengorbankan si anak untuk menikmati susu formula alih-alih Air Susu Ibu.

Nah, setiap orang juga harus mengambil peran masing-masing. Menyusui bukan hanya untuk perempuan dan anak-anaknya, tapi juga untuk suami serta keluarga terdekat mereka. Penting sekali ibu hamil dan menyusui mendapat dukungan yang positif dari lingkungan terdekat.

Soalnya biar bagaimanapun juga, anak adalah cerminan dari apa yang dia ajarkan dan lengaruh orang-orang yang ditemuinya sehari-hari.

Saran dari teman saya di cerita ketiga adalah,

Carilah partner yang mendukung semua pilihan-pilihanmu. Walaupun itu harus berbanding terbalik dengan apa kata orang tua.

*

Saya mungkin termasuk salah satu orang yang beruntung karena masih punya banyak kesempatan untuk memelajari dunia parenting yang masih baru dan belum saya cicipi sampai sekarang. Karena ternyata saya sering mendengar banyak keluhan dari orang-orang betapa mereka menyesal tidak belajar dari dulu dan seakan tidak punya waktu untuk memelajari hal-hal yang terkesan remeh ini.

Tulisan ini dibuat bukan sebagai bentuk penghakiman. Hal ini saya tulis karena rasa gelisah saya sebagai seorang perempuan yang melihat perempuan lainnya yang jadi ibu baru tanpa siap menjadi ibu. Semoga peran ibu, entah menjadi wanita karier atau menjadi ibu rumah tangga bisa memberikan yang terbaik bagi anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun