Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Benarkan Diri

6 Maret 2024   07:44 Diperbarui: 6 Maret 2024   08:04 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Benarkan diri. Tidak ada satu orang pun yang suka salahkan diri. Salahkan orang lain dan benarkan diri, biasa. Sendiri benar terus. Nafsu untuk benarkan diri dan menang sendiri itu sangat kuat dalam diri setiap orang. Dengan Nafsu benarkan diri inilah setiap manusia itu bisa hidup. Salahkan diri sama dengan bunuh diri. Nalar setiap kita bermain, cari berbagai alasan yang masuk akal untuk benarkan diri. biarpun sering alasan itu tidak masuk akal sehingga sesama yang melihat itu langsung melontarkan ungkapan, sistim burung unta, sembunyi kepala padahal seluruh badan ada di luar, kelihatan. Naluri kita manusia ini memang cari yang benar dan benarkan diri di hadapan sesama. Bangga kalau dapat acungan jempol karena diri benar. Syukur kalau itu benar yang benar-benar benar. Bisa terjadi nampaknya benar padahal terselimuti dengan berbagai ke-tidak-benar-an. kebohongan. Nurani kita tertipu kalau benar yang sekedar dibenar-benarkan padahal sebenarnya tidak benar. Hidup tipu diri. Inilah kerjasama antara empat N: Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani dalam proses benarkan diri. Nurani kita berbinar kalau benar dan memang benar sehingga benarkan diri yanb benar. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Benarkan diri. Luar biasa kalau memang itu benar-benar benar. Menampik tuduhan yang mempersalahkan lalu pertahankan diri dan uraikan panjang lebar tentang benarnya diri yang benar, maka itulah yang harus terjadi setiap saat, benarkan diri, bukan salahkan diri. Setiap penampilan diri kita itu adalah penampilan pembenaran diri. Diri benar duduk di tempat yang benar. Di tempat umum,  duduk  di tempat yang disediakan untuk umum, benar. Kalau duduk di tempat yang sudah dikhususkan untuk orang tertentu, misalnya untuk orang cacat, salah. Itu salah duduk. Kalau sudah salah duduk lalu benarkan diri, ini yang salah.  Pertahankan kesalahan itulah yang sering membuat hidup kita ini tidak nyaman, penuh dengan salah faham sampai bertikai malah saling serang mengarah ke saling bunuh-membunuh.

Benarkan diri. Itu baik sejauh benarkan diri pada posisi yang benar. Saya guru. Pukul murid. Orang bilang itu salah, lalu bela diri, saya benar, murid salah. Posisi guru itu mengajar, mendidik, bukan memukul. Cara mendidik dengan memukul, salajh. Tapi kalau benarkan diri dan pertahankan diri bahwa cara mendidik dengan memukul itu benar, itu salah. Lalu dalam posisi guru, benar, tapi pakai posisi itu untuk menghajar murid bukan mengajar, maka posisi ini salah digunakan. Tidak benar. Sudah tidak benar terus benarkan diri. Itulah contoh kekisruhan dalam hidup kita bahwa pakai salah posisi untuk berbuat yang tidak benar lalu ngotot tetap benarkan diri. Salah.

Benarkan diri. Setiap diri kita manusia ini ada karena benar ada dan adanya kita itu untuk saksikan kebenaran. Kebenaran tentang apa saja. Hidup ini kumpulan berkas benar dan benar tentang kebenaran. Setiap langkah itu benar ke arah kebenaran. Hati-hati, jangan salah langkah. Langkah yang tidak benar itu segera dibalik ke arah yang benar. Jangan pernah kita benarkan diri kalau langkah sudah salah. Hidup benar itu berasal dari sumber kebenaran dan itulah TUHAN. Dari DIA , ke DIA, dalam DIA. Itulah hidup yang benar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun