Mungkin. Mungkin itu hanya tentang waktu yang akan datang. Sekarang ini sedang terjadi. Kemarin sudah terjadi. Besok itulah yang mungkin terjadi. Tidak ada satu orang pun yang bisa pastikan bahwa akan terjadi sesuai yang dimaksud.Â
Hidup ini rentetan mungkin ke mungkin. Nafsu kita mendorong ke arah yang mungkin itu. Nalar kita menduga segala yang mungkin terjadi. Naluri kita mengharapkan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Nurani kita siap terima segala yang mungkin terjadi. (4N, Kwadran Bele, 2011).Â
Segala upaya ditempuh untuk membuka tabir yang penuh kemungkinan. Ada yang memungkinkan, ada yang dimungkinkan dan saya, anda, dia, kita menatap segala yang mungkin terjadi di depan kita. Mungkin ini, mungkin itu dan otak kita dipenuhi begitu banyak mungkin sampai kita terus terombang-ambing antara begitu banyak kemungkinan karena semua tidak ada yang pasti. Semua serba mungkin.
Nafsu kita ada untuk membuat kita tetap berayun antara yang mungkin dan tidak mungkin untuk yang baik dinikmati, yang buruk dihindari. Nalar kita terputar untuk yang tidak mungkin menjadi mungkin sesuai yang kita pikirkan.Â
Naluri kita ibarat elang terbang melayang melihat yang mungkin bisa dicengkeram untuk dinikmati bersama sesama sesuai yang dibutuhkan. Nurani kita manusia ini siap menyukuri terjadinya segala yang mungkin terjadi sesuai harapan kita.Â
Mungkin itu hanya ada dua. Jadi atau tidak jadi. Baik atau tidak baik. Mungkin itu pertaruhan antara dua hal, Â kalah atau menang, mujur atau sial. Tidak ada satu manusia pun yang cari sial.Â
Segala daya dipakai untuk terhindar dari sial yang mungkin bisa terjadi. Sebaliknya, segala tenaga dikerahkan untuk mencapai yang mungkin  terjadi sesuai harapan untuk yang baik dan membahagiakan.Â
Di depan kita terbentang harapan untuk segala yang baik. Kita berjuang untuk yang baik itu. Hal itu bukan mungkin lagi tapi pasti tercapai, terjadi kalau kita tidak menggerogoti diri dengan sikap serba mungkin.Â
Segala daya kita yang kita kerahkan dalam hidup ini untuk mencapai yang baik itu dan itu bukan tidak mungkin. Mungkin sekali. Dan itu pasti. Karena yang berada di ujung jalan itu berdiri yang punya hidup untuk kita nikmati secara berlimpah sampai keabadian. Yang berdiri di ujung jalan itu, DIA, TUHAN. Â