Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tokoh dari Sudut Filsafat (1)

30 November 2020   12:26 Diperbarui: 30 November 2020   12:52 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tokoh bisa ditokohkan atau menokohkan diri. Dalam arti terbatas, tokoh itu pribadi manusia yang terkenal dan dikenal. Dikenal secara luas atau sempit, tergantung pada berapa banyaknya orang yang kenal, berapa lama dikenal, berapa banyak tempat di mana orang-orangnya mengenal sang tokoh. 

Tokoh bisa dalam berbagai hal. Bisa tokoh sejarah, tokoh sastra, tokoh politik, tokoh ilmu. Berapa luas dan lama seorang ditokohkan, tergantung pada bobot ketokohan orang yang ditokohkan. Tokoh itu juga sudah ada kapling ketokohan. Itu tergantung pada minat dari kelompok yang sama minatnya. 

Tokoh bisa disanjung sesaat lalu dicerca sepanjang sejarah. Bisa terbalik. Tokoh dicerca sesaat lalu disanjung sepanjang sejarah. Tokoh biasa ditokohkan karena jasa. Para penikmat jasa itulah yang menokohkan seseorang. Tokoh bisa tokohkan diri dengan berbagai upaya supaya dikenal dan terkenal. 

Tokoh juga bisa ditokohkan oleh kelompok tertentu dan dirinya rela ditokohkan dengan berbagai alasan yang cocok dengan minat pribadi dan minat kelompok. Tokoh biasa dihiasi atau menghiasi diri dengan berbagai gelar sesuai kebutuhan para penggemar. Bisa gelar keahlian, gelar ketangkasan, gelar kejujuran, gelar keberanian, gelar nasional, gelar internasional. 

Banyak tokoh di dunia ini baik dari zaman prasejarah maupun sejarah, sudah ditokohkan karena berbagai alasan oleh kelompok yang mempunyai kepentingan dari ketokohan orang yang ditokohkan.

Dalam kelompok yang paling kecil, keluarga yang hanya terdiri dari dua orang lebih saja ada tokoh. Ayah dan Ibu adalah tokoh dalam keluarga. Suami bisa tokohkan isteri, isteri bisa tokohkan suami. Ada saja alasan untuk saling menokohkan ini. Tergantung berapa besar jasa seseorang itu bagi sesama.

Kita yang hidup inilah yang menokohkan sesama, baik yang masih hidup sezaman dengan kita atau yang sudah meninggal. Apa ukuran ketokohan itu? Ada empat unsur. NAFSU + NALAR  + NALURI  + NURANI. Empat 'N' ini saya pakai untuk mengukur ketokohan orang dari mana pun dan kapan pun. (Kwadran Bele, 2011). 

Menurut ukuran ini, kalau sang tokoh itu dalam diri pribadinya seumur hidupnya memiliki keseimbangan dari 4N ini maka dia adalah tokoh sejati. Seorang tokoh ada NAFSU untuk berbuat hal-hal yang baik dan secara sengaja atau tidak sengaja, dirinya terkenal dan dikenal. Dia kaya harta dan memakai sebahagian kekayaannya itu untuk beramal. Dia dari kalangan turunan yang terhormat. 

Dengan NALAR yang jernih, dia terus berupaya agar kekayaannya terus bertambah secara jujur dan semakin banyak orang yang terbantu oleh limpahan kekayaannya. 

Secara NALURI orang ini mudah jatuh hati pada sesama, terlebih sesama yang menderita dan terpinggirkan. Dia terkenal rasa sosialnya tinggi. Orang ini tidak suka terlibat dalam perbuatan yang menyusahkan sesama karena dia mempunyai  NURANI yang murni dengan yakin bahwa hartanya sementara, dirinya pun hidup ini sementara. Dia percaya TUHAN sumber segala yang dia punya dan dia pakai itu untuk kebaikan sesama. Biarpun dia ada kekurangan di sana-sini tetapi selalu bersandar pada prinsip kasih pada sesama dan taat pada kehendak TUHAN. 

Inilah tokoh sejati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun