Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Pendidik, Penulis, dan Penggerak Literasi

Guru, penulis dan penggerak literasi yang percaya menulis adalah jejak sejarah diri sekaligus warisan nilai bagi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Antara Teguran dan Kekerasan, di Mana Batas Disiplin Sekolah?

15 Oktober 2025   12:26 Diperbarui: 15 Oktober 2025   14:00 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana SMAN 1 Cimarga sepi dari aktivitas setelah ratusan murid mogok sekolah pada Senin (13/10/2025).(KOMPAS.COM/ACEP NAZMUDIN)

"Kami tidak akan sekolah sebelum kepsek dilengserkan."

Kalimat itu sempat terbentang di gerbang SMAN 1 Cimarga, Lebak, sebelum akhirnya dicopot. Sekitar 630 siswa memilih tidak masuk kelas aksi mogok yang membuat suasana belajar berubah tegang.

"Semuanya sekitar 630 murid. Kami sudah koordinasi dengan Wakasek agar KBM tetap kondusif, tetapi ternyata anak-anak punya cerita sendiri," ujar Dini, guru SMAN 1 Cimarga, kepada wartawan (Kompas.com, 14 Oktober 2025).

Kasus bermula dari dugaan kepala sekolah menampar siswa yang ketahuan merokok. Namun di era viral seperti sekarang, kabar sekecil itu bisa meledak jadi krisis besar. Apakah ini soal kekerasan, atau soal komunikasi yang gagal?

Teguran di Era Viral

Dalam klarifikasinya, kepala sekolah mengakui sempat memukul pelan siswa karena menahan emosi. Ia menjelaskan tindakan itu dilakukan spontan saat menegur siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Tapi, peristiwa itu terlanjur menyebar di media sosial, memicu gelombang persepsi publik yang beragam. Guru kini hidup di masa yang serba rumit:

Menegur dengan tegas dianggap kekerasan.
Menegur dengan lembut dianggap tidak berwibawa.

Mereka dituntut tegas tanpa kehilangan empati dan mendidik tanpa menyinggung perasaan remaja yang tumbuh dalam budaya digital cepat tersulut, mudah menyebar.

Setiap interaksi kini bisa direkam, dipotong, lalu diviralkan. Sebuah teguran yang dulu hanya jadi urusan ruang kelas, kini bisa menjelma menjadi perdebatan nasional tentang moral, hukum, dan makna "pendidikan berkarakter." Batas antara "mendidik" dan "melanggar" kian kabur.

Dari Rotan ke Restorasi

Generasi 1990-an mungkin masih ingat rotan, cubitan, atau hukuman berdiri di depan kelas. Dulu, itu dianggap bagian dari proses mendidik. Kini, paradigma berubah. Kementerian Pendidikan mendorong penerapan Disiplin Positif pendekatan yang menekankan dialog, refleksi, dan tanggung jawab tanpa kekerasan fisik.

Berdasarkan beberapa pernyataan Seto Mulyadi, prinsip yang muncul adalah bahwa menegur boleh tetapi guru dan orangtua harus berhati-hati agar teguran itu tidak mempermalukan atau melukai secara emosional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun