Mohon tunggu...
Nina Rahmawati
Nina Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Educated Millennials

Saya mahasiswa Pendidikan Sosiologi, UNJ 2020. Blog ini saya buat guna membagikan pengetahuan dan sekaligus sebagai wadah untuk memenuhi nilai suatu mata kuliah. Semoga ilmu yang saya berikan dapat diterima dengan baik oleh seluruh pembaca. Terima Kasih.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Kasus Kesehatan Mental di Masa Pandemi Covid-19 Menurut Perspektif Sigmund Freud

21 Desember 2021   20:44 Diperbarui: 21 Desember 2021   22:15 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Latar Belakang

Pandemi Covid-19 telah membuat banyak orang, hampir dari semua kelompok umur di berbagai negara, terpaksa menjalani kebiasaan baru yang berpotensi meruntuhkan kesehatan mental. Ahli kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengisyaratkan adanya krisis kesehatan jiwa akibat pandemi. 

Pandemi bukan hanya berdampak secara sosial dan finansial tetapi juga secara mental. Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya. 

Tujuan kesehatan mental adalah mewujudkan manusia yang beradab, mampu menghadapi segala hambatan dalam hidupnya, sehingga dapat berjalan menurut tujuan manusia itu diciptakan secara normal.

Saat memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia yang lalu, WHO menilai bahwa peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia tahun ini memiliki makna khusus. Sebab, pandemi Covid-19 telah membuat banyak orang, hampir dari semua kelompok umur di berbagai negara, terpaksa menjalani kebiasaan baru yang berpotensi meruntuhkan kesehatan mental. 

Ditambah para keluarga korban Covid yang kehilangan anggota keluarga yang dicintai karena tidak bisa mengucapkan dan melihat untuk yang terakhir kalinya. (WHO, 2020). Bombardir berita mengenai Covid-19 menjadi sumber stress tersendiri menjadi pemicu tidak berfungsinya kesehatan mental dengan baik.


Kondisi mental masing-masing individu tidak dapat disamakan. Hal inilah yang membuat topik kesehatan mental bersifat penting untuk diteliti dan dibahas karena berhubungan dengan potensi individu itu sendiri, keluarga dan lingkungan, serta komunitas-komunitas yang ada. dan diharapkan kesehatan mental yang utuh dapat mengoptimalkan diri para pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka menjalankan perannya dalam kehidupannya sehari-hari. Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, keduanya memiliki keterlibatan satu sama lain, bilamana seseorang terganggu fisiknya maka ia dapat dimungkinkan terganggu mental atau psikisnya, begitupun hal sebaliknya.

Analisis Pembahasan

Sigmund Freud adalah seseorang yang lahir di Cekoslovakia pada 6 Mei 1856. Ia merupakan sosok manusia yang cerdas dan sering tidak puas dengan ajaran dan doktrin yang diterimanya sebelum diselidikinya sendiri, sehingga membuatnya berada hanya kurang lebih 4 tahun di Cekoslowakia untuk selanjutnya mengembara ke Wina, Austria, guna mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. 

Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan taksadar (unconscious). 

Topografi atau peta kesadaran ini dipakai untuk mendiskripsi unsur cermati (awareness) dalam setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Sampai dengan tahun 1920-an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur kesadaran itu. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego, dan superego.

Psikoanalitik yang dipelopori oleh Sigmund Freud memandang bahwa kesehatan mental itu akan diperoleh apabila ego mencapai kemenangan dalam pertarungan yang terjadi antara ketiganya. 

Namun tampaknya hasil (kesehatan mental) yang ia peroleh itu, bukanlah hasil yang sebenarnya, melainkan hasil yang semu. Sebab dibalik keberhasilan itu pertarungan--pertarungan di antara ketiganya akan terus berlangsung. 

Ego hampir selalu saja berseberangan dengan Id. Kemudian datang superego yang mencoba melerai keduanya, yang pada dasarnya semakin memperluas arena pertarungan. Dengan demikian, maka manusia adalah makhluk yang penuh dengan sikap pesimis dan tidak akan pernah memperoleh kesehatan mental yang sebenar-benarnya.

Freud berasumsi bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari rentetan konflik internal yang terus menerus. Konflik (peperangan) antara id, ego, superego adalah hal yang biasa (rutin). Karena id menginginkan kepuasan dengan segera, sementara ego menundanya sampai ada kecocokan dengan dunia luar dan superego seringkali menghalanginya. Apabila individu dapat mengatasi setiap konflik yang terjadi di antara ketiga komponen kepribadian tersebut, maka dia akan mengalami perkembangan yang sehat.

Jadi, manusia dipengaruhi oleh tiga komponen kepribadian yaitu id, ego dan superego, ketiganya merupakan komponen yang menjadi kesatuan yang harus bekerja sama namun tidak selamanya satu, terkadang menjadi sebuah konflik yang berdampak pada seseorang. 

Pada orang yang sehat atau normal, terhadap pertentangan antara id dan superego ini (yang masing-masing bersifat tidak realistik dan mutlak) ego meredakan atau menjalankannya, karena ego memiliki referensi yang lebih luas dan realistis, caranya adalah dengan mengambil situasi dan nerima serta nilai yang ada dalam realitas sebagai referensi bagi perilakunya. 

Jadi, kalau dalam id dan superego yang berfungsi adalah fungsi primer, maka ego melaksanakan fungsi sekunder. Primer berarti langsung dipenuhi, sedangkan sekunder sebaliknya.

Dapat diambil kesimpulan, bahwa kesehatan mental menurut Sigmund Freud dapat diperoleh apabila ego mencapai kemenangan dalam pertarungan yang terjadi antara id, ego, dan superego. 

Freud berasumsi bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari rentetan konflik internal yang terus menerus. Konflik (peperangan) antara id, ego, superego adalah hal yang biasa (rutin). Karena id menginginkan kepuasan dengan segera, sementara ego menundanya sampai ada kecocokan dengan dunia luar dan superego seringkali menghalanginya.

Corona virus 2019 (Covid-19) ini merupakan pandemi yang membuat keadaan kesehatan masyarakat global menjadi darurat, untuk memperlambat dan mengurangi penyebaran dari corona virus  ini pemerintah merekomendasikan untuk menerapkan langkah-langkah seperti menjaga jarak, dan isolasi mandiri dirumah. 

Isolasi diri dapat mengurangi tingkat terinfeksi dari Covid-19. Pandemi Covid-19 mengakibatkan pemerintah di berbagai Negara menerapkan strategi penahanan Nasional dalam upaya membatasi penyebaran penularan virus. 

Dampak dari pandemi ini juga antara lain, penutupan sekolah, larangan perjalanan, penutupan layanan fasilitas umum. Meskipun kebijakan pemerintah ini bertujuan baik dalam membatasi penyebaran virus, tetapi terdapat banyak implikasi kesehatan masyarakat yang berpotensi signifikan dari kebijakan tersebut, contohnya seperti gaya hidup yang buruk akibat kurangnya aktivitas fisik selama masa isolasi. 

Kurangnya aktivitas fisik selama masa pandemi ini mengganggu kesehatan fisik serta psikologis, dan dapat menyebabkan kematian yang lebih tinggi.

World Health Organization mengatakan bahwa akibat dari ada nya tindakan menjaga jarak membuat aktivitas fisik menurun dapat membuat seseorang menjadi cemas, marah, gelisah, dan depresi. 

Penutupan dan pembatasan akibat dari Covid-19 mengganggu ritme kehidupan sehari-hari. Bekerja dari rumah selama masa pandemi Covid-19 mengakibatkan aktivitas fisik menurun sehingga menyebabkan peningkatan tingkat depresi, dan meningkatkan resiko depresi. 

Pada hasil penelitian terbaru, selama pandemi Covid-19 dari 932 orang dewasa di Inggris yang mengikuti anjuran pemerintah untuk menjaga jarak terdapat 36,8% populasi yang melaporkan bahwa memiliki kesehatan mental yang buruk.

Beberapa kontribusi masalah selama akibat Covid-19 yaitu isolasi sosial, larangan untuk melakukan perjalanan, penutupan dan pembatasan tempat umum, kekhawatiran kesehatan, kendala keuangan, kehilangan pekerjaan yang menyebabkan banyak orang dewasa merasa stres, cemas, tertekan, takut, dan bosan. 

Sebuah literatur menunjukan terdapat peningkatan 5% stres, dan 16-28% dalam kecemasan dan gejala depresi yang dialami orang dewasa selama masa pandemi Covid-19. Dalam penelitian terbaru ditemukan bahwa orang dewasa memiliki resiko lebih tinggi dalam mengalami depresi dan memiliki kualitas kesehatan mental yang buruk selama pandemi Covid-19. 

Penurunan yang signifikan dalam aktivitas fisik pada orang dewasa muda yang menyebabkan gejala depresi, kecemasan, ketakutan, dan stress. Dikarenakan penutupan total universitas atau perguruan tinggi yang mengharuskan mahasiswa untuk kuliah dari rumah dan beberapa orang kehilangan pekerjaan atau berhenti dari pekerjaannya dan bekerja dari rumah.

Solusi

Akibat perubahan hidup yang drastis ini tak dapat dipungkiri timbul rasa takut, cemas, dan khawatir yang mana perasaan ini dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Untuk menyikapi keadaan yang demikian, seorang psikolog remaja, yang juga penulis best-seller dan kolumnis bulanan New York Times, Dr. Lisa Damour, mengungkapkan ada sejumlah hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mental agar tetap waras di masa pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhirnya.

  1. Sadari bahwa rasa cemas yang kamu alami bukan hanya terjadi pada dirimu sendiri tapi hampir seluruh remaja di dunia. Kehilangan momen penting dalam hidup memang berat, tidak salah jika kamu mengalami rasa cemas karena itu adalah hal wajar.
  2. Di dalam hidup tak jarang kita harus berhadapan dengan kondisi yang sulit untuk dilalui. Namun, cara yang bisa dilakukan untuk mengatasinya adalah mengenali masalah terlebih dahulu. Masalah yang timbul bisa hal-hal yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan seperti saat ini. Oleh sebab itu, kita memerlukan pengalihan untuk mengatasinya.
  3. Di zaman yang sudah modern saat ini, berkomunikasi tidak harus dilakukan secara langsung. Kamu bisa memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi dengan keluarga jauh atau teman-teman.
  4. Jika sebelum pandemi kamu begitu disibukkan dengan berbagai kegiatan, kini saatnya kamu fokus pada dirimu sendiri. Kamu bisa memanfaatkan waktu ini untuk menambah kemampuan dengan cara banyak membaca atau mengikuti kursus online. Kamu juga bisa melakukan hal-hal produktif lainnya untuk menjaga kesehatan baik fisik maupun mental.
  5. Cara terbaik untuk mengatasi rasa kekecewaan adalah dengan membiarkan dirimu merasakan kekecewaan ini.
  6. Tidak dapat dipungkiri akibat virus Corona, beberapa remaja mengalami aksi bullying. Cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah dengan jadi pembela untuk setiap jenis bullying. Oleh karena itu, ia menyarankan jika menyaksikan ada teman yang di-bully, maka dekati mereka dan tawarkan dukungan.

Penutup

Konsep psikoanalisis yang relevan dan sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Konsep ini masih digunakan sebagai acuan dalam mengatasi gangguan kejiwaan (neurotik). Psikoanalisis menggunakan metode menganalisis dan mengeluarkan faktor-faktor dalam alam bawah sadar seseorang. 

Dengan menggunakan prinsip yang dipakainya yaitu mencari dahulu faktor-faktor yang menyebabkan neurose melalui teknik-teknik evaluasi kepribadian. Pandemi Covid-19 menyebabkan banyak orang mengalami masalah kesehatan mental seperti merasa stres, cemas, tertekan, takut, dan bosan. Hal ini kebanyakan dirasakan oleh orang dewasa. 

Untuk itu diperlukan solusi untuk mengatasi masalah kesehatan mental tersebut dengan cara memahami bahwa rasa cemas di saat pandemi itu adalah hal yang wajar, mencari pengalihan, menemukan cara baru untuk berkomunikasi, fokus pada diri sendiri, memahami perasaan sendiri, dan banyak berbuat baik.

Daftar Pustaka

Kementerian Kesehatan Mental, (2018). https://promkes.kemkes.go.id/pengertiankesehatan-mental.

Breman, J. F. (2019). Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suryabrata.

Humphries, R. (2020). 6 tips remaja bisa menjaga kesehatan mental selama coronavirus (COVID-19). unicef.org.

Putri, A. W. (2015). Kesehatan mental masyarakat Indonesia (pengetahuan, dan keterbukaan masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. 2(2).

Rozali. (2021). MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL DI MASA PANDEMIC. Jurnal Pengabdian Masyarakat, Vol 7 - No.2.

Salkind, N. J. (2004). An Introduction to Theories of Human Development. London, New Delhi: International Education and Publisher.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun