Mohon tunggu...
Rahmania Nabilla Pitaloka
Rahmania Nabilla Pitaloka Mohon Tunggu... Mahasiswa

mendengarkan podcast dan journaling menjadi hobi yang saya tekuni saat ini, karena minat saya dalam public speaking menjadikan saya harus memiliki knowlage dan experience yang cukup, dan sebagai mahasiswa ilmu ekonomi tentunya saya harus bisa dan siap dalam bidang analisa, perencanaan, dll.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gaji Minimum Untung Maksimal:Bukti Nyata "The New Rules of The World" John Pilger di Kawasan Industri Surabaya

28 Maret 2025   02:06 Diperbarui: 28 Maret 2025   02:06 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

"THE NEW RULES OF THE WORLD  by JOHN PLIGER"

The New Rules of the World adalah film  yang disutradarai oleh John Pilger, seorang jurnalis dan pembuat film asal Australia yang dikenal karena karya-karyanya yang kritis terhadap ketidakadilan global. John Pilger menunjukkan wajah kapitalisme global dalam film dokumenternya yang menggelegar  ini.

The New Rules of the World film dokumenter karya John Pilger yang mengkritik globalisasi dan dominasi kekuatan Barat, khususnya Indonesia dan Amerika Serikat, dalam membentuk tatanan dunia modern. Pilger mengeksplorasi bagaimana kebijakan ekonomi neoliberal, yang dipromosikan oleh lembaga seperti IMF dan Bank Dunia, justru memperburuk ketimpangan sosial dan menghancurkan kedaulatan negara-negara berkembang. Film ini menyoroti Indonesia, di mana kekayaan sumber daya alam dieksploitasi oleh korporasi asing dengan dukungan rezim otoriter, sementara rakyat hidup dalam kemiskinan. Pilger juga mengungkap peran media mainstream dalam memanipulasi informasi untuk mendukung kepentingan elit global. Melalui wawancara dengan aktivis, akademisi, dan korban kebijakan neoliberal, film ini menggugah kesadaran tentang ketidakadilan sistemik dan mendorong penonton untuk mempertanyakan "aturan baru" dunia yang tidak setara.

Dalam bagian yang membahas Indonesia, John Pilger menyoroti eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja murah oleh korporasi multinasional, didukung oleh rezim otoriter seperti Orde Baru di bawah Soeharto,  Film ini mengungkap bagaimana kekuatan neoliberalisme, globalisasi, dan imperialisme modern yang dipimpin oleh negara-negara Barat terutama Amerika Serikat telah menciptakan ketimpangan ekonomi, perang, dan penderitaan di berbagai belahan dunia. Pilger menyoroti peran lembaga seperti IMF dan Bank Dunia dalam memaksakan kebijakan ekonomi yang merugikan negara-negara berkembang, serta bagaimana intervensi militer dan propaganda media digunakan untuk mempertahankan hegemoni Barat.

Ini menggambarkan bagaimana kebijakan ekonomi yang dipaksakan oleh IMF justru memperburuk ketimpangan sosial dan kemiskinan, sementara kekayaan alam Indonesia dikuras untuk keuntungan asing. Pilger juga mengkritik peran Amerika Serikat dan sekutunya dalam mendukung rezim represif demi kepentingan geopolitik dan ekonomi. Melalui wawancara dengan aktivis, korban, dan analis, dokumenter ini mengekspos dampak destruktif dari imperialisme ekonomi modern terhadap rakyat Indonesia, sementara elit politik dan bisnis menikmati keuntungannya. Ini menjadi pengingat betapa globalisasi sering kali hanya menguntungkan segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat terjebak dalam penderitaan. 

KEJADIAN TERKAIT 

Film karya John Pilger memberikan gambaran suram tentang bagaimana kebijakan dan intervensi asing telah merugikan negara berkembang seperti Indonesia. Kritik Pilger terhadap eksploitasi sumber daya alam, ketimpangan ekonomi, dan peran korporasi global sangat relevan untuk dianalisis, termasuk di Surabaya kota metropolitan yang menjadi pusat industri dan perdagangan di Indonesia. 

Beberapa kasus di Surabaya dan sekitarnya dapat menjadi contoh nyata dari fenomena yang dikritik  John Pilger.Hal ini tercermin jelas dalam kasus kawasan industri Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo (SIER), di mana buruh di pabrik garmen, elektronik, dan otomotif menghadapi upah minim, sistem kerja kontrak, dan outsourcing yang merugikan

Buruh Sidoarjo pada 2022 menuntut kenaikan UMP adalah bentuk perlawanan terhadap ketimpangan ini, selaras dengan kritik Pilger bahwa "aturan baru" ekonomi global hanya menguntungkan elit. Fakta bahwa pemerintah sering berpihak pada investor asing ketimbang buruh lokal seperti dalam kebijakan upah pekerja, di mana buruh menghadapi upah rendah, kerja kontrak, dan sistem outsourcing yang tidak manusiawi  (bekerja lebih dari 24 jam). Kasus-kasus seperti demonstrasi buruh Sidoarjo menuntut kenaikan UMP atau praktik perekrutan tenaga kerja lepas tanpa jaminan sosial membuktikan bahwa yang miskin makin miskin, dan kaya makin kaya itu terjadi hingga saat ini.

Jika John Pilger menyerukan perlawanan terhadap ketidakadilan ini melalui kesadaran kolektif, maka gerakan buruh di Jawa Timur seperti aksi serikat pekerja menuntut penghapusan sistem kontrak adalah bentuk nyata dari perlawanan tersebut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun