Bunda, saban hari selalu berdandan cantik. Pakai gincu merah. Pakai bedak tebal. Rambutnya diikat kuncir kuda.
Pakai parfume semprot sana semprot sini. Asal aku tanya mau pergi ke mana Bun, dia marah. Katanya, anak kecil mau tau aja urusan orang tua. "Sana berangkat sekolah!" perintahnya setengah membentak.
Aku bukan tak berusaha melarangnya. Pernah hujan lebat, dia nekat pakai payung keluar rumah. Dia pergi, dan duduk menyendiri di taman kota, sambil menikmati sebungkus kwaci.
"Bun. Sudahlah. Di rumah saja. Nanti bunda sakit, Rita sedih kalau lihat bunda seperti ini setiap hari." kataku.
Tetapi, kemarahan ibu memuncak. "Sudah. Kamu itu anak kecil. Tak perlu ngurus urusan orang tua!" bentaknya.
Betapa sedih menyaksikan bunda yang sedang frustasi seperti itu. Kata orang, bunda gila.Â
Tapi, hanya aku yang tahu. Dia bukan gila.Â
Semua bermula dari sebuah pertengkaran hebat antara bunda dan ayah.Â
Ayah, ketahuan menjalin hubungan gelap dengan perempuan lain. Bunda sedih. Ayah pergi meninggalkan rumah. Sejak itu, bunda lebih banyak diam.Â
Jarang masak. Jarang ngurus rumah. Cucian pun dibawa ke laundry. Terus kerjanya dandan pagi-pagi.Â
Selesai berdandan, dia pergi ke suatu tempat, taman di tengah kota. Taman itu, menurut bunda, tempat pertama kali ayah mengajak kencan pertama.