Mohon tunggu...
Suyanti
Suyanti Mohon Tunggu... Guru - Guru

terus belajar dan masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lesson Study di SMP Miyoshi: Kelas Berkebutuhan Khusus

30 Mei 2016   09:24 Diperbarui: 30 Mei 2016   09:43 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Guru meluruskan dan memetakan penyelesaian dari pendapat mereka di papan tulis. Siswa di kelas membuat kesimpulan berdasarkan pengamatan dan pendapatnya sendiri juga belajar dari pemahaman dari teman-teman di kelas. Mereka harus membuat penilaian dari apa yang mereka pelajari hari ini. sehingga guru bisa memahami kemampuan masing-masing siswa dalam catatan mereka. Disini saya melihat, guru adalah fasilitator dan teman belajar yang sangat diandalkan oleh mereka.

Kelas ini membuat saya menangis malu. Hakikat pengabdian dan profesionalitas seorang guru benar-benar terlihat indah di mata saya. Memang, setiap tahun penanggung jawab kelas berkebutuhan khusus ini  bergilir jadi setiap guru akan mendapat kesempatan dan tantangan yang sama. Catatan bagi saya sendiri, bahwa kebijakan seperti ini akan melahirkan empati yang sama tentang pengabdian pada pendidikan. Bagaimana setiap anak manusia yang terlahir di dunia itu memiliki hak yang sama. Baik dalam perlakuan dan juga penghargaan. Kelas ini berhasil membuat anak-anak yang berkebutuhan khusus percaya diri berbicara dan juga berkarya. Mereka mendapat bekal ilmu dan pengetahuan setelah mereka lulus dari sekolah ini untuk menjadi masyarakat kelak. Dan hal itupun banyak saya lihat, orang-orang berkebutuhan khusus itu mendapat tempat untuk bekerja dan bermasyarakat.

Rapat guru

Guru penanggung jawab kelas lesson study duduk di depan. Sementara kami, kira-kira ada kurang lebih 50 orang. Duduk berhadapan dengan mereka. Professor saya duduk di sebelah kiri depan dengan kepala sekolah. Seorang guru Bahasa inggris menjadi moderator untuk rapat kali ini, dia mengucapkan salam dan rapat pun segera di mulai. Guru Bahasa jepang menyampaikan hasil pengajarannya dan dilanjutkan oleh guru ips dari kelas berkebutuhan khusus. Lalu, sesi tanya jawab pun di mulai, satu persatu guru mengajukan pertanyaan yang berisi dari kurang lebih rencana pembelajaran dan scenario kelas yang dibuat oleh guru. Juga, bagaimana guru memberikan umpan-umpan kepada siswa agar lebih kritis terhadap permasalahan. Semua saya dengarkan dengan baik. Saran dan kritikan yang membangun di catat rapi oleh guru penanggung jawab dan juga notulen.

Lalu, giliran saya dijewer oleh professor agar menyampaikan pertanyaan atau kesan. entah apa yang saya pikirkan saat itu, saya terlalu terpesona pada kelas berkebutuhan khusus. Dan spontan saya bertanya, bagaimana penerimaan siswa-siswa yang lain terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.

Guru menjawab bahwa hal ini dimaksudkan agar anak-anak yang lain terbiasa dengan kehadiran teman-teman berkebutuhan khusus. Sehingga, rasa empati dan kasih saying akan muncul diantara mereka. Anak-anak berkebutuhan khusus itu pun berangkat, bermain dan pulang bersama teman-teman dari kelas lain. Mereka juga berolah raga bersama. Jadi, empati mereka akan tumbuh secara alami.

Jawaban sederhana itu membuat saya semakin paham. Bahwa kasih sayang dan empati baik terhadapan kekurangan, keberagaman itu ditumbuhkan. Dari lingkungan terkecil yaitu keluarga dan sekolah yang merupakan miniature dari masyarakat sendiri. Sekolah merupakan pijakan awal untuk menyentuh masyarakat. Maka sekolah pun harus bertindak sebagai model masyarakat itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun