Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengampuni Tanpa Membatasi!

5 Agustus 2021   09:25 Diperbarui: 5 Agustus 2021   09:40 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan Kamis 5 Agustus 2021

Mat 18:21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" 22 Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. 

23 Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. 24 Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. 

25 Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 

26 Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. 27 Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. 

28 Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. 


Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! 29 Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. 30 Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. 

31 Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. 32 Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. 

33 Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? 34 Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. 

35 Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." 19:1 Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.

Renungan

Selama setahun terakhir belajar di Sekolah Pendidikan Guru, setingkat SMA/SMK, seorang guru sudah lebih dari tujuh puluh kali melecehkan, merendahkan, membuly, menyakitkan dan melukai hati. Rasanya kalimat "Tiada maaf bagimu!" layak dan pantas diucapkan. 

Sampai batas tertentu seakan dibenarkan jika mengambil keputusan untuk tidak memaafkan dan mengampuni. Cukup sudah pengampunan. Tiada lagi maaf. Pengampunan dan maaf, habis sudah dari pergudangan. Pembenaraan diri agar siappun  memaklumi segala sesuatu ada batasnya. Kesabaran ada batasnya. Pengampunan juga ada batasnya.

Bacaan Injil  hari ini menarasikan pandangan dan sikap seperti itu. Kepada Yesus,  Petrus bertanya. "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? 

Sampai tujuh kali?" Jawab Yesus : "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali" Yesus mengajarkan pengampunan tanpa batas. Siapa yang jadi teladan pengampunan?

Hal Kerajaan Sorga, "gathuk"-nya, sambungnya, Allah dengan manusia dan manusia dengan sesama seumpama seorang raja yang mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Jumlah hutang yang amat banyak, seperti Rp 2 triliun tak terbayangkan.

 Gaji utuh saya seumur hidup jika dikumpulkan tidak akan mencapai sejumlah itu. Jika saya yang berhutang, pasti akan seperti hamba itu, tidak mampu melunasinya. Demi keadilan, Raja mengikuti hukum yang berlaku. Ia memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. 

Sujudlah hamba itu menyembah "Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan". Tergeraklah hati raja oleh belas kasihan sehingga ia membebaskan dan menghapuskan hutangnya. Belas kasih raja seperti belas kasih ibu di mana dengan rahimnya selama sembilan bulanan ia telah mengandung janin dan anak bayinya. 

Demikianlah raja, ia tetap punya hati untuk anaknya yang sudah tak terhitung jumlahnya bikin kejengkelan dan melukai hati emasnya. Nah raja ini, Tuhan Allah sendirilah yang jadi teladan pengampunan.

Pengalaman diampuni Allah yang berbelas kasih merupakan dasar terkuat untuk mengampuni sesamanya yang jahat. Hamba yang sudah dibebaskan hutangnya yang fantastis itu, rupanya tidak mengalami pelunasan hutangnya sebagai pengalaman kasih. Ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. 

Jumlah hutang yang tidak sebanding dengan hutangnya terhadap raja. Ibarat hanya berhutang dua juta rupiah, ia berlaku kejam. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, "Bayar hutangmu!" Sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: "Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan". 

Seperti bercermin, ia melihat dirinya sendiri dengan pilihan yang persis sama seperti telah ia buat saat menghadap raja. Namun ia gagal bersikap seperti raja. Ia tidak mencerminkan sikap raja. Ia memilih menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. 

Kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka.  Raja itu menyuruh memanggil orang itu."Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?" 

Marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Hamba ini gagal menerapkan prinsip belas kasih raja. Rupanya ia memilih menggunakan prinsip balas dendam. Nyawa ganti nyawa. Mata ganti mata. Gigi ganti gigi. Tangan ganti tangan. Kaki ganti kaki. 

Padahal belas kasih merupakan sebuah prinsip kehidupan yang jauh lebih berkualitas supertinggi daripada prinsip keadilan, apalagi balas dendam. Rupanya hamba yang tak berbelas kasih ini ingin merasakan mengalami dampak penerapan prinsip balas dendam. Marahlah tuannya itu dan menyerahkan hamba yang tak berbelas kasih  kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.

Dengan perumpamaan itu, diajarkan tidaklah perlu menghitung sampai berapa kali harus mengampuni saudara jika ia berbuat jahat terhadap diri kita. Yang pokok bersikaplah seperti Bapa, Allah benar yang kasih-Nya tanpa batas. Tetaplah punya hati, berbelas kasih, bermurah hati. 

"Jadilah murah hati seperti Bapa-Ku adalah murah hati". Konsisten dan konsekuen, bertahan dan setia menerapkan doa Bapa kami "... ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami ..." Yesus mengingatkan Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." Hanya yang sungguh mengalami belas kasih Allah, dimampukan mengampuni liyan yang bersalah dan jahat secara optimal, total, tanpa batasan.

Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Bagaimana kehidupan diri? Cenderungkah menerapkan prinsip balas dendam? Gagalkah mengampuni liyan? Sungguhkah telah mengalami kebaikan dan belas kasih Allah? Maukah menanggapi tawaran Yesus menghidupi prinsip belas kasih?

Yang selalu mengampuni , hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang esa, kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat,  jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. Pengampunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun