Bacaan Kamis 15 Juli 2021
Mat 11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."
Renungan
Sekitar tahun 60-an, jika ada pernikahan di kampung, pasti ada acara temu pengantin. Salah satu rangkaian acara temu pengantin adalah  bersama-sama menginjak "pasangan". "Pasangan"  adalah bagian "garu luku", peralatan tradisonal petani terbuat dari kayu untuk membajak tanah sawah dan meratakannya. Biasanya ditaruh di atas tengkuk leher sapi atau kerbau saat petani "mluku" dan "nggaru".
Bisa jadi simbolis acara ini untuk mengingatkan pengantin agar sadari kini tidak lagi sendiriaan, sudah berpasangan, terikat dalam perjalanan bersama ke depan. Tidak lagi PAS berANGAN "nuruti sakarepe udele dhewe" alias semau gue. "Pasangan" yang seharusnya ditaruh ditengkuk leher binatang ini, telah mereka berdua injak. Mungkin dimaksudkan sebagai beban berat berkeluarga yang ditanggung, dapat mereka lalui dengan PAS Â manakala berANGAN bersama. Â
Bacaan Injil hari ini menarasikan kuk, "pasangan", yang ditawarkan Yesus. Â Menurut kamus kata Alkitab, kuk adalah palang kayu tunggal dengan jerat tali yang diikatkan ke leher binatang penarik. Kayu palang itu ditempelkan pada batang dan begitulah kereta ditarik. Symbol dari penindasan, perbudakan, pekerjaan yang sangat berat, kesukaran atau ketaatan paksa, akibat hukuman Allah atas orang berdosa. (https://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=Kuk)
Sebagai orang Yahud, murid-murid Yesus mengerti yang di maksud dengan kuk adalah simbolisasi dari "hukum",  beban yang harus dipikul. Hukum Taurat bersifat mengikat. Menekankan hal-hal lahiriah secara turun temurun sebagai tuntutan tradisi. Hukum ini jika dirinci terdiri 248 perintah dan 365 larangan. Kuk hukum Taurat  sangat berat, melelahkan apalagi pelaksanaannya tidak boleh bercacat. Yesus menyatakan bahwa orang-orang Farisi dan ahli Taurat telah meletakkan beban berat, dengan mempersulit, menambah aturan-aturan, yang sejatinya bukan berasal dari Tuhan. Yesus mengundang mereka yang terbebani hukum tambahan manusia yang tidak manusiawi datanbg kepada-Nya. "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu"
Orang Farisi dan ahli Taurat mengajarkan keselamatan hanya diraih oleh mereka yang dapat melakukan hukum Taurat secara tak bercacat, sempurna, utuh, penuh, menyeluruh. Â Mereka melakukan hukum Taurat, tanpa mengerti maknanya, agar selamat. Dampak sampingan dari paham ini adalah munculnya kemunafikan, arogansi dan kesombongan spiritual bahwa dirinya telah katam melakukan rincian perintah dan larangan Taurat. Mereka lantas merasa berhak mendapatkan balasan, pahala sorga. Memandang rendah dan meremehkan mereka yang cacat, tidak saleh ritual.
Sementara Yesus mewartakan keselamatan, kerajaan Allah sebagai kasih karunia. Yesus menawarkan kasih sebagai kuk-Nya. Â Kuk yang dipasang-Nya enak, beban-Nya pun ringan. Kuk-Nya adalah kelemah lembutan dan kerendah hatian, kuk kasih. "Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan"
Yesus telah menggenapi tuntutan Taurat dengan sempurna. Yesus merangkum  kesempurnaan Taurat dalam hukum kasih. Hukum kasih-Nya meliputi dua segi, kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama manusia tanpa batas. Yesus "membabtis" hukum-Nya ini sebagai  "kuk" yang  "enak dan ringan" dibandingkan  dengan Taurat yang sangat detail, rumit dan sulit.
Ibarat temu pengantin, Yesus sendiri berkenan menjadi partner untuk "pasangan", kuk-Nya. Maka berada di samping Yesus, hidup bersama Yesus, Allah yang mengejawantah sebagai partner dalam kuk-Nya, ada jaminan dan kepastian selamat. Sehingga karena sudah selamat maka mengikuti kuk-Nya. Bukan mengikuti kuk-Nya agar selamat.