Pemerintah Penjajahan Hindia Belanda di Surabaya, tahun 1890, memberikan hak konsesi kepada pengusaha Belanda warga Kota Surabaya, Mouner dan Bernie, yang dinilai berjasa merintis penyediaan air bersih di Surabaya. Konsesi ini berupa pengelolaan mata air Umbulan, Pasuruan, untuk dialirkan ke Kota Surabaya dengan memasang pipa sepanjang 20 kilometer selama dua tahun. Tahun 1900, pemerintah mendirikan perusahaan air minum dan instalasinya diresmikan tiga tahun kemudian. Untuk memberikan proteksi pada perusahaan tersebut, pemerintah mewajibkan penghuni rumah mewah untuk menjadi pelanggan. Tiga tahun setelah berdirinya perusahaan air minum itu, sambungan instalasi air minum di Surabaya mencapai 1.588 pelanggan. Status perusahaan air minum pada bulan Juli 1906 dialihkan dari pemerintah pusat menjadi dinas air minum kotapraja (kini PDAM Kota Surabaya).
Kurun 1900-1945
Pada tahun 1905 terbentuklah Pemerintah Kota Batavia dan pada tahun 1918 berdiri PAM Batavia dengan sumber air bakunya berasal dari Mata Air Ciomas, pada masa itu penduduk kurang menyukai air sumur bor yang berada di Lapangan Banteng karena bila dipakai menyeduh teh menjadi berwarna hitam (kandungan Fe/besi nya tinggi).
Kurun 1945-1965
Urusan ke-Cipta Karya-an masih sekitar pembanguan, perbaikan dan perluasan Gedung Gedung Negara. Pemerintah Pusat belum menangani air minum dikarenakan keterbatasan keuangan serta tenaga ahli dibidang air minum.
Tahun 1953 dimulailah pembangunann Kota Baru Kebayoran di Jakarta, pada saat itu dilakukan pelimpahan urusan air minum ke pemerintah Propinsi Pulau Jawa dan Sumatera. Pada tahun 1955 diadakan Pemilu yang pertama.
Ditahun 1959 terbentuklah Djawatan Teknik Penjehatan yang mulai mengurusi air minum, dimulai pembangunan air minum di kota Jakarta (3.000 l/dt), Bandung (250 l/dt), Manado (250 l/dt), Banjarmasin (250 l/dt), Padang (250 l/dt) dan Pontianak (250 l/dt) dengan sistim "turn key project" loan dari Pemerintah Perancis. Terbitlah UU no. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan mulailah dibentuk PDAM sampai sekarang.
Kurun 1965-1969
Melalui SK Menteri PUTL no 3/PRT/1968 lahir Direktorat Teknik Penyehatan, Ditjen Cipta Karya.
Tiga waduk yang dibangun di wilayah Jawa Barat dengan membendung Sungai Citarum, yaitu Waduk Jatiluhur (1966), Waduk Cirata (1987), dan Waduk Saguling (1986) menandai era dimulainya penanganan sumberdaya air secara terpadu. Waduk Jatiluhur, seluas sekitar 8.300 hektar, dimanfaatkan untuk mengairi sekitar 240.000 hektar sawah di empat kabupaten di utara Jawa Barat. Air waduk juga digunakan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas terpasang 150 MW dan sebagai sumber air baku untuk air minum Jakarta (sekitar 80% kebutuhan air baku untuk Jakarta dipasok dari waduk ini melalui Saluran Tarum Barat).
Kurun 1969-1973 (Pelita I)