Mohon tunggu...
Bayu Setiyawan
Bayu Setiyawan Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pegiat Sosial

Hidup sekali, berarti. Berkarya, sampai mati.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Beyond Age, Memilih untuk Terus Berkarya

27 Juni 2021   08:30 Diperbarui: 27 Juni 2021   08:30 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Itu adalah sebuah pertemuan yang tidak disengaja. Hari itu saya sedang menjalankan aktivitas sebagai pegiat sosial, menyiapkan sebuah acara tahunan di salah satu hotel di Kota Madiun. Sehari jelang hari pelaksanaan kegiatan kami melakukan gladi bersih. Sembari melakukan testing perlengkapan acara, saya mengambil Jeda sejenak, duduk di barisan kursi paling belakang, dekat dengan sound system. Saat itulah beliau menyapa. Beliau berbicara dengan ramah dan penuh penghormatan, mungkin karena kami sama-sama masih asing.

Sekilas pandang, penampilan beliau seperti bapak-bapak usia 40-an tahun. Belakangan saya baru tahu kalau ternyata beliau sudah di akhir usia 60-an. Beliau masih terlihat segar bugar. Energik. Masih aktif bergerak. Beliau cerita setiap hari harus berjalan keliling seluruh area hotel yang kira-kira seukuran lapangan sepak bola, 3 lantai pula. Hal itu yang membuat saya tertarik dengan sosok beliau. Di usia yang terhitung sudah senja tapi beliau masih terlihat begitu aktif. Di sisi lain beliau juga berkarya di bidang yang sama dengan saya, sebagai seorang guru.

Kami mulai berbicang. Saya berpapasan dengan beliau beberapa kali. Awal kali, kami hanya saling sapa singkat. Nyari tidak ada yang istimewa. Saya baru tiba di Hall Hotel dan masih harus menata perlengkapan untuk gladi bersih. Beliau yang membuka kunci ruang hall itu, yang begitu kami bisa masuk, beliau langsung melanjutkan tugas. Keliling lagi katanya.

Pada sesi gladi sound system, kebetulan saya buka panitia yang terlibat di bagian itu, jadi saya bisa istirahat di barisan kursi peserta paling belakang. Di situ lah, saya mulai berbincang dengan beliau.

Bermula dari sebuah sapaan ramah dari beliau, kemudian berlanjut dengan kami saling bertukar cerita. Beliau memulai dengan menceritakan soal profesinya. Di hotel beliau menyebut dirinya sebagai ‘kuli’ namun kalau di sekolah beliau adalah seorang guru. Iya, beliau mempunyai dua profesi ternyata. Keduanya masih dalam bidang yang sama, kelistrikan. Atau kalau di sekolah disebut dengan pelajaran elektro. Akhirnya jadi masuk akal, kenapa beliau yang profesi aslinya seorang guru kemudian bisa jadi ‘kuli’ di sebuah hotel. Seorang teknisi listrik.

Di situlah kami mulai menemukan kesamaan. Kami sama-sama seorang pendidik. Karena bidang yang kami ajarkan berbeda, tentu saja topik yang menjadi titik temu adalah soal siswa yang kami ajar. Beliau yang sudah puluhan tahun mengajar, mengamati sendiri bagaimana perubahan zaman juga turut merubah karakteristik siswa-siswanya. Saya hanya takzim menyimak cerita beliau, mungkin saat beliau sudah menjadi guru, saya masih seumuran dengan siswa yang beliau ajar.

Saya sempat agak terkejut ketika beliau menyebutkan usianya sudah hampir 70 tahun. Penampakan fisiknya tidak seperti orang yang berusia itu. Namun, saya malah semakin tertarik dengan hal itu. Apa rahasianya, bisa masih memiliki tubuh yang bugar di usia 60'an? Kenapa memilih untuk tetap aktif bekerja di usia itu, kok tidak memilih pensiun saja?

Sayangnya jawaban pertanyaan itu harus tertunda karena gladi bersih sudah usai. Kami harus meninggalkan lokasi acara. Hari itu, saya juga tidak sempat berpamitan dengan beliau. Mungkin besok ketika acara saya pasti akan bertemu lagi dengan beliau.

Benar saja, beliau ada di sana. Beliau sudah mulai melakukan pengecekan ketika saya tiba di Hall tempat acara. Kami saling menyapa. Kali ini beliau menyapa dengan akrab.

Kami berbincang lagi di sesi jeda istirahat. Saya sedang berjalan-jalan keluar untuk mencari udara segar setelah bejam-jam berada di ruangan. Di salah satu lorong hotel kami berpasan. Awalnya hanya ingin menyapa, namun beliau lalu berhenti sejenak dan kamu pun kembali berbincang.

Setelah sesi keakraban singkat, sekedar mencairkan suasana, saya memberanikan diri mengajukan pertanyaan yang sejak kemarin membuat saya penasaran. Bagaimana bisa beliau masih begitu bugar di usia yang nyaris 70? “Membiasakan tubuh untuk terus aktif bergerak”. Begitulah kurang lebih inti dari jawaban beliau. Sejak muda memang sudah rutin berolah raga. Beliau rutin bersepeda dari Madiun ke Sarangan. Saya iseng-iseng mencari tahu, kurang lebih menempuh jarak 40 km dengan lintasan menanjak. Terakhir beliau melakukannya tahun 2008. Kalau sekarang tahun 2021, saat itu usia beliau kurang lebih 50 tahun. Saya merasa terinspirasi saat itu. Saya juga ingin memiliki tubuh bugar seperti beliau, yang memungkinkan untuk terus bekerja hingga usia senja. Apakah hanya bersepeda? Tidak, jawab beliau. Yang penting tubuhnya aktif bergerak. Itulah kuncinya. Beliau menegaskan.

Sayangnya saya tidak sempat menanyakan tentang pola makan beliau. Namun, kalau saya coba membayangkan sendiri. Masa-masa beliau masih muda makanan ultra proses belum massive seperti jaman sekarang. Junk food juga belum menjadi tren gaya hidup seperti masa sekarang. Jadi saya berasumsi asupan makanan kurang lebih juga cukup terjaga lah. Saya mempertimbangkan soal makanan, karena saya memiliki keyakinan ‘kamu adalah apa yang kamu makan’. Jadi kalau yang dimakan baik-baik maka hasilnya tubuh juga jadi baik.

Berikutnya mengenai alasan beliau untuk tetap bekerja di usianya yang senja. Itu memang pilihan beliau. Sebenarnya kalau mau pensiun, kemudian tidak lagi bekerja, ya bisa saja. Namun, beliau tidak mau. Selain karena alasan tidak terbiasa untuk tidak melakukan apa-apa, beliau berpikiran bahwa selagi masih sanggup ingin terus bisa memberikan manfaat untuk masyarakat. Manusia hidup kan ya begitu, yang menjadikannya bernilai adalah kemanfaatannya untuk manusia yang lain. Dengan pengetahuan dan pengalaman beliau mengenai elektro mestinya semakin banyak manfaat yang bisa diberikan. Karena itu beliau mengerjakan dua profesinya sekaligus. Di sekolah mengajarkan pengetahuannya ke anak-anak didiknya. Kemudian di hotel beliau mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki. Sebenarnya di hotel itu, beliau juga membimbing sisiwa-siswa SMK yang sedang PKL (Pelatihan Kerja Lapangan).

Perbincangan kami berakhir. Saya harus kembali ke ruang acara. Sayangnya kami tidak berpapasan lagi hingga saya meninggalkan hotel. Saya bahkan tidak sempat menanyakan nama beliau. Tapi setidaknya saya tahu dimana bisa menemui beliau lagi jika ada perlu.

Dari obrolan singkat itu saya belajar beberapa hal. Mendobrak paradigma lama, bahwa kalau sudah sepuh itu waktunya pensiun lalu digantikan dengan yang muda-muda. Nyatanya ada orang-orang yang masih bisa berkarya hingga usia senja. Usia tidak lagi menjadi batas sampai kapan seseorang bisa berkarya. Keinginan untuk terus berkarya itu mestinya juga diimbangi dengan kesadaran untuk menjaga kebugaran tubuh. Bagaimana pun juga usia mampu membuat tubuh menjadi rapuh. Namun melihat beliau saya yakin batas kemampuan tubuh kita bisa diperpanjang. Sehingga usia produktif juga semakin panjang juga.

Madiun,

Juni 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun