Mohon tunggu...
Bayuda Zaky Nopandirga
Bayuda Zaky Nopandirga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya nge game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Santri for NKRI

16 Oktober 2022   22:55 Diperbarui: 16 Oktober 2022   23:07 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Agama islam telah menjadi agama yang dianut oleh mayoritas penduduk di Indonesia. Penganut agama islam di Indonesia sendiri mencapai angka lebih dari 80% dari total penduduk di Indonesia. Dengan demikian, beragam kebudayaan dan pendidikan islam menjadi kebudayaan dan pendidikan yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Salah satu yang cukup melekat berupa pendidikan islam yang dibuktikan dengan keberadaan Pondok Pesantren (PonPes) yang sudah tersebar cukup banyak di Indonesia hingga jumlahnya mencapai puluhan ribu. Ribuan hingga jutaan santri tersebar luas di berbagai pondok pesantren dan lembaga pendidikan agama Islam yang ada di nusantara Indonesia.

Sekilas tentang Santri adalah sebutan bagi seseorang yang sedang menempuh pendidikan agama Islam di pondok pesantren, serta menjadi santri juga berarti orang yang sedang melakukan ibadah dengan keikhlasan hati. Sedangkan Pondok Pesantren sendiri adalah sebuah asrama pendidikan agama Islam di mana semua santri atau siswanya tinggal bersama serta membaur menjadi satu di bawah bimbingan dan asuhan seorang guru yang biasa dikenal dengan sebutan Ustadz atau kiai. Dengan banyak macam kegiatan atau aktivitas dapat diperoleh seorang santri di dalam pondok pesantren yang merujuk untuk bisa mendalami ilmu agama serta penerapannya terhadap masyarakat dan terutama terhadap negara Indonesia sendiri.

Jika kembali ke masa lalu, maka para santri memiliki peran cukup besar dalam kemerdakaan Republik Indonesia (RI) dan bagi terbentuknya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Peran tersebut sepertinya mulai luntur dan tidak terlihat lagi pada masa sekarang. Beragam tantangan yang muncul seperti tindakan separatisme, radikalisme, ekstremisme, dan sebagainya tidak jarang melibatkan tokoh-tokoh islam, tidak terkecuali santri. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengembalikan citra baik dari santri tersebut. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan mengadakan seminar bela negara. Seminar bela negara ini lebih menekankan pada penguatan nilai-nilai bela negara, pentingnya integrasi bangsa dan resolusi konflik.

Berbagai macam kegiatan yang dilakukan santri dalam pondok pesantren pasti yaitu kegiatan mengaji, setoran hafalan, muroja'ah, dan serangkaian kegiatan lainnya yang berkaitan erat dengan urusan di akhirat nanti. Kegiatan inilah yang pasti banyak dijumpai ketika kita masuk ke pesantren mana pun yang ada di Indonesia ini.

Dari berbagai kegiatan dan aktivitas yang ada di pondok pesantren tersebut banyak anggapan orang tua untuk memasukkan anaknya ke pesantren tidak lain adalah agar anak menjadi lebih baik akhlaknya juga mendalami ilmu agama sebagai bekal untuk di akhirat nanti. Akan tetapi hal ini malah menambah sempitnya pemahaman Hal ini pemahaman bahwa santri dibentuk untuk menjadi seorang ustaz, kiai, atau ulama saja yang ahli di dalam bidang agama.

Setiap tanggal 22 Oktober, seluruh santri di Indonesia berbangga karena perjuangan para santri dihargai dan ini merupakan sejarah berharga bagi para santri. Yaa, 22 Oktober menjadi saksi perjuangan para santri yang rela berkorban darahnya demi Indonesia kita tercinta. Yaps yang biasa kita kenal, Hari Santri Nasional.

Pada tanggal 22 Oktober 1945, Pahlawan Nasional KH Hasyim Asy'ari menyerukan perintah berjihad kepada umat Islam melawan tantara sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Indonesia pasca-Proklamasi kemerdekaan. Sekutu yang dimaksudkan adalah Inggris sebagai pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih tanah jajahan Jepang. Sementara itu, di belakang tentara Inggris terdapat pasukan Belanda yang ikut membonceng.

"Membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu 'ain atau wajib bagi setiap orang." Begitulah kira-kira seruan KH Hasyim Asy'ari yang membakar semangat para santri untuk menyerang Markas Bridge 49 Mahratta pimpinan Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby. Seruan tersebut dilakukan untuk mencegah dan menghalangi kembalinya tentara Kolonial Belanda yang mengatasnamakan NICA.

Selama ini, para santri hanya diberikan pengajaran seputar pendalaman agama islam. Akan tetapi, di era sekarang ini mempelajari agama sendiri saja tidak cukup. Apalagi bila berbicara tentang Indonesia yang sangat dikenal dengan sebutan negara multikultural. Dari segi agama, Indonesia sebagai negara multikultural tentunya dituntut untuk dapat hidup berdampingan dengan umat beragama yang lain. Berkaca dari peristiwa terdahulu yang mana di Indonesia sering terjadi bentrok atau konflik antar umat beragama. Sebut saja peristiwa yang sempat mencuat setahun yang lalu yaitu insiden pembakaran masjid di Tolikara, Papua yang identik dengan konflik SARA (Suku Agama, dan Ras). Selain itu, juga terdapat peristiwa kerusuhan di Situbondo pada tanggal 10 Oktober 1996 yang telah melibatkan umat islam dan umat Kristen. Beberapa kasus tersebut telah menjadi catatan kelam Indonesia terkait dengan kehidupan beragama. Supaya kejadian tersebut tidak terulang lagi, maka perlu dilakukan dialog antar agama. Dialog antar agama ini yang nantinya akan membuat masyarakat maupun para santri mampu untuk memahami dan menghargai perbedaan keyakinan antar agama.

Sejatinya, islam adalah agama yang cinta damai dan tidak menyukai kekerasan. Santri sebagai tokoh yang mempunyai pengetahuan tentang nilai-nilai ajaran islam, seharusnya mengimplementasikannya dengan baik dan bukannya salah memahami ajaran agama yang kemudian memicu radikalisme-ekstremisme agama. Santri for peace menjadi salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meluruskan pandangan tentang islam. Dengan demikian, bila inovasi santri for peace ini dilakukan dengan baik dan disertai kerjasama dengan berbagai pihak terkait, maka tidak menutup kemungkinan jika peran santri sebagai agen perdamaian dan upaya untuk menangkal radikalisme-ekstremisme akan terwujud.

Para santri perlu untuk melanjutkan pemikiran-pemikiran para founding fathers yang telah mewariskan pemikiran brilian untuk kepentingan Indonesia. Di samping memiliki wawasan kebangsaan yang baik, santri wajib memiliki pemikiran yang moderat. Seperti ulama-ulama pondok pesantren yang sudah sangat matang dalam membaca kitab-kitab klasik dan kontemporer. Dengan banyak membaca kitab-kitab klasik dipadu dengan kitab-kitab kontemporer, kita akan terbiasa dengan pemikiran-pemikiran klasik yang begitu berharga yang harus dimiliki oleh seorang santri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun