Mohon tunggu...
Bayu Andhini
Bayu Andhini Mohon Tunggu... Freelancer - Saat ini masih belajar menulis

Tinggal di Pagatan, pernah diam di Kendari dan Natuna. Mencari kesempatan untuk road trip.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perihal Makan Bersama

8 Oktober 2022   16:46 Diperbarui: 8 Oktober 2022   17:08 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa hari lalu ada sebuah pertanyaan di sebuah base di  Twitter. Pertanyaannya adalah 'Apakah keluargamu makan dengan ritual ngumpul di meja makan atau tidak?' saya pikir ini cukup menggelitik tapi gak sampai cekikikan. 

Perihal makan ini lucu. Setidaknya menurut saya. Komplikasi (eh?)

Di keluarga saya, makan bersama kebanyakan hanya ada saat makan siang dan malam dengan cara berkumpul mengelilingi baki/nampan. Bukan meja makan, karena memang kosakata meja makan tidak ada dalam kamus budaya orang tua saya.

Meja panjang ada, tapi berubah fungsi menjadi meja tempat pajangan baskom-baskom dan termos. Meja bulat kecil macam punya Doek Sun di Reply 1988 juga ada, tapi terlalu kecil untuk sekedar keluarga saya menaruh nasi dan lauk pauk. Lagipula meja kecil ini juga sudah lapuk. Sehingga ritual makan memang akan selalu duduk di lantai dan mengeliling baki.

Di Natuna, ritual makan ini juga sama, dengan duduk di lantai dan mengeliling baki/nampan yang ditutup dengan tudung saji khas daerah Natuna, namanya Dulong. Biasanya pihak laki-laki akan makan duluan sementara perempuan akan menunggu di dapur dan akan makan setelah laki-laki selesai makan.

Secara logika saya, ini tidak wajar haha. Kenapa tidak makan bersama-sama saja kan ya? Kenapa pihak perempuan yang makan setelah laki-laki? Bukankah yang memasak adalah perempuan? (mulai sjw) laki-laki enak, datang, duduk, makan, bersandar kekenyangan. 

Lah perempuannya, sudah lah prepare semua bahan masakan dari nol (kalau tidak beli sayur masak), memasaknya, menghidangkannya, menunggu laki-laki selesai makan, barulah makan. Mencuci piranti masak siapa? 

Bagi mereka ya ini adalah tata cara makan di daerahnya. Saya hargai dan tidak mempermasalahkan apalagi sampai keberatan. Lagipula, tidak masalah juga bagi saya mau makan duluan apa terakhir, toh akhirnya makan juga.

Kenapa mengulas 'makanan' jadi ribet ya?

Padahal cuma kegiatan rutinitas manusia. Pagi, siang, malam atau diantaranya. Ada yang cuma 2x makan dengan alasan lambungku kecil, ada yang perlu banyak makan karena perlu gula darah atau tenaga lebih buat kerja (uhuk, zoom meeting). 

Ada yang menyukai memasak dari nol, memarut kelapa, memetik daun katuk, meniup bara api dengan bambu. Ada yang tinggal klik klik gofut aja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun