Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pendidikan Pancasila Sekadar Pendidikan Sejarah dalam Kemasan Baru Tanpa Implementasi Nyata Hanya Formalitas

2 Juni 2021   10:21 Diperbarui: 2 Juni 2021   10:29 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lambang negara (foto dari freepik.com)

Dua belas setengah tahun, kita menerima pendidikan pancasila dari dunia pendidikan. Apa yang kita peroleh? Sudahkan kita mengimplementasikan ilmu pendidikan pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari? Pantaskah kita berbangga hati sebagai insan pancasilais?

Secara tidak langsung, kita sudah mengenyam pendidikan pancasila sedari PAUD, dulu TK dan diperkuat pada pendidikan dasar, SD hingga PTN selama satu semester. Sebab, mata kuliah pendidikan pancasila adalah mata kuliah wajib. Jika tidak, mungkin sudah tamat sejak SMA.

Dengan waktu selama itu, pasti sudah banyak ilmu tentang kepancasilaan yang telah dipegang sebagai pedoman bermasyarakat. Akan tetapi, mengapa masih banyak perselisihan, pertengkaran, permusuhan dalam kehidupan masyarakat? Bukankah pendidikan pancasila adalah sebuah pedoman hidup berbangsa dan bernegara dalam tatanan masyarakat Indonesia?

Oke. Tulisan ini tidak sedang mengkaji proses panjang lahirnya pancasila dan dijadikannya sebuah landasan berdirinya negara Indonesia. Apalagi menganalisa hubungan pendidikan pancasila dengan matematika, pendidikan pancasila dengan agama dan budi pekerti, bahkan pendidikan pancasila dengan sejarah. Sebab disiplin ilmunya berbeda, ada benang merahnya meski terlihat sangat samar.

Pendidikan pancasila menyatu dengan pendidikan kewarganegaraan. Jadilah sebuah formula pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Yang menjadi permasalahan, tidak adanya batasan yang jelas mana materi pancasila dan kewarganegaraan. Seakan semuanya tercampur sedap, manis, dan gurih dalam satu wadah, PPKn atau PKn.

Saya bukanlah generasi P4 bahkan PMP. Maka dari itu, saya menulis sesuai dengan kadar pancasila yang telah diajarkan di bangku sekolah. 

Sebenarnya, pendidikan pancasila dalam dunia pendidikan sebatas pendidikan sejarah.

Bagaimana tidak? Materi pendidikan pancasila hanya berkaitan dengan teori ideologi negara, dasar negara, cita-cita luhur bangsa Indonesia, sila dan butir pancasila, dan hanya contoh implementasi nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Mergernya pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, membuat semakin tak jelas arah tujuannya. Menanamkan jiwa pancasilais atau nasionalis? Mengingat, materi pembelajaran PPKn atau PKn hanya itu-itu saja dan bersifat pengulangan.

Memang tidak salah. Tapi, menimbulkan kebosanan. Ironinya gak ada upaya tegas menegakkan tujuan dari pendidikan pancasila dan kewarganegaraan tersebut. Seakan membiarkan perilaku salah yang diperbuat oleh peserta didik. Padahal kesalahan yang dibiarkan akan menjadi kebenaran dan kebenaran yang dipertanyakan akan menjadi kesalahan.

Lihat saja buku ajar PPKn atau PKn putra-putri kita. Amati materinya dari tiap jenjang pendidikan. Semuanya sama, bertele-tele, dan diulang-ulang.

Materi pengenalan pancasila saja butuh dua tahun, itu pun hanya sebatas lambang negara, lambang setiap sila pancasila, bunyi sila pancasila, dan hanya satu contoh masing-masing sila pancasila. Saling menghargai keragaman agama, berlaku adil dan beradab, persatuan dalam kerangka kerja sama dan gotong royong, musyawarah pada segi diskusi dan pemilihan ketua kelas, dan rajin menabung.

Tibalah masa dimana pancasila dipelajari secara lebih serius, yakni ketika SMP. Barulah kita mulai memahami ideologi negara, mengapa pancasila dijadikan dasar negara, butir dan nilai luhur pancasila, dan contoh perilaku yang mencerminkan sikap luhur pancasila. Kemudian, diulang lagi saat SMA yang ditambah proses panjang lahirnya pancasila. Itupun sebentar, hanya semester awal kelas sepuluh.

Sudah, itu saja isi dari pendidikan pancasila dalam PPKn atau PKn. Selebihnya berisi materi kewarganegaraan, entah itu masalah norma, konstitusi, HAM, kekuasaan pemerintah bahkan pemerintah daerah.

Yang paling sering diajarkan berulang-ulang adalah masalah HAM. Sejak SD saja, putra-putri kita sudah diberi bahan ajar HAM. Dan ini berlanjut hingga semester dua kelas dua belas. Tiap semester mesti ada materi HAM. Apakah karena Indonesia menjunjung tinggi HAM sehingga semua slot materi pendidikan kewarganegaraan diisi dengan HAM?

Jujur saya sangat bosan dengan materi HAM. Contoh kasusnya sama. Yang secara tidak langsung, kita hanya belajar sejarah. Betapa gelapnya pelanggaran HAM di Indonesia dan dunia. Tujuannya hanya satu, kita tidak boleh melanggar HAM dalam kehidupan bermasyarakat. 

Bagaimana dengan implementasi nilai luhur pancasila dalam kehidupan masyarakat?

Gotong royong sebagai salah satu nilai luhur pancasila (foto dari goodnewsfromindonesia.id)
Gotong royong sebagai salah satu nilai luhur pancasila (foto dari goodnewsfromindonesia.id)
Saya tidak perlu menjawabnya. Sebab kita sendiri melihat, betapa lunturnya nilai luhur pancasila yang telah kita pelajari selama tiga periode masa jabatan presiden AS tersebut.

Hal itu dikarenakan oleh sistem pendidikan yang tidak fokus menanamkan jiwa pancasilais. Malah menanamkan sejarah perubahan konstitusi Indonesia, konflik pemerintah pusat dan daerah, dan peristiwa HAM di seluruh dunia dari masa ke masa. Sangat unfaedah dan buang-buang waktu. Sebab itu tadi, diulang lagi di kelas yang lebih tinggi.

Dalam praktiknya dunia pendidikan, seorang siswa tentu bakal sangat mudah menjawab soal mengenai pencerminan perilaku sesuai nilai luhur pancasila. Namun, sangat sulit bila diterapkan dalam kehidupan nyata.

Kita sangat mudah menasihati orang lain untuk bersikap jujur meski menyakitkan. Katakan apa adanya tanpa mengurangi bahkan melebihkan sesuatu hal yang kamu lihat. Tapi, saat kita berada di posisi masalah itu, kita seakan lupa akan prinsip tersebut. Dengan entengnya kita memungkiri kebenaran yang terjadi, berkata tidak jujur bahkan mengurangi fakta yang terjadi.

Begitupun dengan berlaku adil. Dalam teori, bertingkah laku adil kepada semua orang dengan memberikan apa yang seharusnya diberikan dan tidak diperbolehkan merampas hak orang lain. Faktanya, banyak orang terluka akan keadilan. Hak-haknya dirampas dan didiskriminasi.

Terkait implementasi kepentingan umum. Semua orang bermazhab mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dan golongan. Nyatanya, kepentingan pribadi dan golongan menjadi prioritas daripada kepentingan umum. Oleh karena itu, banyak kebijakan yang dibuat dengan tujuan mementingkan diri sendiri yang bersembunyi dibalik tabir kepentingan masyarakat.

Bukannya tidak bisa mengimplementasikan nilai luhur pancasila. Bukan pula gagal memahami pentingnya pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Namun ada faktor lain yang memengaruhi hak tersebut, yakni kesalahan yang dibiarkan sejak lama dan mengakar kuat.

Akan tetapi sebagai warga negara Indonesia, kita harus senantiasa mengimplementasikan nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Paling tidak memiliki sikap toleransi antar sesama, hidup dengan kedamaian dan kerukunan, memecahkan persoalan dengan musyawarah, berlaku seadil-adilnya, dan tidak melanggar hukum.

Jadi, bersediakah kita berlaku sesuai dengan nilai luhur pancasila?

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun