Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Pola Puasa Anak Zaman Dulu Beda dengan Anak Zaman Sekarang, Banyak Dustanya

19 April 2021   22:38 Diperbarui: 20 April 2021   08:31 5923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak zaman dulu, kalau bulan Ramadan sering mandi di sungai sebagai penyejuk dan pelepas dahaga (foto dari pixabay/sasint)

Pernah gak waktu puasa dulu, ketika masih anak-anak, kita berbuka puasa sendiri dengan meminum air di sungai? Gak kuat nahan dahaga. Pernah gak ketika sedang puasa dan melihat pohon jambu yang banyak banget buahnya, terus dipanjat, kemudian secara sengaja memakan satu dua buah jambu masak? Gak kuat lapar.

Saya yakin pasti pernah. Saya sudah mengalaminya. Ya wajarlah, namanya anak-anak, lapar dan dahaga tidak tertahankan, harus segera diobati.

Sebenarnya bukan karena lapar dan dahaga yang gak bisa ditahan waktu itu. Melainkan, pola puasa bagi anak-anak tidak tepat.

Anak-anak dipaksa puasa dengan sistem yang sama dengan para orangtua atau orang dewasa. Puasa penuh kurang lebih 12 jam. Menahan haus dan lapar sejak imsak hingga waktu kumandang adzan maghrib tiba. Waktu yang sangat panjang bagi seorang anak-anak.

Itulah gambaran pola puasa anak-anak zaman dulu. Maklumlah, para orangtua belum memahami bahwa anak harus belajar berpuasa dahulu. Tidak wajib digembleng dengan puasa seharian penuh. Maka dari itu, banyak kejadian anak jatuh sakit. 

Hal itu pun saya alami. Saya jatuh sakit karena puasa seharian penuh. Demam tinggi. Akhirnya, keesokan harinya tidak berpuasa. Hore. Sesungguhnya bukan karena itu juga ya, masih ada faktor lain, yakni berbuka dengan air sungai. Hehehe.

Ceritanya begini, dulu pas pulang sekolah, kebetulan jarak rumah dan sekolah cukup jauh, ditempuh dengan jalan kaki. Kebetulan juga, jalan pulang melewati sungai kecil.

Di sanalah puasa saya batal, dibatalkan karena gak tahan haus, secara posisi matahari tepat di atas kepala, sangat terik. Jadi, khilaf. 

Saya pun gak sendirian, saya bersama teman-teman, laki-laki perempuan. Berbuka puasa bersama, batal puasa bersama, dan berbohong bersama. Itulah model kebersamaan era zaman dulu. Haha, lucu.

Sekarang mana ada? Anak zaman sekarang lebih disiplin dan terawasi. Beda jauh dengan anak zaman dulu. Saya pulang gak ada orangtua, ayah ibu tengah bekerja.

Kehidupan model begini yang membuat saya tidak disiplin, tidak taat, dan tidak merasa berdosa. Puasa batal dibilang tidak. Hehehe.

Kesalahan yang sama terus saja dilakukan di hari esok, lusa, dan seterusnya. Seakan hal tersebut benar. Kesalahan yang dibenarkan.

Anak-anak zaman dulu, kalau bulan Ramadan sering mandi di sungai sebagai penyejuk dan pelepas dahaga sesekali makan buah pepaya atau jeruk (foto dari pixabay/sasint)
Anak-anak zaman dulu, kalau bulan Ramadan sering mandi di sungai sebagai penyejuk dan pelepas dahaga sesekali makan buah pepaya atau jeruk (foto dari pixabay/sasint)
Sehabis pulang sekolah, saya dan teman-teman mencari kayu bakar. Waktu itu, gak ada kompor gas di desa, jarang ada kompor minyak tanah, yang ada dan melimpah kayu bakar.

Ketika mencari kayu bakar, ada kalanya perut berbunyi. Menandakan ada demontrasi organ pencernaan. Saya dan teman-teman, melihat sekeliling dan merencanakan aksi makan bersama.

Alam di tahun itu masih kaya. Banyak pohon pepaya tumbuh sembarang dan lebat-lebatnya berbuah. Maka dari itu, saya dan teman-teman kembali berbuka puasa. Tapi dengan buah pepaya yang segar. Hehehe. Puasa sudah batal, kini tambah batal. Double batal. 

Nekatnya, bila mencari kayu bakar disekitar kebun jeruk. Ini sangat menggoda. Anak desa udah biasa makan pepaya, kalau jeruk hanya di bulan Maulud saja.

Maka diputuskan untuk masuk ke dalam kebun jeruk, mencari yang masak, sekalian dimakan di tempat dan dibawa pulang sebagai kado bagi ayah ibu. Bilangnya dikasih penjaga kebun. Hehehe.

Anak zaman sekarang mana mungkin punya cerita begitu? Gak ada. Ceritanya kalau gak game online malah tiktok. Hahaha.

Pola puasa anak yang salah bakal membuat anak-anak membangkang, terlebih anak-anak belum sanggup menahan keringnya tenggorokan dan kosongnya lambung. Anak-anak ya hanya bermain, bermain, dan bermain. Gak ada capeknya. Kalau capek, ya cari sesuatu untuk dapat dimakan. 

Syukur, anak-anak sekarang sudah lebih baik dalam pola berpuasa. Orangtua sudah menentukan puasa anak hanya setengah hari atau sekitar enam jam saja. Intinya, tetap tiga kali makan sehari. Pagi (sahur), siang, dan malam (berbuka). 

Itulah nostalgia Ramadan zaman dulu saya, bagaimana kisah puasa kamu dahulu? Pasti jauh lebih lucu. Hahaha.

Tambahan, perilaku berbohong tersebut jangan ditiru ya. Beda zaman beda pula akhlaknya.

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun