Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Imajinasi Besar Anak dan Teka-Teki Ilmu Pengetahuan

20 Januari 2021   08:55 Diperbarui: 20 Januari 2021   09:08 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak bermain imajinasi (foto dari klikdokter.com)

Anak adalah pabrik imajinasi. Segala benda yang dilihat dan dipegang anak akan hidup dalam dunianya. Apapun itu, anak seorang produsen imajiner. Lantas perlukah orang tua turut berimajinasi atau bermain imajinasi bersama anak?

Orang tua tentunya memiliki keleluasaan diri, baik berpikir maupun bertindak. Maka dari itu, orang tua mampu mengarahkan dan membimbing tumbuh kembang anak. Tak terkecuali saat anak asyik bermain imajinasi. Sebab secara tidak langsung, orang tua memberikan sedikit banyak pengetahuan maupun wawasan terhadap anak melalui imajinasinya.

Pada kenyataan, orang tua tak mampu memahami pola imajinasi anak. Anak adalah memori kosong yang kudu didikte dengan ajaran yang telah berlaku sejak lama. Pakem-pakem itulah yang mengakibatkan anak tertekan sehingga membuyarkan imajinasinya. Tentu hal ini merupakan kesalahan, apalagi kita tak mengerti alir pikir anak atas tindakan yang ia tunjukkan. Dasar dia bergerak saja, kita gagal memahami maknanya.

Berdasarkan pengalaman Pak Katedrarajawen yang saat itu, menuliskan sebuah pengalaman pada kolom komentar artikel saya. Beliau bercerita singkat, ketika anaknya di sekolah yang sedang asyik pembelajaran mewarnai. 

Anak Pak Katedrarajawen mewarnai daun pohon kelapa dengan warna cokelat. Jelas itu salah, kita semua tahu bahwa daun pohon kelapa berwarna hijau. Sang guru menegur atas hasil pewarnaan pohon kelapa, sebab ia menilai kurang tepat. Lantas si anak mengadukan pada ayahnya—Pak Katedrarajawen. 

Pohon kelapa (foto dari bobo.grid.id)
Pohon kelapa (foto dari bobo.grid.id)
Beliau menanyakan alasan mewarnai daun kelapa tersebut. Si anak mengatakan bahwa pohon kelapa tersebut sudah kering atau mati. Hal itu disebabkan oleh pengalaman anak Pak Katedrarajawen yang mendapati kebun kelapa milik ayahnya telah mati atau kering. Itulah yang membuat anak Pak Katedrarajawen mewarnai daun kelapa dengan warna cokelat.

Dari kisah Pak Kate (sapaan akrab beliau), kita dapat mengambil kesimpulan bahwa anak-anak terutama di bawah usia 10 tahun memiliki daya imajinasi yang sangat bagus dan tak dapat kita terka dengan mudah. 

Melalui imajinasi anak tersebut, kita harus mampu memainkan peran sebagai pemberi ilmu kehidupan dengan menyisipkan satu atau dua ilmu yang bermanfaat bagi tumbuh kembang anak.

Kita perhatikan imajinasi anak di sekitar kita yang bermain jual-jualan, menjual sayur. Ia mengambil beberapa macam tanaman kecil yang ada di sekitarnya dan menamai tiap jenisnya dengan nama sayuran. 

Suket teki diibaratkan kacang panjang, pasir dinamakan dengan beras, kerikil dilambangkan sebagai telur, dan rerumputan lainnya. Ia mulai berjualan, menentukan harga dan proses perdagangan lainnya. Dedaunan pohon kering yang dipungut di sekitar permainan, mereka nyatakan sebagai uang. Salah satu teman bermainnya sebagai pembeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun