Mohon tunggu...
Syamsumarlin  B
Syamsumarlin B Mohon Tunggu... Guru - Menebar salam, cinta kedamaian

Pangbaluk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Potret Pendidikan Toleransi di Tana Toraja (Studi Peran Pergerakan Persyarikatan Muhammadiyah Tana Toraja, Sulawesi Selatan)

1 Februari 2018   13:25 Diperbarui: 1 Februari 2018   13:36 1440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan

 

Berperan sebagai pembendung gerakan misionaris Kritenisasi inilah mengakibatkan Muhammadiyah awal lebih dikenal sejarah sebagai sebuah gerakan Islam yang puritan dan kurang- untuk mengatakan tidak -- toleran dan terbuka terhadap keberadaan pemeluk agama lain, terutama umat Kristiani, daripada sebagai gerakan yang melakukan modernisasi Islam di Indonesia. Ahmad Syafi'i Ma'arif dalam tulisan pengantar buku "Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Kristen Di Indonesia" ia mengungkapkan bahwa dalam memainkan perannya Muhammadiyah cenderung melakukan cara-cara yang sama seperti selama ini dipergunakan oleh kaum misionaris Kristen, seperti klasikal, pendirian rumah sakit, dan kepanduan. Sebab itulah Syafii Ma'arif mengemukakan, Muhammadiyah sering kali dituding sebagai "Kristen putih" atau "Kristen halus".[5]

 

Meskipun Muhammadiyah awal ada yang mencitrakannya sebagai ormas yang puritan, ekslusif, partikulars, dan primordialis, setidaknya  terhadap "orang luar" Islam, seiring perjalanan waktu telah menjadi gerakan Islam modernis yang mengembangkan inklusivisme, universalisme dan transendentalisme. Hal ini bisa lihat didalam pedoman kehidupan Islami warga Muhammadiyah, bagian kehidupan bermasyarakat (Tahun berapa), disitu terdapat poin yang dengan tegas menyatakan bahwa,  dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga diajarkan untuk bersikap baik dan adil, mereka berhak memperoleh hak-hak dan kehormatan sebagai tetangga, memberi makanan yang halal dan boleh pula menerima makanan dari mereka berupa makanan yang halal, dan memelihara toleransi sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam[6]. Adapun dalam hubungan-hubungan sesama manusia dalam konteks sosial yang lebih luas, termasuk hubungan antar etnis, golongan, suku dan agama lain Muhammadiyah menghimbau untuk menunjukkan sikap-sikap sosial yang di  dasarkan atas prinsip menjunjung tinggi nilai kehormatan manusia, memupuk rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan, mewujudkan kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir dan bathin, memupuk jiwa toleransi, menghormati kebebasan orang lain..dst.[7]

 

Disamping pernyataan diatas, Muhammadiyah pada Muktamar 47 tahun 2016 di Makassar juga kembali menegaskan bahwa NKRI tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, Negara Pancasila disebutkan sebagai Darul 'Ahdi Was-Syahadah. Negara pancasila merupakan hasil konsensus nasional (dar al-'ahdi) dan tempat pembuktian atau kesaksian (dar al-syahadah).[8] Konsekuensi dari penegasan tersebut adalah  umat Islam di Negara Pancasila saat ini dan kedepan diharapkan harus tampil sebagai perekat integrasi nasional yang menampilkan Islam Indonesia berwatak wasitiyah (tengahan) yang damai, santun dan toleran sekaligus berkemajuan (al hadlarah) untuk menghadapi tantangan zaman.[9]


 

Selain itu, sebagai ormas yang telah merambah keseluruh wilayah Indonesia, tentu Muhammadiyah memiliki karakteristik yang berbeda setiap daerahnya, termasuk dalam hal peran menjaga hubungan harmonis antar sesama manusia (hablum minan nas). Muhammadiyah Tana Toraja misalnya, meskipun Tana Toraja merupakan salah satu daerah di Propinsi Sulawesi Selatan yang terkenal dengan mayoritas non-Muslim tetapi Muhammadiyah tetap bisa mengembangkan peran dakwah yang menjunjung nilai nilai toleransi disana, terbukti menurut pengakuan salah satu guru dan warga Muhammadiyah Toraja bahwa awal-awal Islam masuk di Toraja adalah dibawah oleh orang Muhammadiyah bahkan sampai mengibarkan dan memperkenalkan bendera merah Putih.[10] Menurut data Sulawesi Selatan dalam angka (Tahun 2000) menyebutkan penyebaran agama di Toraja mayoritas Protestan (72,19 %), sedangkan Islam hanya 6,11 % dibawah Katolik (13,18 %) dan Hindu (8,52 %).[11] Kemudian menurut data tahun 2014 dari kantor BPS Tana Toraja, terjadi kenaikan penganut agama Islam yang signifikan menjadi 30.311 jiwa penduduk yang menganut agama Islam atau 13,40 % dari total penduduk yang jumlahnya 226.260 jiwa. Pemeluk agama Kristen sebanyak 146.991 jiwa (64.97%), Katolik sebanyak 40.858 jiwa (18.06%), Hindu sebanyak 8.082 jiwa (3.57%), dan Buddha sebanyak 18 jiwa (0.003%).[12]    

 

Herman Tahir, yang merupakan kader dan Pimpinan Muhammadiyah Tana Toraja sekaligus sebagai Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tana Toraja, mengaku bahwa di tahun 1936, Ormas Islam Muhammadiyah mulai masuk dan menyebarkan Islam melalui pembangunan sekolah-sekolah. "Kita pertama membangun sekolah SMP Muhammadiyah di Rantepao, tahun itu. SMP itu menerima semua kalangan, termasuk non muslim," Herman juga menjelaskan bahwa, sekolah tersebut banyak menciptakan pemuda-pemuda Islam, dan membangun nilai kejuangan hizbul watan. Sekolah itu kemudian menjadi cikal bakal lahirnya pejuang-pejuang muslim yang melawan penjajah Belanda. "Pejuang-pejuang itu mewarnai sejarah perjuangan di Toraja. Mereka antara lain, Musa, Gani, Tjora Makkawaru, Lebang, Ichwan Rombe, dan beberapa pejuang lain."[13]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun