Mohon tunggu...
Basuni ahmad
Basuni ahmad Mohon Tunggu... Guru - penulis buku Aktualisasi pemikiran pluralisme KH. Abdurrahman Wahid

Merenda kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Urgensi Nalar dalam Memahami Kitab Suci

13 Januari 2020   21:56 Diperbarui: 13 Januari 2020   22:04 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nalar kritis tidak datang tiba-tiba melainkan melalui proses panjang bahkan melalui passing over. Proses ini bisa dilihat bagaimana perjalanan sang hujatul Islam Imam al- Ghazali dalam perjalanan kehidupan keagamaannya.

Al-Ghazali mampu melewati sekaligus memahami dimensi-dimensi agama dari berbagai sudut pandang keagamaan, seperti: Syariah, pilsafat, dan tasauf. Al- Ghazali terjun langsung kejantung tradisi hellennistik untuk mendapatkan kebenaran essensial dan kembali kejantung pemikiran Islam itu sendiri.

Dalam rangka menjaga nalar keagamaan. Gus Dur telah mendeskripsikan bagaimana kiyai tempo dulu memecahkan persoalan keagamaan dalam kehidupan. Kiayi tempo dulu tak langsung merujuk ayat suci ataupun hadits, melainkan menggunakan instrument -- instrument cara memahami hukum yang terkandung pada teks suci.

Menurut Gus Dur mereka yang hanya berkepentingan untuk membatasi diri pada rumusan-rumusan harpiah yang sesuai dengan landasan berpikir skolastik, dan mereka yang mencoba mencari relevansi skolatisme itu sendiri dalam perkembangan sosial yang berlangsung cepat.

Dengan bertolak pada relevansi skolatisme dengan sendirinya pemahaman keagamaan terhindar dari dogmatisme teks. (Lihat, Gus Dur Melawan melalui lelucon, 2000).

Munculnya radikalisme lebih didorong pemahaman sempit beragama (dogmatisme sempit). Sehingga radikalis sering menganggap diluar dirinya sebagai munafik, sesat dan murtad.

Tuduhan yang demikian ternyata hanya didasarkan pada pemahaman murobinya, atau atas teks agama yang di bacanya secara tekstual, mengeberi latar bagaimana teks suci itu muncul.

Jadilah memahami hadits sempit dan kehilangan konteks. Dari itu muncul fatwa "hari ibu haram, mengucapkan selamat natal murtad, dan tiup trompet murtad". Padahal hadits tasyabuh tersebut konteksnya mengikuti ibadah yang diyakini mereka.

Sementara yang merayakan hari ibu, tiup trompet, dan mengucapkan natal sama sekali tak terkait dengan ibadah.

Kaidah ushulnya jelas "al-umuru bimaqasidiha", atau selaras dengan hadits nabi " innamal' amalubinniat", segala sesuatu tergantung pada maksudnya. Sekalipun masuk gereja jikalau tujuannya baik tentu tidak dihukumi berdosa, pun sebaliknya jikalaupun masuk masjid jika tujuannya untuk mencuri tentu bukan berpahala.

Dalam bingkai kehidupan sosial Rasulullah telah memberikan qudwah membangun tatanan sosial pada masyarakat lengkap dengan segala perbedaan yang melingkupinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun