Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenapa Tak Memilih ?

16 Juni 2014   18:34 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:30 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Debat kedua, setelah melewatkan yang pertama.

Seseorang harus bisa masuk kepada posisi netral untuk melihat apa dan siapa para Calon Presiden kita sebenarnya , meskipun tetap merasa bahwa debat pemilihan presiden di Indonesia masih sebatas 'show' belaka yang tak kena menjadikan seorang ( calon ) pemilih untuk benar benar menentukan ( atau  tidak ) Calon Presidennya.

Perang era media sosial mengenai keberpihakan terhadap calon masing masing terus berjalan, dan jujur saja euphoria tersebut sangat wajar akan berpengaruh kepada pemilih dengan sisi 'peer pressure' dan kebutuhan akan pengakuan yang di tonjolkan disana. Esensi yang sebetulnya kurang realistis, tapi itulah demokrasi di Indonesia. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Harus mengakui bahwa memang kita masih banyak belajar disini.

Sedikit anekdot satir yang kurang lebih "menyindir" adalah "apabila anda ingin memilih seorang pemimpin yang terbaik, maka pilihlah yang paling tidak populer di kalangan wanita atau Ibu Ibu. Padahal secara jumlah, para pemilih wanita memegang peranan penting disini. Namun berkaca sepihak  dan subyektif pada contoh kasus pada pemilihan SBY pun berkata sebaliknya.

Bahwa sosok yang ganteng, tampak berwibawa , tegas karena dari latar belakang militer pun tak berarti apa apa.  Dan tak bermaksud membuka luka lama, namun pemilih SBY memang kebanyakan para wanita, dan sebagian besar rakyat Indonesia yang masih belum dapat lepas dari sebuah 'kultur' bahwa militer adalah sebuah pilihan, untuk kembali menegakkan kedaulatan.



blekempeign 101 -  pilih calon yang paling sedikit di pilih oleh kaum wanita - dokumen pribadi

Kali ini, seorang sosok bertubuh kurus, tak tampan namun 'smart' dan merakyat menjadi sebuah pilihan ? Seperti mewakili sisi yang mungkin ada di kebanyakan dari kita. Saya, tak tampan. Saya, tampak tak pernah diperhitungkan. Saya gerah akan birokrasi yang berbelit belit. Saya, merasa 'smart'. Dan sifat saya saya yang lainnya, sehingga sosok tersebut bisa menjadi 'perwakilan' dari suara hati atau sosok yang terdalam.

Disisi yang lainnya , tampak seorang sosok yang tampak berapi api. Nasionalis. Menyandang garuda yang sekarang ini nampak semakin rapuh paruhnya.  Seorang yang dianggap rela berkorban habis habisan bagi negara, dalam arti yang sebenarnya. Bagi kaum lelaki, anda tentu mengerti kan apa maksud saya?

Bicara dengan sosok, bicara tentang program program mereka.

Ekonomi kerakyatan dengan mengatasi kebocoran. Perbaikan revolusi mental , peningkatan sumber daya manusia dengan keberpihakan terhadap rakyat kecil, dengan membuka lahan agraris seluas luasnya. Visi Industrialis dan Visi Merakyat Nasionalis.  Secara pribadi saya tak begitu peduli dengan tak hafalnya Prabowo mengenai apa itu TPID. Konyol, mengingat "calon cawapres' yang digandengnya adalah seorang penggiat. Sebuah pukulan telak, clean tepat di kubu Prabowo, yang semakin menjelaskan bahwa sosok yang digandengnya memang sejatinya tidak kompeten untuk mendampinginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun