Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Money

Kalau Prapanca Bisa Ngomong, Situ Siul Sini Siap

10 Mei 2013   09:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:49 4380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kasus Ahmad Fathanah dengan 'koleksi'nya sebetulnya bukanlah sesuatu yang besar. Urusan lobbying dengan bumbu suguhan atraksi 'bawah perut' memang sudah lazim terjadi tidak hanya di dunia perpolitikan, bisnis dan lainnya. Jangan salah, bahkan ditengah acara tanya jawab setelah pengajian yang berkesan sakral, saat urusan bawah perut ditanyakan oleh seorang peserta, biasanya bahkan seorang yang terlihat paling diam dan alim di acara tersebut pun menjadi tertarik dengan bola mata yang membelalak dan bahasa tubuh yang semakin mendekat.

Itu adalah fakta.

Fathanah, adalah satu dari sekian banyak 'petualang' seputar Gedung Kura Kura Senayan. Keberlangsungan hidup mereka bergantung pada kebutuhan resmi dan tidak resmi seputar para penghuni gedung. Jalan lobbying pun bisa bermacam macam. Bisa berdebat dengan sengit di meja fraksi, maupun asik masuk di kolam whirlpool yang hangat dengan kolega ataupun bahkan lawan partai dengan beberapa 'teman' yang bisa melepas penat.  Orang seperti Fathanah, sangat banyak.

Mereka seperti halnya para concierge di hotel. Alumaga. Apa lu mau, gua ada. Dia adalah intangible asset. Saat ada kebutuhan, mereka pun tak sungkan dekat dengannya. Saat kena kasus seperti ini? Yah, dia kan cuma simpatisan saja.  Dia kena, karena kita sekarang ini sudah hidup di jaman berbeda.

Kalau saja sebuah rumah dibilangan Jalan Prapanca , Jakarta Selatan bisa ngomong. Waduh, banyak sekali jejak kasus yang bisa ditelusuri dari sana.  Kejayaan rumah tersebut memang hanya berlangsung pada saat orde baru saja. Sekarang? Saat memasuki pekarangannya, sulit sekali untuk membayangkan  bahwa di rumah ini, dulu sekali, bahkan seorang Jendral pun rela untuk tidur berhari hari didalam sana.

Yang tersisa dari masa kejayaannya hanyalah beberapa lukisan antik dengan furnitur lama.  Rumah itu pun  jadi saksi, dimana lobi kelas tinggi dengan suguhan 'creme de la creme' kelas atas sudah menjadi budaya. Para wanita cantik muda yang seringkali juga merangkap sebagai model menjadi suguhannya.

Adalah Hartono, seorang pria ramah yang sangat murah senyum dengan kemampuan public relation yang piawai. Beberapa bahkan mengenalnya sebagai seorang dermawan. Yang lain mengenalnya sebagai seorang kolega. Sang maestro bisnis inilah yang berhasil mengemas sebuah sajian seperti itu menjadi lebih beradab, dengan target pasar menengah kelas atas.

Langganannya? Baik dari para pelaku bisnis, orang yang berkecimpung di dunia politik, dan siapa saja yang mempunyai uang lebih untuk sekedar 'buang sial'. Jangan salah, para wanita yang disana pun dididik secara profesional untuk menjadi seorang lady escort yang handal.

Mereka tak hanya mahir dengan trik di ranjang saja. Kemampuan bahasa asing, ilmu psikologi dan luasnya pengetahuan umum mereka menjadikan para lady escort ini tak jarang menjadi simpanan para pejabat.  Itulah prestige bagi mereka saat itu, saat berhasil 'mentas' dan sudah menduduki posisi yang lebih terhormat, sebagai simpanan para pejabat yang memegang kuasa tinggi di wilayah pemerintahan kita. Atau para pengusaha.

Tak jarang bahkan dari mereka yang malah lebih sering menemani para Bapak ini untuk kunjungan luar negeri ketimbang para istri resmi sendiri.  Dan pada saat, dan era yang berbeda pula, Hartono sanggup mengunci semua rahasia, mengemas bisnis tersebut dengan profesional. Tidak ada KPK pada jaman itu. Semua tidak tampak di permukaan. Rapi jali, discreet dan yang jelas aman dari sentuhan hukum sendiri.

Sebuah manajemen yang rapi yang berkaitan dengan kepercayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun