Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Beras (Kian) Memanas

22 Maret 2018   20:37 Diperbarui: 22 Maret 2018   20:58 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (kompas.com)

Impor beras menjadi polemik di awal tahun 2018. Keputusan tersebut diambil untuk mengatasi kenaikan harga beras di berbagai daerah di Indonesia. Kebijakan ini diputuskan menjelang waktu panen raya. Impor juga dilakukan untuk memenuhi cadangan beras dalam negeri.

Rencana impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah kembali menjadi topik hangat yang menyeruak beberapa pekan terakhir. Pasalnya, impor beras akan dilakukan menjelang panen raya dan dianggap akan merugikan petani. Selain itu, keputusan tersebut diambil setelah Kementan merilis angka jumlah produksi beras yang katanya surplus. Data produksi kembali menjadi sorotan dan dipertanyakan keakuratannya.

Hasil monitoring pasokan dan eskalasi harga beras, 10-12 Januari 2018 yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan enam gejala maladministrasi pada pengelolaan data dan impor beras. Diantaranya adalah penyampaian informasi stok beras yang tidak akurat kepada publik. Stok beras nasional pas-pasan dan sebaran tidak merata. ORI memberikan tujuh saran kepada pemerintah, diantaranya adalah dengan melakukan pemerataan stok, penghentian pembangunan opini surplus dan kegiatan perayaan panen yang berlebihan, dan memberi dukungan maksimum kepada BPS untuk menyediakan data produksi dan stok yang lebih akurat, dikutip dari Republika (16/1/2018).

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) tidak merilis data jumlah produksi beras sejak tahun 2016. Hal ini disebabkan karena BPS menemukan terjadinya overestimate  data produksi padi selama ini dari metode pengumpulan data luas panen.  BPS menunggu data luas panen yang dihasilkan dari hasil survei Kerangka Sampel Area (KSA). Metode ini merupakan hasil kerja sama antara BPS dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan akan mulai dijalankan pada awal tahun 2018. 

KSA menggunakan teknologi citra satelit dalam penghitungan luas panen. Para petugas BPS akan mengambil gambar pada titik yang telah ditentukan dan dikirim setiap akhir bulan selama 2018. Nantinya metode ini akan menggantikan metode eye estimate atau pandangan mata yang selama ini dilakukan oleh dinas terkait dalam mengumpulkan data luas panen. Diperkirakan terjadi deviasi pada data sebesar 17,5 persen. 

Beras merupakan komoditi yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Rilis BPS tentang tingkat kemiskinan Sulawesi Selatan pada September 2017 menyatakan bahwa beras menjadi komoditaas makanan yang paling berpengaruh terhadap nilai garis kemiskinan. Sumbangan komoditas beras terhadap garis kemiskinan sebesar 16,14 persen di daerah perkotaan dan 21,99 persen di daerah perdesaan.

Data inflasi bulan Desember 2017 yang dirilis BPS Sulsel (2/1/2018) menempatkan beras sebagai komoditas yang mengalami kenaikan harga. Tingkat inflasi Sulsel pada bulan Desember mencapai 1,04 persen. Beras menjadi bahan makanan yang memiliki andil cukup besar terhadap tingkat inflasi. Artinya, harga beras cukup memengaruhi stabilitas harga komoditas lainnya di Indonesia termasuk di Sulsel.

Data FAO menyebutkan bahwa Indonesia menjadi negara penghasil beras terbesar ketiga di dunia setelah Tiongkok dan India. Produksi beras Indonesia pada 2016 mencapai 77,29 juta ton. Harga beras di Indonesia pada November 2017 rata-rata sebesar 0,79  Dolar AS per kilogram. Harga beras di Indonesia menjadi yang tertinggi ketiga di Asia setelah Tiongkok dan Filipina. Fakta yang dihimpun dari data harga beras cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. 

Komoditas beras memang tak hanya tentang masalah ekonomi. Jika tidak ditangani dengan baik, isu impor beras bisa berimbas ke masalah politik. Di lain sisi, pemerintah ingin menjaga harga beras medium tetap terkendali di tengah merangkaknya harga di pasaran. Namun, kebijakan ini juga dapat menjadi penilaian gagal dalam menjaga ketahanan pangan dalam negeri. Beras impor juga bisa dijadikan cadangan jika terjadi kegagalan produksi yang disebabkan oleh hama dan cuaca yang ekstrem. Beras dapat memengaruhi stabilitas perekonomian. Oleh karena itu, butuh kehati-hatian dalam mengambil kebijakan untuk mengatasi masalah ini dari hulu hingga hilir.

Data produksi sangat penting dalam menjaga ketahanan pangan. Untuk itu, penyempurnaan data menjadi hal mendasar ditandai dengan pelaksanaan KSA oleh BPS tahun ini. Masalah cadangan beras juga perlu mendapatkan perbaikan. Serapan beras petani yang dilakukan BULOG perlu ditingkatkan demi memperbaiki manajemen stok beras. Petani butuh perhatian yang lebih besar dari pemerintah dengan harga pembelian yang cukup pantas di tingkat petani. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun