Mohon tunggu...
Barzakhi AlMahdi
Barzakhi AlMahdi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa UIN Sunan Ampel Surabaya

Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksploitasi Digencarkan, Regulasi Diabaikan, Ekosistem Menjadi Korban!

4 Juli 2021   07:55 Diperbarui: 4 Juli 2021   07:57 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya (SDA). selain sumber daya alam hayati, Indonesia juga banyak mempunyai sumber daya alam yang dapat di eksploitasi seperti berbagai jenis barang tambang. Hampir di semua provinsi di Indonesia memiliki barang tambang yang sangat melimpah dari minyak bumi, gas alam, emas dan timah. 

Akan tetapi kurangnya kesadaran dari perusahaan yang mengekploitasi hasi alam tersebut, kadang menjadikan bahaya tersendiri baik terjadi kerusakan lingkungan atau bahkan sampai mengancam keberlangsungan hidup warga local yang hidup disekitar daerah yang di eksploitasi tersebut.

Dilansir dari duniatambang.co.id, dalam kegiatan usaha pertambangan, terdapat sistem tambang terbuka (surface mining) dan tambang bawah tanah (underground mining) yang masing-masing terdiri dari berbagai metode penambangan tersendiri. Pemilihan metode penambangan berdasarkan bentuk, kedalaman, sebaran, posisi, volume, dan kondisi tanah penutup dari bahan galian. Sistem tambang terbuka lebih banyak digunakan karena relatif lebih aman, biaya lebih rendah, sistem kontrol alat-alat yang beroperasi lebih mudah. Akan tetapi dibalik banyaknya kelebihan dari system tambang terbuka (surface mining) ada bahaya yang dapat mengancam kelestarian alam dan juga makhluk hidup.

Data dari BBC.com dan Pengiat lingkungan menyebutkan bahwa sampai tahun 2019 ada 1.735 lubang tambang di Provinsi kaliamantan yang dibiarkan menganga oleh perusahaan, meski mereka secara hukum wajib mereklamasi bekas galian setelah eksplorasi. Namun pemerintah mengklaim hanya menemukan sekitar 500 lubang tambang di provinsi yang akan menjadi tuan rumah ibu kota baru itu. 

Padahal menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, mengharuskan perusahaan melakukan reklamasi dan pascatambang lubang bekas tambang . Dalam Pasal 5 (1), disebutkan bahwa pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi sebelum melakukan kegiatan eksplorasi wajib menyusun rencana reklamasi berdasarkan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Meskipun regulasi yang ada sudah sedemikian itu, banyak perusahaan yang masih mengabaikan regulasi tersebut.

Bahaya akibat lubang galian yang tidak di reklamasi juga dapat mengancam manusia (warga local) yang hidup disekitar bekas lubang galian tambang. Terbukti berdasarkan catatan Jatam Kaltim per tahun 2020, sudah 39 jiwa melayang, tewas tenggelam di lubang tambang batubara yang tidak direklamasi. 

Selain mengancam manusia, bekas galian lubang tambang tersebut juga berdampak buruk pada kondisi tanah dan dapat merusak ekosistem. Pembongkaran lapisan tanah dalam proses penambang telah membuat mineral di dalam tanah terbuka sehingga membawa logam-logam berat seperti besi (Fe), timbal (Pb), seng (Zn), dan lain-lain yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di sekitar lingkungan. 

Selain itu, bekas tambang punya pengaruh yang besar terhadap pembentukan senyawa sulfat sebagai penyebab terjadinya air asam tambang melalui oksidasi. Jika air asam tambang terkonsumsi oleh manusia dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti gatal-gatal, muntah, kanker, dan parahnya dapat merusak organ tubuh manusia yang dapat menyebabkan hingga kematian.

Masyarakat disekitar lubang tambang juga harus mengerti akan bahaya kerusakan ekosistem yang terjadi akibat bekas lubang tambang yang tidak direklamasi. Ironisnya masih banyak warga setempat yang menggunakan air bekas lubang tambang sebagai air irigasi untuk tanaman sawah. Hal tersebut tentunya sangat berbahaya mengingat terdapat kandungan besi didalam air tersebut bisa merusak padi dan hasil endapan besi di padi yang apabila termakan maka akan ikut masuk kedalam tubuh manusia juga, dan hal tersebut dapat membahayakan Kesehatan.

Penulis berasumsi bahwa pemberlakuan pasal  99 UU No. 3 Tahun 2020 dianggap juga memberikan celah bagi para perusahaan tambang untuk tidak menutup keseluruhan lubang bekas tambang. Wacana dari pemerintah terkait lubang bekas galian tambang yang akan dijadikan tempat wisata juga menjadikan permasalahan ini semakin rumit. Pasalnya pengubahan menjadi tempat wisata belum sepenuhnya dijalankan, ada beberapa yang awalnya menjadi tempat wisata, tetapi akhirnya terbengkalai dan justru membahayakan masyarakat setempat. Hal tersebut dikarenakan tidak ada plang peringatan kedalaman dan bahayanya tempat tersebut sehingga banyak yang kurang mengerti yang akhirnya malah banyak yang meregang nyawa akibat tenggelam.

Untuk meminimalisir banyaknya kerusakan lingkungan dan juga korban akibat bekas lubang tambang penulis memberikan beberapa saran yaitu :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun