Mohon tunggu...
Frans Abednego Barus
Frans Abednego Barus Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Paru

seorang insan medis biasa yang ingin membagi wawasan dan share ilmu pengetahuan. Anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia sejak 2004

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Genderang Perang Jenderal Terawan

6 Desember 2019   15:19 Diperbarui: 7 Desember 2019   09:02 8153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Antara Foto/Wahyu Putro

Semenjak dilantik jadi Menteri Kesehatan Bapak Mayor Jendral Terawan menggebrak dunia kesehatan dengan menampilkan topik hangat seputar defisit BPJS. Ia mengatakan pemborosanlah yang menjadi biang keladi tergerusnya dana BPJS. 

Berapa pun iuran apabila masih diyakini bahwa dokter belum mempu memiliki paradigma kendali mutu dan kendali biaya. Tersedotnya biaya ini paling besar ke arah operasi dan penyakit degeneratif lainnya, misalnya jantung, ginjal, dan kanker.

Sebenarnya ini cerita lama namun masih belum mendapatkan solusi jitu yang menyenangkan untuk semua stakeholders.

Tersudutnya dokter spesialis sebagai pemboros ini adalah karena ketidakdisiplinan dokter dalam menegakkan diagnosis yang hobi memakai metode mahal dan terapi yang disebut sebagai overtreatment atau overmanagement.

Tentu kita pun yakin sebenarnya masih sangat banyak dokter yang menjalankan profesi mulia dengan baik dan hati-hati. Namun pernyataan Pak Menteri ini berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan pasien ke depannya, dengan kata lain kredibilitas masuk ke dalam tahapan ujian.

Di sisi lain penerapan clinical pathway di masing-masing RS begitu sulitnya karena karakteristik unik seorang dokter yang kadang seperti tidak bisa disanggah pendapatnya dan tidak mau berubah dari cara yang selama ini diimplementasukan dalam praktek sehari-hari.

Konsekuensi logis yang terjadi adalah perawatan menjadi lama, pemeriksaan berulang, penggunaan obat yang tidak perlu, atau banyak obat/polifarmasi. Sudah begitu pasien malah tidak merasa tuntas disembuhkan. Akhirnya pasien kecewa dan terjadi pemborosan.

Rumah sakit menjadi berkurang pendapatannya apabila pasien lama dirawat karena penerapan sistem koding diagnosis di mana hari rawat tidak diperhitungkan dan berdasarkan koding diagnosis.

Kenapa dr Terawan dengan berani menyatakan faktor pemborosan ada di tangan dokter terutama spesialis? Itu nyata karena Dokter Penanggung Jawab Pasien masih berjumlah minim terutama di kabupaten/kota sehingga beban kerja dan fokus pada pasien bukan pada aturan main dan sistem. 

Karena ketidaktahuan ini membuat kadang-kadang klaim ditolak atau koding sangat kecil sehingga berpengaruh pada penurunan penghasilan dokter, tidak optimal berkomunikasi dengan pasien, bahkan kadang dokter banyak yang curhat kepada pasien tentang minimnya penghasilan sekarang ini. Ironis sekali!

Berita terbaru dari Presiden Jokowi bahwa Dokter Terawan telah menemukan jurus jitu dalam menangani masalah defisit ini dan dalam waktu dekat bagaikan strategi perang, Terawan siap memberantas mafia di sekitar para insan medis termasuk dokter nakal akan dilibas dengan penegakan aturan yang bekerjasama dengan KPK. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun