Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tidak Selamanya Dokter Itu Benar, Lho

5 September 2022   09:38 Diperbarui: 5 September 2022   09:49 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Juga soal kurang makan buah-buahan dan sayuran. Hmm, si dokter sangat keliru. Di rumah saya, setiap hari minimal ada dua jenis buah-buahan dan sayuran yang wajib di konsumsi setiap hari. Kalau tidak pisang dan papaya, juga buah pir, semangka atau buah apa saja lah yang pasti tidak pernah alpa buah-buahan dirumah saya untuk di konsumsi. So?

Dan, yang sangat keliru adalah "Anda kurang olahraga" Hmm, rasanya pengen deh menyeret si dokter ke GBK atau ke arena olahraga lainnya yang seminggu 3 atau 4 kali saya datangi untuk berolahraga. Supaya si dokter tahu kalau olahraga itu sudah menjadi bagian pola hidup sehat saya. Olaharaga yang sering saya lakukan berlari hingga 5 hingga 10 K, berenang atau hiking. Jadi, masih kurang?

              Oleh karena itu, jika kita sedang berhadapan dengan dokter yang sedang memeriksa kesehatan kita, kita berhak untuk membantah atau menyangkal apa yang dikatakan si dokter jika kita menganggap pernyataannya itu keliru. Karena Tidak selamanya dokter itu benar. Yang paling tahu riwayat kesehatan tubuh kita adalah kita si empunya tubuh. Tapi, anehnya, masih banyak pasien yang enggan menyangkal apa yang dikatakan si dokter meski dalam hati dia menyangkal penyataan si dokter. Sehingga obat-obatan yang di kasih untuk di konsumsi pun bisa tidak sesuai dengan apa yang dibuthkan tubuh kita.

Pernah juga saya berdebat sama seroang dokter soal tensi. Saya selalu menolak jika alat ukur tensi yang dipakai yang digital. Karena hasilnya sangat berbeda dengan alat ukur tensi yang manual. Karena yang manual hasilnya selalu akurat dan benar. 

Berbeda dengan alat ukur tensi yang digital hasil tensi bisa melonjak drahtis. Pernah si dokter kekeh dan ngotot dengan pernyataannya kalau tensi saya 150/110. Tapi saya menyangkal kalau alat ukur tensi yang dipakainya tidak akurat. 

Saya mau diukur ulang dengan yang manual. Perdebatan terjadi sampai saya minta ulang diukur dengan alat tensi yang manual. Dengan wajah jutek si dokter kembali mengukur dengan alat tensi manual dan hasilnya tensi saya normal. 120/90.

Nah, apakah kita harus manut-manut saja ketika kita sadar apa yang dilakukan dokter itu salah? Kita berhak berargumen selama argument kita bisa dibuktikan dan akurat. Supaya kita tidak sembarangan mendapat obat yang sesungguhnya tidak dibutuhkan tubuh kita.

So, dokter bukan Tuhan. Mereka juga pasti akan melakukan kesalahan juga. Kita berhak untuk mengkoreksinya jika salah. Demi tubuh kita juga, bukan?

Apakah anda punya pengalaman yang sama? Boleh sharing di komen...

Note:

Foto ilustrasi ketika sedang sakit saat pulang dari mendaki gunung. jadi tidur di angkot. 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun