Mohon tunggu...
Pasu Sibarani
Pasu Sibarani Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

NIM: 55522120006 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mekanisme Perpajakan Pekerjaan Tetap dan Pekerjaan Tidak Tetap

26 Mei 2024   13:39 Diperbarui: 26 Mei 2024   13:52 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpajakan adalah salah satu aspek penting dalam perekonomian sebuah negara. Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah yang digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan negara, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga pelayanan publik. Oleh karena itu, pemahaman tentang mekanisme perpajakan bagi berbagai jenis pekerjaan menjadi sangat penting. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas secara mendalam mengenai mekanisme perpajakan pekerjaan tetap dan tidak tetap di Indonesia. 

Pekerjaan tetap merujuk pada posisi yang memiliki kontrak jangka panjang atau permanen dengan perusahaan, yang memberikan kestabilan kerjad dan berbagai manfaat tambahan seperti asuransi kesehatan dan tunjangan pensiun. Di sisi lain, pekerjaan tidak tetap, sering kali berupa kontrak jangka pendek, pekerja lepas atau paruh waktu yang menawarkan fleksibilitas namun dengan jaminan yang lebih sedikit.

Dari perspektif perpajakan, kedua jenis pekerjaan ini juga diperlakukan secara berbeda. Untuk pekerja tetap, mekanisme perpajakannya lebih terstruktur. Setiap bulan, perusahaan sebagai pemberi kerja memiliki kewajiban untuk memotoh Pajak Penghasilan (PPh) dari gaji yang diperoleh karwayan tetap mereka. Pemotongan ini dikenal sebagai Pajak Penghasilan Pasal 21.  Perusahaan juga bertanggung jawab untuk melaporkan dan menyetorkan pajak yang telah dipotong tersebut ke kas negara. PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan penghasilan bruto karywan setelah dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun dan pengurangan lainnya yang diperbolehkan oleh undang- undang.

Pajak yang dipotong tersebut kemudian dilaporkan dalam SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan PPh oleh karyawan yang bersangkutan. Sistem pemotongan pajak ini bertujuan memastikan bahwa setiap karyawan membayar pajak sesuai dengan tarif progresif yang berlaku di Indonesia, yaitu yang berkisar antara 5% hingga 35% tergantung pada besaran penghasilan kena  pajak.

Sementara itu, mekanisme perpjakan bagi pekerja tidak tetap atau pekerja lepas memiliki pendekatan yang berbeda. Dalam beberapa kasus, pemberi kerja dapat melakukan pemotongan Pajak Penghasilan 21 bagi pekerja tidak tetap apabila pembayaran dilakukan secara reguler dan telah memenuhi kriteria tertebntu. Selain itu, pekerja tidak tetap yang memiliki penghasilan dari beberapa pemberi kerja atau sumber lain juga harus lebih cermat dalam melaporkan semua penghasilannya untuk mengindari risiko pengenaan sanksi atau denda akibat kurang bayar pajak.

Dalam era digital dan perkembangan ekonomi masa kini, semakin banyak individu yang memilih pekerjaan tidak tetap atau pekerjaan lepas. Oleh karena itu, pemahaman yang baik mengenai mekanisme perpajakan menjadi sangat penting. Pemerintah juga harus terus melakukan sosialisasi dan penyederhanaan proses perpajakn untuk mendukung kepatuhan pajak yang lebih baik dari semua kalangan pekerja. Salah satu langkah yang diambil pemerintah misalnya  memperkenalkan perhitungan tarif efektif rata-rata yang mulai berlaku sejak Januari 2024. Mekanisme perhitungan tersebut membuat perhitungan PPh Pasal 21 menjadi lebih sederhana dan lebih mudah, sehingga pekerja dapat dengan mudah menghitung kewajiban perpajakannya.


Contoh Kasus I

Pada gambar 1 dapat dilihat mekanisme perhitungan PPh Pasal 21 untuk setiap kriteria pegawai. Misalnya Udin adalah pekerja tetap dengan Penghasilan Bruto Rp. 100.000.000 dalam satu tahun. Jika Udin berstatus sebagai pegawai tetap maka dari Penghasilan Bruto tersebut terlebih dahulu harus dicari berapa penghasilan neto dengan mengurangi biaya yang diperbolehkan oleh undang- undang. Misalnya ada biaya jabatan (5% dari penghasilan neto, maksimal Rp. 500.000 sebulan), Iuran pensiun dan Iuran Jaminan Hari Tua. Jika Iuran pensiun Udin sebesar Rp. 1.000.000 dan Iuran Jaminan Hari Tua Rp. 800.000, status Lajang tanpa tanggungan maka perhitungan Penghasilan kena pajak untuk Udin adalah sebagai berikut: 

Ph Neto = Ph. Bruto-(Biaya Jabatan+Iuran Pensiun+Iuran Jaminan Hari Tua)

= Rp. 100.000.000 - ( (5%xRp. 100.000.000) + Rp. 1.000.000 + Rp. 800.000)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun