Mohon tunggu...
Yieen Banne
Yieen Banne Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana UNDIKSAH Pendidikan IPA_Guru SMP Negeri 2 Ayamaru

Mendaki dialam yang asri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Harmoni Tri Hita Karana : Menjaga Keseimbangan melalui Tata Ruang Pendidikan SMA di Tengah Modernitas

6 Oktober 2025   00:30 Diperbarui: 6 Oktober 2025   00:37 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: implementasi nilai-nilai THK dalam tata ruang suatu wilayah dan integrasinya ke dalam kurikulum dan pengajaran di SMA  (Sumber:Dibuat Pribadi)

Contoh Kasus

Studi kasus nyata adalah program "Desa Harmoni" di Kaimana. Di sini, pemerintah daerah menerapkan THK dengan membangun permukiman yang ramah lingkungan: rumah panggung dari kayu lokal yang tahan banjir, ruang terbuka hijau untuk musyawarah, dan taman adat untuk ritual. Hasilnya? Konflik lahan turun 40%, dan pendapatan masyarakat naik melalui ekowisata. Ini kontras dengan wilayah tanpa THK, seperti sebagian Sorong di mana urbanisasi liar menyebabkan banjir tahunan dan kemacetan sosial. Perbandingan pandangan muncul di kalangan ahli: sebagian arsitek modern mengkritik THK sebagai "terlalu tradisional" dan kurang inovatif, sementara antropolog seperti Dr. Yustinus dari Universitas Negeri Papua menekankan bahwa THK justru fleksibel, bisa digabung dengan teknologi GIS untuk pemetaan digital. Pendekatan hibrida ini, menurut laporan Bank Dunia 2023, lebih efektif di daerah tropis seperti Papua.

Integrasi Nilai Tri Hita Karana dalam Kurikulum SMA

Sekarang, bagaimana integrasi THK ke kurikulum dan pengajaran di SMA? Kurikulum Merdeka 2022 membuka ruang untuk muatan lokal, memungkinkan THK dimasukkan ke mata pelajaran seperti Pendidikan Pancasila, Geografi, dan Prakarya. Di SMA Negeri 1 Manokwari, misalnya, guru mengajarkan THK melalui proyek berbasis komunitas: siswa merancang model tata ruang mini yang menggabungkan pilar THK, seperti taman sekolah yang menghormati tanaman sakral adat. Analisis dari Jurnal Pendidikan Lingkungan (2023) menunjukkan bahwa metode ini meningkatkan pemahaman siswa tentang isu lokal sebesar 35%, dibandingkan pengajaran konvensional yang abstrak.

Contoh praktik baik adalah program "THK Goes to School" di SMA Kristen Kalam Kudus Sorong. Siswa kelas XI melakukan field trip ke hutan mangrove, mempelajari Palemahan melalui diskusi tentang dampak pertambangan. Mereka kemudian mengintegrasikannya ke esai Pawongan, membahas harmoni antar-etnis di Papua. Ini bukan hanya teori; siswa terlibat dalam aksi nyata, seperti penanaman pohon yang melibatkan orang tua dan tokoh adat, menciptakan ikatan generasi. Perbandingan dengan SMA di Jawa menunjukkan perbedaan: di sana, kurikulum lebih urban-sentris, sementara di Papua, THK membuat pelajaran relevan dengan kehidupan sehari-hari, mengurangi angka putus sekolah akibat ketidakrelevanan.

Implikasi bagi kehidupan sehari-hari

Implikasi praktisnya bagi kehidupan sehari-hari sangat besar. Bagi siswa SMA, THK membentuk karakter berkelanjutan: mereka belajar bahwa tata ruang yang baik berarti rumah aman dari bencana, pekerjaan hijau seperti guide ekowisata, dan masyarakat damai tanpa konflik. Bagi masyarakat, ini berarti ekonomi lokal yang kuat---misalnya, sagu organik yang diekspor dengan label THK. Secara keseluruhan, integrasi ini mengubah Papua Barat Daya dari wilayah rawan menjadi model nasional, di mana pendidikan dan tata ruang saling mendukung untuk kesejahteraan jangka panjang.

Penutup

Secara ringkas, implementasi nilai-nilai Tri Hita Karana dalam tata ruang wilayah Papua Barat Daya berhasil menciptakan keseimbangan antara pelestarian alam, harmoni sosial, dan dimensi spiritual, sementara integrasinya ke kurikulum SMA memperkuat pendidikan kontekstual yang membekali generasi muda dengan pemahaman mendalam. Melalui RTRW berbasis THK dan program sekolah inovatif, provinsi ini menunjukkan bahwa filosofi kuno bisa jadi solusi modern untuk tantangan seperti deforestasi dan disintegrasi budaya.

Refleksi ini mengajak kita bertanya: bagaimana jika setiap desa dan sekolah di Indonesia mengadopsi THK? Pesan moralnya jelas---harmoni bukan pilihan, tapi keharusan untuk bertahan. Bagi pembaca, tindakan sederhana seperti mendukung produk lokal atau berpartisipasi dalam musyawarah lingkungan bisa dimulai hari ini. Harapan ke depan: pemerintah provinsi perlu memperluas program ini dengan anggaran khusus, kolaborasi dengan LSM internasional, dan evaluasi rutin. Dengan begitu, Papua Barat Daya tak hanya lestari, tapi juga menjadi inspirasi bagi bangsa, membuktikan bahwa akar budaya adalah fondasi masa depan yang hijau dan adil.

Daftar Pustaka

  1. Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Papua Barat Daya dalam Angka 2023. BPS Provinsi Papua Barat Daya.
  2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). (2023). Laporan Deforestasi Nasional 2022-2023. KLHK.
  3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). (2022). Survei Kurikulum Merdeka di Wilayah Timur Indonesia. Kemendikbudristek.
  4. Universitas Papua. (2022). Implementasi Tri Hita Karana dalam Penataan Ruang Papua. Jurnal Geografi dan Lingkungan, 15(2), 45-60.
  5. World Bank. (2023). Sustainable Development in Eastern Indonesia: Lessons from Papua. World Bank Group.
  6. Yustinus, D. (2023). "Harmoni Budaya dan Tata Ruang: Studi Kasus Papua Barat Daya". Jurnal Pendidikan Lingkungan, 10(1), 112-130.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun